Suatu hari, apa yang sedang saya kerjakan tiba-tiba terhenti oleh satu pertanyaan dari seseorang.
"Saya merasa hubungan kami seperti perlombaan. Saya menuntut suami perhatian dengan saya, dan suami pun pernah bilang 'saya akan memperlakukan kamu bak ratu kalau kamu juga memperlakukan saya bak raja.' Apakah ini hubungan yang sehat?"
Bagi saya, pertanyaan ini menarik karena adanya dua hal yang saling bertentangan. Pertama, ilmu yang saya pelajari mengajarkan bahwa pernikahan yang sehat membutuhkan dua hal yang sangat mendasar, yaitu penerimaan dan dukungan, acceptance dan support. Kedua, saya jadi teringat dengan bait lagu yang dinyanyikan oleh Tulus. "Jangan cintai aku apa adanya, jangan. Tuntutlah sesuatu, agar kita jalan ke depan." Mana yang benar?
Namun mungkin hanya saya saja yang tertarik dengan pertentangan semacam itu. Orang yang bertanya tadi sepertinya lebih membutuhkan jawaban dari pertanyaannya. Apakah hubungan yang saling menuntut itu sehat?
Untuk bisa menjawab pertanyaan ini, kita perlu membedakan antara desire dan demand. Desire adalah keinginan, sedangkan demand adalah tuntutan. Desire itu sehat, demand itu tidak. Apa bedanya?
Desire itu sekedar menginginkan tanpa memaksakan. "Saya ingin dia perhatian dengan saya, tapi dia tidak harus begitu," itu keinginan. Tidak ada paksaan di dalamnya. Hanya keinginan, yang bila tidak terjadi ya juga tidak apa-apa.
Demand itu memaksakan keinginan. "Dia harus perhatian. Kalau tidak, nanti ...," itu tuntutan. Tidak hanya ada paksaan di dalamnya, bahkan terkadang disertai dengan ancaman bila tuntutan kita tidak dipenuhi.
Demand itu tidak sehat karena biasanya justru akan menjauhkan kita dari apa yang kita inginkan. Dalam psikologi, ada istilah yang disebut dengan personal reactance, yaitu seseorang justru akan melawan bila merasa ditekan. Bila Anda dipaksa untuk perhatian kepada pasangan Anda, akankah Anda jadi mau melakukannya dengan sepenuh hati? Biasanya tidak mau.
Pasangan kita juga begitu.
Selain tidak sehat karena biasanya justru akan menjauhkan kita dari apa yang kita inginkan, demand atau tuntutan juga membuat kita jadi emosi berlebihan. Coba bandingkan dua situasi berikut ini:
Situasi pertama, Anda ingin selalu ada uang 10.000 di saku Anda. Apa yang terjadi bila Anda hanya punya 9000 saja? Anda akan merasa sedikit kecewa, tapi emosi yang Anda rasakan akan tidak berlebihan, karena kurang seribu ya tidak apa-apa. Apa yang Anda inginkan tetap bisa diusahakan meskipun di saku kurang seribu.