Kepada
Joko Pinurbo (1962-2024)
aku bukan keluargamu
bukan sesiapa
tapi bolehkah aku bersedih
yang paling air mata?
untukmu semata
setulus kasih melepas
inti jantung, semangat, mimpimu
sebagai perjamuan suci bagi
penguasa kata
aku tak bisa lupa begitu saja
membiarkan puisimu dingin
keras menyepi dilahap semut tanah
mengerubungi sisa senyum kecil senja
di bekas lekuk sudut terpencil
senyum yang lekas lekas kau
berikan tanpa pamrih
pada seluruh pengembara kata
yang miskin abjad, yang buta makna
sungguh, dirimu di sisiku saja
abadi!
Terimalah puisi sederhanaku
Selamat menikmati,Â
Selamat Menunaikan Ibadah Puisi,
Penyairku, Cintaku
*
tadi malam
Bahasa Indonesia mengetuk pintu kamarku
di tepi ranjang makna
nyaring suara majas meraung
dengan konotasi tertutup kuraih gagang pintu
terlihat ia mengenakan baju paling sinonim
di tangan kanannya
kalimat majemuk bertingkat menelantarkan
partikel pa dan bu
kutanya,
"ada apa Bahasa Indonesia?"
"kematian telah merampas Joko dari kami
kami tidak bisa tumbuh subur
kami tidak riang dan lucu tanpanya
bolehkah aku meminjam kesunyianmu
untuk menanam aksara kami yang merana?"
**
M Sanantara
Bgr, 14122024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H