TITIK BALIK
Saat saya duduk di bangku 4 SD keluarga kami terkena musibah, saat itu Bapakku jatuh sakit, hampir setahun Bapakku sakit dan telah mencoba berbagai macam pengobatan, namun tidak menemukan titik terang. Hingga timbul desas desus dari orang kalau Bapakku di guna-guna, apapun itu saya dan keluargsaya ingin agar Bapakku di sembuhkan dari penyakitnya.
Setelah hampir setahun Bapakku jatuh sakit, dan pada akhirnya beliau di panggil oleh yang Maha Kuasa. Keadaan saat itu di rumah hanya ada saya dan ibuku, kakak dan adikku sedang sekolah, hanya ada tetangga-tetangga yang membantu.Â
Air matapun jatuh dari seorang ibuku dengan sangat histeris, pikiranku saat itu masih pendek, namun kutahu kalau saya akan kehilangan Bapakku selamanya, dan tangispun takkan bisa tertahankan. Sampai mengantarkan ke tempat peristirahatan terakhir, tangis dari seorang ibuku dan keluarga tak terhenti-henti.
Setelah meninggalnya Bapakku, kehidupan keluarg saya pun berubah derastis, ibuku merangkap dua jabatan dalam keluarga ini, yang pertama sebagai ibu rumah tangga, dan kedua sebagai tulang punggung keluarga yang harus menopang kehidupan keluarga ini.Â
Demi menyekolahan ketiga anaknya, beliau rela bekerja banting tulang, siang dan malam, tanpa henti demi kelancaran sekolah kami. Dari menjadi kuli cuci pakaian, pembantu rumah tangga, berjualan, dll.
Seiring waktu berjalan kami tumbuh dewasa, kakakku sudah menyelesaikan sekolah menengah kejuruannya, setelah lulus kaka saya langsung bekerja di salah satu hotel ternama di Jakarta. Dan ikut membantu membiayai kebutuhan keluarga dan adik-adinya yang masih bersekolah dan beban ibuku sedikit terbantu. Dan sayapun masuk SMA. Bukan hanya umur yang bertambah, namun pengalaman, wawasan, dan kedewasaanpun bertambah.Â
Dari sini saya sudah mulai berfikir, posisiku dalam keluarga ini. Dengan meninggalnya Bapakku, otomatis lelaki tertua dalam keluarga ini adalah saya sendiri, dan secara tidak langsung saya harus mampu menggantikan peranan kepala keluarga di sini, dalam artian menjaga keutuhan keluarga ini.Â
Namun saya ingin meringankan beban yang tertancap di pundak ibuku, entah bagaimana caranya saya harus mampu membiayai kebutuhan hidupku sendiri, lalu saya mulai mencari duit demi kebutuhan sehari-hariku, dari menjadi tukang parkir di masjid, mengamen, dan pekerjaan lainnya, dan yang terpenting saya memperoleh rezeky yang halal.Â
Tak terasa sedikit lagi saya akan melepas seragam putih abu-abu, banyak rencana yang sudah saya pikirkan setelah saya lulus SMA. Salah satunya saya ingin langsung bekerja dan membiarkan ibuku untuk beristirahat dan menikmati masa tuanya. Namun takdir berbicara lain.
Saya sejak SD bersekolah dibantu dari yayasan sampai SMA, yayasan sangat membantuku dalam kesuksesan bersekolahku. Pada suatu hari sebelum saya menempuh Ujian Nasional salah satu kaka yayasan yang bernama Rizki mendatangi dan berbicara kepadsaya, menanyakan mau kemana saya setelah lulus SMA.? Dengan tegas saya menjawab, saya ingin langsung bekerja, entah apa pekerjaannya, yang terpenting saya dapat meringankan beban orang tusaya.Â
Namun ka Rizki berbicara lagi kepadsaya, "lalu pekerjaan apa yang akan kau dapatkan denga tamatan SMA.? OB, itupun kalo dapet, kalo tidak. Lebih baik kau meneruskan sekolahmu kejenjang yang lebih tinggi, dengan kuliah hidupmu dimasa depan akan lebih terjamin. Tak usah kau memikirkan biaya, masalah biaya nanti yayasan yang akan mengurus." Lalu saya terdiam dan berfikir. Dan ka Rizkipun memberi saya waktu untuk berfikir.
Saya langsung membicarakan hal ini kepada ibuku. Memepertimbangkan apa yang terbaik unukku dan keluarga ku. Lalu ibuku pun setuju untuk melanjutkan pendidikan ku ke jenjang yan lebih tinggi. Namun di dalam hatiku masih ada gejolak untuk menerimanya, namun saya berfikir tidak ada salahnya untuk dicoba.
Lalu saya ikutlah ujian masuk perguruan tinggi negeri, tanpa persiapan apapun, saya mengikuti ujian tersebut. Sambil menunggu hasilnya, saya selalu berdoa kepada Allah untuk memeberikan yang terbaik untukku. Lalu saat-saat pengumuman ujianpun datang, apapun hasilnya, saya tau itulah yang terbaik yang di berikan oleh Allah kepadsaya.Â
Dan hasilnyapun tak disangka saya diterima di Universitas Negeri Jakarta dan saya mendapatkan beasiswa dari pemerintah. Entah perasaan apa yang saya rasakan setelah mengetahui hasil tersebut, bangga, senang, sedih, tidak percaya, semua menjadi satu. Entah apa yang direncanakan oleh Allah kepadsaya. Namun sebesar apapun rencana kita, rencana Allah lebih hebat dan besar dari apapun.
Entah apa jadi kedepannya, saya hanya bisa menerima. Mulai saat itu saya mulai sadar, dalam hidup ini jangan kau jadikan impianmu, tujuanmu, atau rencanamu menjadi sebuah acuan, karena itu akan menjadikan sebuah ambisi yang meracunimu. saya tidak tau apa yang akan terjadi di sana, namun yang saya tau terus jalani hidup yang kita hadapi sekarang dengan sepenuh hati, apapun yang kita hadapi saat ini, itu akan mempengaruhi apa yang kita dapatkan dikemudian hari.
Setelah saya diterima di Universitas, otomatis rencana awal saya tidak terealisasikan, entah apa perasaan ibuku dan keluargsaya mendengar saya diterima di Universitas Negeri, namun saya tidak akan menyianyiakan kesempatan ini, saya telah mengalahkan beratus-ratus mungkin beribu-ribu orang untuk masuk ke Universitas ini.
Ketika saya masuk dunia perkuliahan ada rasa bangga pada diri saya, namun tentu saja ada sedikit rasa iri melihat teman-teman SMA saya sudah mulai melangkah kedepan mencari rezeki untuk masa depan, dan saya masih disini berdiam diri. Namun saya tau berdiam diriku adalah sedang mengambil ancang-ancang untuk berlari sekencang-kencangnya kedepan, saya yakin itu.Â
Dan sampai saat ini pertanyaanku sewaktu kecil, tentang apa tujuannya saya dilahirkan di dunia ini belum saya temukan jawabannya. Namun yang saat ini saya tau adalah setiap manusia sudah dituliskan takdirnya dalam kehidupan sewaktu masih didalam Rahim, tinggal bagaimana kita  mampu menjalani hidup ini dengan sepenuh hati, kearah yang lebih baik.Â
Dan mungkin tujuan saya dilahirkan di dunia ini, dalam keluarga ini, menjadi anak kedua dari tiga bersaudara, diberi nama oleh orang tua saya dengan nama Adi Ciputra, saya yakin akan mampu mengubah diriku sendiri ke arah yang lebih baik, dan membawa keluarga ini kekehidupan yang lebih baik, hanya itu yang saya tau saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H