Mohon tunggu...
M Sanantara
M Sanantara Mohon Tunggu... Buruh - Pacarnya Hades 🖤

Homo Sapiens yang brojol enam dekade silam, dengan kondisi prematur. Berbobot fisik kurang dari satu kilogram. Tinggal di koordinat bumi 104°8' - 108°41' BT dan 5°50' - 7°50' LS. Setelah menghabiskan ribuan kaleng susu formula, ia tumbuh dewasa seperti kebanyakan pria umumnya yang suka memanjat pohon toge dan bolos sekolah. Selepas usia 20-an, Ia mengklasifikasikan dirinya sebagai manusia hermafrodit secara metaforis— tergantung siapa yang mencintainya. Binatang rasional ini hobi menyesatkan diri bersama pikiran-pikiran liar nan berbahaya. Ia jelajahi ruang makrokosmos hanya demi mencari sebuah tanda tanya, Memiliki itu Apa? Kesibukan sekarang menjadi pecandu senja, penikmat pisang goreng, dan sesekali menyapa Tuhan jika sedang ingin. Ia dapat dikontak lewat surel pecandusenja[at]duniatipu.com. Atas penghayatan demi penghayatan pengunjung diucapkannya terima kasih.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Selamat Jalan Kekasih

27 Desember 2024   06:14 Diperbarui: 27 Desember 2024   06:14 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: sepenuhnya.com, diakses pada 27 desember 2024.

--untuk Alm. Soni Farid Maulana (1962-2022)

luruh beludru ditimpa getas kerling sesayup aku
kail kecil lekuk teluk peluk lebam debar samar
menggelepar debur gelora duka nestapa geram
sengkarut ditingkap selimut redam gemuruh nadi
demam paling akut seringai perut bumi membisik
beringsut matamu memangku sepasang pohon duka
pokok cadas bakau iringan galau tertumbuk arung
nasib merenda menyibak perih angslup ibu tulang
merintih meringkuk, acapkali meringkas


sejak kita tak lagi mampu menguasai diri, ada yang letih
mengecap tiga teguk pasir hisap, sesendok pasir keram
dalam igauan pulau seram, kita temali angin yang
melayang-layangkan langit, menerka-nerka letak
jantung cuaca; tempat menyimpan seluruh
kalut ini, mendadak tumbuh sumbur di muka
pintu yang entah sampai kapan kau mengetuknya


sudah, sudah getir puisi ini buatmu saja,
biar aku dan warna-warni angan, semerbak sepi,
suara hujan yang mematung di cermin,
berlenggok ke kiri kanan lalu rontoklah ia dari
pandang, jadi keping-keping berserak.
tak lagi kutahan siasat penghidupan yang baru,
bergejolak, tunas bunga matahari mendobrak
seisi daging, kau yang disulap rerimbun kata,
amblas ke riuh belantara makna.
ribut-ribut ini akan segera berpulang ke ruang
bernama kasih sayang

**

M Sanantara
Bgr, 27122024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun