Mohon tunggu...
M Sanantara
M Sanantara Mohon Tunggu... Buruh - Pacarnya Hades 🖤

Homo Sapiens yang brojol enam dekade silam, dengan kondisi prematur. Berbobot fisik kurang dari satu kilogram. Tinggal di koordinat bumi 104°8' - 108°41' BT dan 5°50' - 7°50' LS. Setelah menghabiskan ribuan kaleng susu formula, ia tumbuh dewasa seperti kebanyakan pria umumnya yang suka memanjat pohon toge dan bolos sekolah. Selepas usia 20-an, Ia mengklasifikasikan dirinya sebagai manusia hermafrodit secara metaforis— tergantung siapa yang mencintainya. Binatang rasional ini hobi menyesatkan diri bersama pikiran-pikiran liar nan berbahaya. Ia jelajahi ruang makrokosmos hanya demi mencari sebuah tanda tanya, Memiliki itu Apa? Kesibukan sekarang menjadi pecandu senja, penikmat pisang goreng, dan sesekali menyapa Tuhan jika sedang ingin. Ia dapat dikontak lewat surel pecandusenja[at]duniatipu.com. Atas penghayatan demi penghayatan pengunjung diucapkannya terima kasih.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Rumah Puisi

19 Desember 2024   15:09 Diperbarui: 19 Desember 2024   15:09 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Rumah Puisi dibuat dengan bantuan teknologi AI DALL-E.

--buat Panji & Jelly

di hadapan cermin
aku duduk mematung
saksikan dari atas ke bawah
terpantul gambaran diri
yang lama mengelupas

pukul 05.30 pagi
inti jantungku mencari serpihan
yang berserak di lantai
alangkah sulit kugenggam
apalagi merekat ulang tubuh semesta
gelora hidup yang redup
menuntunku pada jurang sunyi
oh senjakala, jangan dulu menamu
di embun pagi yang jernihnya
ditimba ribuan sedimentasi mutiara
tujuh palung jiwa

kurasa tak bisa memasung tungkai kaki
untuk terus berlari
enyah dari proposisi kaum intelektual tinggi
berhati rendah
inginnya tak kembali
hilang dimakan kerumunan terasing
tapi hati malah membawaku
ke sebuah alamat dimana
sepasang penjaga aksara berseri
menyajikan jamuan secawan darah kelinci
yang menuntaskan dahaga
di mata air terpencil
tempat asal mula langit

bersama kalian
aku bukan lagi nyawa murahan
di supermarket
seharga 100 rupiah
sekantong sepuas-puasnya?

**

M Sanantara
Bgr, 19122024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun