Mohon tunggu...
Achmad Nurisal
Achmad Nurisal Mohon Tunggu... Wiraswasta - https://app.gadaibpkb.online/aplikasi-pinjaman-uang-online-cepat/

www.adichal.wordpress.com; Books: Harapan Yang Tertulis (Antologi, 2012); Financial Stories (Antologi, 2013); Ramadan Undercover (Antologi, 2014)

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Semua Gara-Gara Kompasiana!

18 Oktober 2014   10:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:35 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_348378" align="aligncenter" width="512" caption="VLGC PERTAMINA 1 (dok. Achmad Nurisal)"][/caption]

Demi menyuplai energi gas yang berada di Wilayah Indonesia Timur, para awak kapal ini mencoba mengabdi pada negeri. Untuk menjaga ketersediaan gas, mereka rela menandatangani kontrak untuk tetap bekerja dan meninggalkan keluarga selama sembilan bulan lamanya. Menurut saya, ini adalah hal yang patut diapresiasi. Lebih-lebih, Pertamina tidak menyediakan ruang untuk awak atau pegawai asing (expatriate) untuk berpijak di segala jenis usaha yang bernaung di bawahinya. Semuanya 100% putra-putri pilihan, murni orang Indonesia.

Menjadi suatu kesenangan dan kebanggaan tersendiri bagi saya pribadi, terpilih menjadi salah satu dari sepuluh Kompasianer yang mendapat kesempatan untuk mengunjungi pengisian gas elpiji di Situbondo, Banyuwangi, Jawa Timur. Hal ini merupakan pengalaman pertama bagi saya dan yang lainnya. Bahkan beberapa pegawai Pertamina yang mendampingi, Mas Marlo, Adit, Ecan, dan Mas Dedy pun baru kali ini pula menginjakkan kaki di floating storage gas milik Pertamina. Awalnya, saya kira kami semua akan bertandang ke sebuah pengisian elpiji yang beradadi daratan. Dalam bayangan saya, tempat itu mungkin akan seperti pabrik-pabrik yang ada di Indonesia kebanyakan. Ternyata saya salah kira, tempat pengisian gas elpiji itu ternyata berada di tengah laut! Ya, di laut!

Untuk mencapai Very Large Gas Carrier (VLGC) Pertamina, diperlukan waktu kurang lebih selama 6 (enam) jam. Cukup melelahkan dan memakan waktu tentunya. Apalagi kami semua baru mendarat di Bali pada malam sehari sebelum keberangkatan. Pukul06.00 WITA, kami sudah harus berkemas dan bersiap-siap untuk mengejar pesawat ke Banyuwangi yang hanya ada satu kali penerbangan pada tiap harinya. Hasilnya, kami semua pergi dengan mata yang masih terkantuk-kantuk dan lemas.

Kompasianer Newbie

Sebagai seorang pemula di Kompasiana, pada awalnya saya merasa canggung dan kurang percaya diri berada di tengah Kompasianer lainnya. Saat pengumuman pemenang lomba Blog Kompasiana bersama Pertamina diumumkan, iseng-iseng saya selidiki siapa-siapa saja orang yang akan berangkat ke Bali dan Pengisian Elpiji tersebut. Ternyata kebanyakan para senior yang telah lama berkecimpung di dunia kepenulisan dan sudah lama pula bergabung dengan Kompasiana. Duh, makin ciut saja nyali saya.

Namun setelah bertemu di Bandara pada Rabu, 8 Oktober 2014 pada sore hari, ketakutan saya pun menjadi tak berarti. Ketika disambut oleh keramahan Mbak Nur dari Kompasiana, di salah satu sudut toko donat terkenal, kehangatan pun mulai terasa. Ada pula Mas Andrew dan Yoga dari kompas.com yang ikut serta dalam perjalanan ini. Tak lama, kehadiran Pak Rushan, Pak Dzul, dan Om Fadli, para pemenang dari Jakarta, semakin menyemarakkan suasana di sana. Kami pun berkenalan satu sama lain dan bercengkerama tentang latar belakang masing-masing. Guyonan yang kerap terlontar dari Om Fadli, berhasil mencairkan suasana dan menambah keakraban di antara kami semua. Meski baru bergabung pada 10 September 2014 yang lalu, saya jadi tak merasa canggung dan tak ada sekat antara Kompasianer “junior” dan “senior” di antara kami. Semuanya sama, kita orang Indonesia. Sebelum menaiki pesawat pun kita sempat groufie dengan ponsel milik Mas Dzul. Biar seperti orang-orang kebanyakan gitu loh. Hahaha..

Berkat keterlambatan pesawat Singa Terbang, kami terpaksa harus mendarat di Bandara Ngurah Rai, Bali, pada pukul 22.00 WITA. Seharusnya bila tidak terjadi delay, pesawat yang kami tumpangi lepas landas dari Bandara Soekarno Hatta pukul 17.55 WIB dan sampai di Kuta pukul 21.00 WITA. Dari Bandara, kami langsung bergegas ke tempat peristirahatan kami selama di Bali, Patra Jasa Resort and Villa yang berada tak jauh dari bandara.

Di resort ini kami harus menunggu lagi di lobby untuk pembagian kamar. Tak lama setelah kunci ruangan dibagikan, rombongan dari Yogayakarta menyambut kedatangan kami dengan hangat. Mereka adalah Fandi, Mas Hendra, Mas Dwi, dan tak ketinggalan, satu-satunya pemenang perempuan, Mbak Ari. Sedangkan dua orang pemeneng lainnya, Pak Syukri dari Aceh dan Rizky dari Jakarta belum juga menampakkan batang hidungnya. Rombongan dari Yogya ini telah sampai di Bali sejak pukul 21.00 WITA. Katanya, mereka baru saja habis mencari makanan di luar. Obrolan ringan mengenai Kompasiana pun terjadi di sini. Dalam sekejap saja, sudah terjalin keakraban di antara kami semua. Namun, berkat kelaparan dan kelelahan yang mendera, kami akhirnya berpisah ke masing-masing kamar yang telah ditentukan.

Oh, pesanan makanan di Patra Jasa baru sampai ke kamar sekitar pukul 01.00 dini hari. Saya pikir hanya saya dan Pak Rushan saja yang mengalaminya, tetapi ternyata semua juga mengalami hal yang sama: makan sahur. Hahaha..

Perjalanan Menuju VLGC

[caption id="attachment_348383" align="aligncenter" width="614" caption="Kompasianer Berada Di Kantor Representatif Pertamina, Kalbut, Banyuwangi. (dok. Dwi)"]

14135814351023585831
14135814351023585831
[/caption]



Seperti yang telah dipaparkan, kami harus mengejar pesawat jam 7.00 pagi dari Bandara Ngurah Rai, Bali. Tidak butuh waktu yang lama untuk sampai ke Bandara Blimbingsari, Banyuwangi. Hanya 30 menit saja. Dari sana, kita harus menyambung lagi dengan Bis Pariwisata berlogokan The Royal untuk sampai ke dermaga yang akan mengantarkan kami ke kantor representatif Pertamina di Kalbut, Situbondo, Banyuwangi.

Di sepanjang perjalanan, Mas Marlo, supervisor cyber media dari Pertamina mengajak kami untuk berkenalan satu sama lain. Masing-masing para pemenang diminta maju ke bagian depan bis di dekat supir untuk memperkenalkan diri, latar belakang, pengalaman berkompasiana, dan sebagainya. Perkenalan singkat dari para Kompasianer ini lumayan dapat membunuh waktu tempuh perjalanan. Setelah sempat berputar-putar di Jalan Banyuwangi, akhirnya kami sampai juga di kantor representatif Pertamina. Letaknya yang berada dekat laut, membuat udara panas di sana terasa sungguh menyengat. Kulit seperti ditusuk-tusuk oleh teriknya pancaran matahari.

[caption id="attachment_348380" align="aligncenter" width="512" caption="Kapal Nelayan Teluk Kalbut (dok. Achmad Nurisal)"]

14135794972020232947
14135794972020232947
[/caption]

Setelah mendapatkan pelampung berwarna oranye dan menunggu hampir selama satu setengah jam, akhirnya kami berangkat juga ke dermaga. Jaraknya tak jauh, hanya sekitar 10 menit dari kantor representatif, kita sudah sampai di sana. Beberapa nelayan tampak sibuk mengumpulkan hasil tangkapan siang itu.

Untuk mencapai kapal VLGC, kita harus melalui dua jenis kapal kecil. Hal ini dikarenakan perbedaan kedalaman permukaan air laut yang dapat diarungi oleh masing-masing jenis perahu. Pertama, kita harus menaiki kapal tuk-tuk yang bermesin motor sederhana. Kemudian setelah berlayar dengan kapal tuk-tuk, kita transit ke Tug Boat untuk menuju kapal VLGC milik Pertamina. Kapal berjenis Tug Boat ini mirip seperti kapal fery namun dengan ukuran yang lebih kecil.

Dari pengakuan nahkoda, Tug Boat ini disewa oleh Pertamina dengan kontrak waktu tertentu. Biasanya 1 tahun, kata Mas Agung, seorang awak kapal Tug Boat yang mengendarai laju kapal. Tug Boat ini harus tetap stand by dan siap siaga kalau-kalau terjadi sesuatu terhadap VLGC atau ada tamu yang ingin mengunjungi kapal tersebut, seperti kami ini.

Kapal Very Large Gas Carrier

[caption id="attachment_348377" align="aligncenter" width="512" caption="Kompasianer Sampai Ke VLGC Pertamina 2 (dok. Achmad Nurisal)"]

1413578900506477636
1413578900506477636
[/caption]

Sampai juga akhirnya Tug Boat kami sesenti dari Kapal Very Large Gas Carrier (VLGC) Pertamina 2. Entah kenapa, meski ada dua buah kapal VLGC di perairan Situbondo ini (VLGC Pertamina 1 dan VLGC Pertamina 2), namun panitia lebih memilih yang nomor dua untuk dikunjungi oleh rombongan kami. Mungkin nomor dua lebih baik. Hahaha..

Kami pun naik lima orang-lima orang ke kapal dengan predikat terbesar di dunia ini. Mungkin tangganya hanya bisa menampung beban sebanyak lima orang saja. Setibanya di atas kapal, suasana warna hijau mendominasi area ini. Saya pribadi langsung teringat dengan gas elpiji tiga kilogram melihat warna hijau yang menghiasi kapal Very Large Gas Carrier Pertamina 2. Untuk kapal satunya, mungkin memiliki warna yang sama, hijau tua pula, karena dibuat satu pabrikan oleh sebuah perusahaan asal Korea, Hyundai. Terdapat pipa-pipa yang panjang dan rumit menghiasi dek utama vessel ini. Kami pun menelusuri dengan arahan awak kapal dan garis kuning yang sengaja dibuat untuk kami lewati menuju ruangan dalam kapal.

Sayangnya, untuk berada di ruangan terbuka tidak boleh ada telepon genggam yang menyala. Sifat dari gas yang tidak berbau dan mudah terbakar menjadi alasan utamanya. Jadi kami semua harus mematikan ponsel serta kamera, dan tentu saja tidak bisa mengabadikan foto di restricted area ini. Khawatir sinyal dari jaringan atau blitz yang dihasilkan ketika memotret dapat memacu api dan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.

[caption id="attachment_348382" align="aligncenter" width="700" caption="Pipa dan Saluran Gas VLGC (dok. Hendra)"]

14135812081169571628
14135812081169571628
[/caption]

Ketika memasuki ruangan dalam kapal, terdapat suara nyanyian yang cukup bising. Rupanya sedang ada pesta di sini. Alunan lagu dangdut Cinta Satu Malam memenuhi udara di salah satu kamar dalam ruangan ini. Namun awak kapal tidak terlalu menggubrisnya, kami semua digiring masuk ke ruang rapat/pertemuan yang terletak di lantai dua.

Di dalam ruangan ini, kami bertemu dengan Bapak Kosim, kapten kapal Very Large Gas Carrier Pertamina 2. Pria asal Kebumen ini baru berumur 38 tahun. Luar biasa, di usianya yang masih terbilang cukup muda beliau sudah mengepalai dan memimpin kapal sebesar ini. Sebagai informasi, kapal VLGC Pertamina 2 ini baru saja dibeli pada akhir bulan lima tahun ini, tepatnya pada tanggal 21 Mei 2014.

Dengan dimensi panjang 225,81 meter; lebar 37 meter; dan tinggi 51 meter, kapal ini menjadi salah satu yang terbesar di dunia dengan jenis muatan gas LPG. Dilengkapi dengan sistem weather safe advance, VLGC Pertamina 2 mampu menghadang segala jenis iklim dan cuaca yang menerpa. Terdapat dua sekoci untuk penyelamatan jika terjadi sesuatu di tubuh kapal yang terletak di kanan dan kiri sayap kapal. Alarm akan menyala untuk memperingati awak kapal terhadap tanda-tanda bahaya seperti kebakaran, badai topan, dan sebagainya.

[caption id="attachment_348384" align="aligncenter" width="614" caption="Penjelasan Capt. Kosim, VLGC Pertamina 2 (dok. Hendra Wardhana)"]

14135817011226511727
14135817011226511727
[/caption]

Setelah penjelasan singkat, kami semua diajak ke ruangan bising yang tadi rombongan lewati. Ternyata benar sedang diadakan party yang menurut salah satu kru kapal, sudah dipersiapkan tiga bulan sebelumnya. Menurut pengakuannya, sulit sekali untuk mendapatkan waktu senggang. Dan, kebetulan sekali kami datang di saat yang tepat! Meski mereka baru menerima email dari panitia sehari sebelumnya pada siang hari. Mendadak sekali! Hahaha..

Kami pun makan dengan lahap sajian yang tertata dengan rapi dan cantik di meja makan. Terdapat sebuah proyektor yang memunculkan video besar di tembok layar untuk bersenandung dan berkaraoke ria. Ditemani para kru dan awak kapal, kami semua berbincang-bincang ringan di ruangan ini. Makanan yang tersaji di sini tidak ada yang tidak enak, semuanya lezat! Setelah ditelusuri, ternyata koki dari Kapal VLGC Pertamina 2 ini adalah mantan seorang juru masak di sebuah kapal pesiar luar negeri. Pantas saja semua panganannya laziesss..

Beranjak dari pesta pora di atas laut, kami melanjutkan tour dan menuju control room. Kapal dengan muatan volume 84.000 metrik ton ini sanggup menampung volume 4 buah kapal yang lebih kecil untuk pengisian elpiji. Supership ini sengaja dibeli oleh Pertamina sebagai investasi di tubuh perusahaannya. Menurut Pak Kosim, pada tahun 2020, Pertamina menargetkan untuk memiliki VLGC sebannyak 63 buah yang akan disebar ke berbagai wilayah di Indonesia. Kapal VLGC Pertamina 1 dan Pertamina 2 yang berada di Kalbut, Situbondo, ini sendiri menjadi sentral dari pengisian elpiji (in and out) untuk wilayah Indonesia Timur. Semalam, pukul 2.00 dini hari, baru saja dilakukan pengisian gas elpiji yang diperoleh dari Singapore, kata salah satu kru kapal bagian operasional.

Floating Storage atau penyimpanan terapung adalah jenis yang paling ideal untuk menyimpan energi dengan jenis gas LPG. Negara-negara lain juga menggunakan sistem tersebut. Apalagi Indonesia merupakan negara kepulauan, jadi bisa lebih fleksibel dalam hal penyaluran gasnya. Selain itu, biaya perawatannya pun tidak sebesar penyimpanan di daratan yang memakan waktu lama dalam pembangunan dan pemeliharaan pipa beserta embel-embelnya.

Lalu kami diajak untuk melihat ruangan navigasi. Peralatan canggih pun bertengger di sana-sini. Benar-benar sebuah pengalaman yang tak terlupakan. Jika bukan karena Kompasiana dan Pertamina, mungkin saya hanya bisa melihat kapal VLGC Pertamina dan jeroannya di dalam mimpi saja. Hahaha..

[caption id="attachment_348381" align="aligncenter" width="410" caption="Kru Kapal VLGC Berpose (dok. Achmad Nurisal)"]

1413579632564326540
1413579632564326540
[/caption]

Setelah itu kami melanjutkan acara dengan sesi pemotretan. Untungnya kami diperbolehkan mengambil gambar di area-area atas sini karena jauh dari pipa-pipa gas yang berbahaya. Kesempatan langka ini langsung diambil oleh para Kompasianer dengan semaksimal mungkin. Berbagai gaya dan pose dilakukan oleh masing-masing dari kami di berbagai sudut yang ada. Tak lupa pula kami berfoto dengan Kapten Kapal, Pak Kosim, untuk mengabadikan momen berharga yang jarang kami temukan.

Sehabis melalui perjalanan yang melelahkan, kami kembali ke kantor representatif Pertamina di Kalbut, Situbondo, pada pukul 15.00 WIB dan kembali ke Bali dengan melewati selat Giliwangi. Perjalanan menjadi jauh lebih panjang tentunya. Kami tak menaiki pesawat karena seperti yang sudah dijelaskan tadi, hanya ada satu kali penerbangan dari Banyuwangi ke Bali dan sebaliknya. Sesampainya di pulau seberang, kami melahap ayam betutu yang lezat dengan sambal khasnya. Kami memijakkan kaki kembali di hotel Patra Jasa pada pukul 23.00 WITA.

Ah, perjalanan panjang yang melelahkan dan takkan terlupakan dalam hidup saya. Terima kasih Kompasiana dan Pertamina yang telah memberikan sebuah episode indah dalam perjalanan hidup saya dan para Kompasianer lainnya. Suatu saat nanti, kita pasti akan bertemu lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun