Klu pertama: film ini tentang ibu dan anak yang tinggal di sebuah pelabuhan kecil di Jepang. Klu kedua: meski begitu, anehnya, secara fisik dan watak, mereka tidak ada kemiripan sama sekali! Bagaimana bisa?
Nikuko adalah seorang wanita berusia pertengahan 30 tahun, yang punya hobi makan. Maka, jangan heran, jika tubuhnya tergolong "big size". Walau begitu, ia mempunyai sifat yang ceria. Ia senang tertawa dan bertingkah "lebay" (baca: konyol). Alhasil, jika kita melihat perilakunya sehari-hari, maka mungkin kita bakal sepakat bahwa Nikuko adalah "anak kecil" yang terjebak di tubuh orang dewasa.
Sementara itu, anaknya, Kikuko, justru memiliki watak yang berbeda. Ia adalah "orang dewasa" yang terperangkap di tubuh anak-anak. Ia tampak lebih kalem, jarang melakukan hal konyol di depan banyak orang (terkecuali di hadapan seorang bocah laki-laki bernama Ninomiya), dan mampu bersikap lebih bijak. Agaknya pola pikirnya yang "kelewat" dewasa itu sudah melampaui usianya yang masih terhitung belasan tahun.
Biarpun berlainan perilaku, namun ibu dan anak ini dapat hidup akur. Tidak ada sepotong adegan pun yang memperlihatkan pertengkaran di antara keduanya. Lalu, di mana letak konflik di film ini?Â
Film ini justru membangun konflik secara perlahan. Konflik yang diperlihatkan juga bukan konflik yang berat. Konflik tersebut malah terkesan ringan karena menyangkut persoalan sehari-sehari. Namun, dari persoalan itulah film ini terasa dekat dan terkesan hangat.
Sebut saja perselisihan antarteman yang ditunjukkan oleh Kikuko dan Maria terkait tim basket sekolah. Awalnya hubungan keduanya adem. Mereka kerap pergi dan pulang sekolah bersama.Â
Namun, begitu keduanya berada di tim basket yang berbeda, mulai muncul kesalahpahaman. Mereka kemudian jadi enggan bertegur sapa dan bergaul dengan teman lain. Tatkala berpapasan di jalan pun, keduanya seolah bersikap seperti orang asing, yang sebelumnya tidak saling kenal!
Mirip Film Broker
Sewaktu menyaksikan film ini, pikiran saya mendadak "terpental" pada film Broker yang saya tonton beberapa bulan yang lalu. Genre, story, dan karakternya memang berbeda, sangat berbeda bahkan, tapi saya melihat benang merah yang begitu "tipis" antara film ini dan Broker, yakni bahwa keduanya mengangkat tema keluarga.
Tema tadi tentunya tidak langsung terlihat di awal film, mengingat film ini lebih berfokus pada keseharian Kikuko ketimbang Nikuko. Namun, seiring berjalannya film, mulai terkuak cerita masa lalu Nikuko dan Kikuko, yang membikin fisik mereka terlihat begitu beda, biarpun mereka "berstatus" ibu dan anak.
Sutradara film ini, Ayumu Watanabe, cukup piawai meracik komposisi cerita. Ia sanggup mengaduk-aduk emosi penonton dengan tingkah laku konyol Nikuko, cerita masa lalu Kikuko, dan "keanehan" Ninomiya.Â
Seperti Horukazu Koreeda yang membesut Broker, Watanabe juga membangun cerita dari hal-hal sederhana, sebelum berlanjut ke peristiwa yang membikin penonton sulit keluar dari bioskop tanpa terbawa perasaan (baper).
Di samping itu, film ini juga mempunyai sisi yang bikin "lapar" mata dan perut. Maklum, di dalamnya, terdapat sejumlah masakan dan makanan yang bikin napsu makan muncul.Â
Alhasil, jika Anda menyaksikan film ini dengan perut yang kosong, maka siap-siap Anda "tersiksa" melihat beragam jenis makanan yang menggiurkan (Apalagi sewaktu melihat Nikuko melahap semua hidangan dengan sekali telan!)
Meskipun mengangkat tema yang menghangatkan hati, namun sayangnya, film ini malah minim penghargaan. Berbeda dengan Broker yang menuai banyak pujian dari kritikus dan banjir penghargaan, film ini "hanya" diganjar 2 penghargaan, yakni Bucheon Internasional Animation Film Festival (2021) dan Fantasia Film Festival (2021). Sebuah penghargaan yang terlalu sedikit untuk film yang bisa bikin hati "berantakan"!
Fortune Favors Lady Nikuko merupakan salah satu film terpilih dalam dalam event Jakarta Film Week. Saya cukup beruntung bisa menyaksikannya di bioskop. Sekiranya keberuntungan tadi tentu tidak akan muncul tanpa bantuan dari teman-teman Komik Kompasiana. Terima kasih teman-teman Komik.Â
Salam hangat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H