teman kamu untuk memulai sebuah bisnis? Ajakan tadi bukannya sekadar kamu ikut terlibat di dalam operasional bisnis, tapi kamu juga diminta untuk menanamkan modal di dalamnya.Â
Apakah kamu pernah diajakMenurut saya, ajakan tadi sebetulnya boleh-boleh saja dipertimbangkan. Apalagi kamu sudah kenal lama dengan teman kamu. Kamu tentu sudah tahu betul karakternya.Â
Alhasil, selama kamu tahu bahwa teman kamu adalah orang yang jujur dan mampu menjalankan bisnis tersebut dengan baik, maka mungkin saja ajakan tadi adalah kesempatan yang bagus bagi kamu untuk memperoleh income tambahan apabila bisnis tersebut ternyata menghasilkan banyak laba pada masa depan.
Meski begitu, kalau kamu memang berniat berbisnis bersama temanmu, maka sekiranya saya harus memberi sedikit catatan.Â
Yang pertama adalah soal kepemilikan saham. Sewaktu kamu menyetorkan modal kepada teman kamu untuk merintis sebuah bisnis, maka itu artinya kamu menjadi salah satu investor di dalamnya. Kamu akan mendapat saham sekian persen, bergantung pada seberapa besar modal yang kamu tanamkan. Kamu harus mengetahui porsi saham yang kamu miliki. Semuanya harus jelas. Harus ada "hitam di atas putih". Harus ada warkat yang kamu terima bahwa kamu adalah salah satu investor yang tercatat di dalamnya.
Saya kira hal itu cukup krusial. Alasannya sederhana. Kejelasan porsi saham yang dimiliki akan memberikan kamu rasa aman dan nyaman, terlebih kalau terjadi hal-hal tertentu.Â
Sebagai contoh, kalau bisnis tadi menghasilkan keuntungan Rp 100 juta, dan kamu menggenggam 30% saham dari bisnis tersebut, maka kamu berhak atas dividen sebesar Rp 30 juta. Orang lain tidak akan mampu mengurangi atau bahkan menghilangkan hak kamu tersebut, karena porsi saham yang kamu miliki sudah tertulis dengan jelas. Jadi, kamu akan memperoleh hak kamu sebagaimana mestinya tanpa bisa diintervensi oleh pihak manapun.
Demikian pula, kalau bisnis tadi pada kemudian hari bubar, maka semua asetnya akan dijual, kewajiban-kewajibannya bakal dibayar, dan sisanya akan dibagi kepada masing-masing investor sesuai dengan porsi sahamnya tersendiri. Kejelasan itulah yang akan melindungi kamu. Sebab, ada cukup banyak kasus bahwa begitu bisnisnya dilikuidasi, investor yang bersangkutan tidak mendapat uang sepeserpun, hanya karena tidak adanya kejelasan saham yang digenggamnya.
Yang kedua adalah pakailah "uang dingin". "Uang dingin" artinya uang yang kamu ikhlaskan untuk hilang selama-lamanya kalau ternyata bisnis tersebut tidak berjalan sesuai harapan.Â
Kita coba bersikap realistis saja. Secermat apapun bussiness plan yang sudah kamu tulis, secakap apapun teman kamu dalam mengelola bisnis tersebut, sebagus apapun lokasi bisnis yang kamu pilih, tapi tetap saja, ada hal-hal lain di luar kendali kamu, yang bisa membikin kinerja bisnis tersebut boncos atau bahkan bangkrut.
Memang apa yang barusan saya sampaikan tidak enak didengar. Namun, pahamilah bahwa tidak semua bisnis yang baru berjalan mampu bertahan dan bertumbuh.Â
Kebanyakan bisnis yang baru dirintis bisa bubar lebih awal karena berbagai alasan, entah karena mismanajemen, salah target pasar, atau apapun. Yang jelas, apabila hal itu sampai terjadi, siapkah kamu kehilangan seluruh uang yang kamu tanamkan di bisnis tersebut? Kalau kamu tidak siap, maka sebaiknya kamu "menganulir" niat kamu untuk berbisnis dengan teman kamu tersebut.
Memakai "uang dingin" sebagai modal berbisnis tidak hanya akan membuat keuangan kamu tetap aman, tapi juga menjaga "tali persahabatan" antara kamu dan temanmu tetap erat. Pasalnya, sudah cukup sering saya dengar cerita bahwa pertemanan yang dijalin sekian tahun ikut bubar hanya karena bisnis yang dijalankan bersama-sama harus bubar. Dalam situasi tersebut, biasanya terjadi perselisihan yang panjang antarteman, yang bahkan bisa menyeret pihak-pihak tersebut ke "meja hijau".
Tentu saja "skenario" itu bukanlah hal yang diinginkan, tapi bukan berarti itu tidak akan bisa menimpa kamu dan temanmu. Tidak ada yang pasti di dunia ini. Jadi, ketimbang hal itu terjadi kepadamu dan kamu harus kehilangan teman gegara perkara bisnis, maka sejak awal, kamu harus memakai "uang dingin", yang kamu ikhlas akan lenyap suatu saat nanti agar kamu cuma akan kehilangan uang dan bukan keduanya.
Yang ketiga kurangi ego. Baiklah kawan-kawan sekalian, sampailah kita pada catatan akhir dari artikel ini. Meski begitu, mungkin di antara dua catatan yang sudah saya bahas sebelumnya, inilah yang cukup rumit dijelaskan sebab karakter masing-masing investor itu berbeda.Â
Saya tidak berani "pukul rata" bahwa semua investor itu kalem dan pasif karena ada juga investor yang dominan, yang agresif dan maunya menang sendiri. Namun, yang jelas, berbisnis bersama teman itu tidak cuma soal menangani operasional usaha, tapi juga soal mengelola ego masing-masing.
Sebagai investor, kamu harus mampu menghormati opini orang lain. Jangan egois. Semua itu dilakukan demi keutuhan sebuah bisnis. Saya sudah sering mendengar cerita tentang pecah kongsi antarinvestor di dalam sebuah bisnis. Kamu pun mungkin pernah mendengarnya juga di sekitar kamu. Jadi, sebetulnya bisnisnya berjalan baik-baik saja, tapi karena investornya tidak akur, maka terjadilah perpecahan.Â
Tentu saja hal itu akan sangat disayangkan, sebab hal itu bisa mempengaruhi kinerja bisnis. Bisnis yang tadinya berlangsung lancar bisa jadi seret hanya karena para investornya tidak mampu mengendalikan egonya sendiri-sendiri.
Kawan-kawan sekalian, tidak ada rumus baku dalam mengelola ego. (Kalau ada, tentu tidak akan muncul kisah pecah kongsi yang dramatis seperti dibahas sebelumnya.) Yang jelas, kita tidak akan pernah bisa mengendalikan ego orang lain. Sedekat apapun hubungan kamu dengan orang tersebut, kamu harus menerima kenyataan bahwa dia mempunyai pemikiran dan pandangannya sendiri, yang tidak bisa kamu ubah sesuka hatimu.
Yang bisa kamu kendalikan adalah egomu sendiri. Kamu memiliki kuasa penuh untuk mengelola egomu sendiri, dan membuat keputusan yang bijaksana demi kepentingan bersama, supaya bisnis yang kamu jalankan dengan temanmu tetap utuh dan tumbuh.
Saya kira itu saja dulu catatan-catatan krusial yang bisa saya sampaikan. Sebetulnya masih ada catatan-catatan lain, yang sayangnya belum bisa saya bahas karena artikel ini sudah lumayan panjang. Saya mengapresiasi kamu karena sudah bersedia membaca artikel ini sampai tuntas. Terima kasih.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H