Mohon tunggu...
M Sanantara
M Sanantara Mohon Tunggu... Buruh - Pacarnya Hades 🖤

Homo Sapiens yang brojol enam dekade silam, dengan kondisi prematur. Berbobot fisik kurang dari satu kilogram. Tinggal di koordinat bumi 104°8' - 108°41' BT dan 5°50' - 7°50' LS. Setelah menghabiskan ribuan kaleng susu formula, ia tumbuh dewasa seperti kebanyakan pria umumnya yang suka memanjat pohon toge dan bolos sekolah. Selepas usia 20-an, Ia mengklasifikasikan dirinya sebagai manusia hermafrodit secara metaforis— tergantung siapa yang mencintainya. Binatang rasional ini hobi menyesatkan diri bersama pikiran-pikiran liar nan berbahaya. Ia jelajahi ruang makrokosmos hanya demi mencari sebuah tanda tanya, Memiliki itu Apa? Kesibukan sekarang menjadi pecandu senja, penikmat pisang goreng, dan sesekali menyapa Tuhan jika sedang ingin. Ia dapat dikontak lewat surel pecandusenja[at]duniatipu.com. Atas penghayatan demi penghayatan pengunjung diucapkannya terima kasih.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Gelandangan Tua itu Seorang Ibu

23 Desember 2024   03:17 Diperbarui: 23 Desember 2024   03:17 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibu, milik dunia terasing
sedang menggelandang
ke antah berantah
ke bukan sesiapa
di perlintasan penuh neraka:
lautan beling, paku, gergaji.


Matanya, hamparan laut merah
sepasang gagak bermata kabur
mengitari riak tenang nan jurang.
Kakinya meleleh, magma luka
mencipta pulau berbentuk S,
lambang duka tak bertepi.

Hatiku lumpuh, saksikan
Tuhan bersinar terang di belakang
jejak kakinya.
entah mengapa
ada yang menyeruak,
menusuk jantung, dalam sekali,
mahakasih mengajariku:


Kusut gulungan sarafku,
borok bulan tua bersinar suram,
kegelapan mata kanan bercakar iblis.
Hanya demi mengakuinya ada,
tak masalah, Ibu,
tak masalah, Ibu,
kasihku memeluk hitam dan putih.


Aku timbangan cahaya,
mendekatkan jarak, kugali inti jantung
demi menemukan akar pohon suci.
kelak belantara tumbuh
memayungi ribuan matahari
di atas kepalanya, anak hujan
kemarin sore.


Ibu, kau akan teduh.
Lanjutkan perjalanan,
temukan dirimu di dalam dirimu
Kepada tulusku,
kuserahkan segalanya
pada cahaya-Nya.

**

M Sanantara
Bgr, 23122024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun