Namanya Parinya Charoenphol. Panggilannya Toom. Dia seorang kickboxer asal Thailand. Di atas ring, dia bisa bertarung layaknya seorang pria. Namun, di luar ring, dia dapat berdandan bak seorang wanita!
Setidaknya itulah kesan yang saya tangkap sewaktu saya selesai menyaksikan film "Beautiful Boxer", sebuah biopic yang mengangkat kisah hidup Toom yang begitu unik. Disebut demikian, karena sejak masih usia dini, dia sudah menyadari bahwa ada yang "berbeda" dengan dirinya.
Contohnya, Toom tidak nyaman bermain dengan anak laki-laki, tapi lebih senang bergaul dengan anak perempuan. Selain itu, dia juga suka dengan barang-barang yang bersifat feminim, seperti bedak, lipstik, dan sebagainya. Bahkan, dia pernah berkeinginan memanjangkan rambutnya supaya terlihat seperti perempuan!
Perilaku "aneh" inilah yang kemudian membuatnya menjadi sasaran bully. Anak-anak lelaki lain kerap menjauhi dan menghinanya. Keluarganya pun sempat dibuat malu atas sikapnya tersebut.
Namun, Toom tetap tumbuh dengan tubuh seorang lelaki seutuhnya. Buktinya, setelah selesai menjadi seorang biksu, dia masuk ke sebuah padepokan kickboxer, yang semua muridnya merupakan lelaki. Tujuannya? Tentu saja bukan untuk menekan "sisi wanita" di dalam tubuhnya, tapi untuk mengatasi persoalan finansial yang membelit keluarganya.
Ya, Toom memang berasal dari keluarga miskin, yang sehari-hari menggantungkan hidup dari hasil pertanian. Pendapatan keluarganya dari hasil bertani tentu tidaklah cukup untuk bertahan hidup, sehingga sejak masih kecil, Toom sudah berupaya membantu perekonomian keluarganya. Caranya? Ya, jadi seorang kickboxer! Hal tersebut tentu bisa dimaklumi, mengingat pada waktu itu, seorang kickboxer bisa memperoleh uang 500 bath jika menang!
Setelah berlatih keras di padepokan tersebut, karier Toom di dunia kickboxing pun dimulai. Hasilnya? Ternyata bagus! Dia berhasil memetik banyak kemenangan dan menghasilkan banyak uang demi membantu perekonomian keluarga.
Seiring berjalannya waktu, level pertandingannya pun meningkat, dari yang sebelumnya level kampung hingga ke level internasional. Namanya mulai bersinar, terutama karena penampilannya di atas ring, yang lumayan "eksentrik" jika dibandingkan dengan kickboxer lain! (Sewaktu bertarung, dia kerap merias wajah dan memakai tanktop)
Tentu saja film "Beautiful Boxer" tidak menunjukkan pertarungan Toom di atas ring secara keseluruhan. Film berdurasi dua jam tersebut sepertinya tidak akan cukup untuk hal itu.Â
Namun demikian, film tersebut mencoba memotret "transformasi" yang dialami oleh Toom. Toom yang terlahir sebagai seorang lelaki pelan-pelan mulai menyadari sisi feminim di dalam dirinya, hingga akhirnya, pada usia 18 tahun, dia memutuskan mengubah identitasnya menjadi seorang perempuan!
Transformasi Investor dan Trader Saham
Kisah transformasi Toom yang tertuang di dalam film "Beautiful Boxer" agaknya memantik ingatan saya pada transformasi gaya investasi yang cukup sering terjadi antara investor dan trader saham.Â
Maklum, gaya investasi yang dijalankan oleh investor dan trader memang sangat berbeda, mulai dari segi pengelolaan portofolio hingga pengelolaan emosi.
Jika boleh diumpamakan, maka trader lebih mirip dengan sosok pria yang begitu maskulin. Gaya investasinya cenderung cepat, agresif, dan bahkan eksplosif. Strategi hajar kanan (haka) dan hajar kiri (haki) adalah gaya yang kerap dipraktikkannya dalam berdagang saham. Sementara, rajin take profit dan rajin cutloss adalah bagian dari permainannya. Makanya, jangan heran, trader bisa memperoleh cuan besar atau sebaliknya, menanggung loss besar dalam waktu yang relatif singkat!
Berbeda dengan trader, investor tampak lebih kalem dalam "bermain". Seperti halnya seorang wanita, dia lebih berhati-hati dan bersabar dalam berinvestasi saham. Dia mempunyai pandangan jangka panjang, dan seringkali mengabaikan fluktuasi harga yang terjadi dalam jangka pendek. Dia lebih memperhatikan pertumbuhan yang dialami perusahaan ketimbangan ayunan harga yang terjadi secara acak setiap hari.
Dari situ bisa terlihat jelas perbedaan antara investor dan trader! Meski begitu, sejumlah orang yang berinvestasi saham terkadang kerap bingung mengidentifikasikan diri apakah dia seorang investor atau seorang trader.Â
Ada seorang yang memang aslinya seorang trader malah memilih gaya investasi buy and hold yang umumnya dipakai investor.Â
Sebaliknya, ada pula seorang yang sejatinya seorang investor justru aktif melakukan trading layaknya seorang trader. Seperti halnya Toom, tentu saja ini menimbulkan konflik batin!
Konflik batin ini tentu bisa berdampak pada manajemen portofolio yang dilakukan. Jika seseorang yang berjiwa trader, tetapi berinvestasi dengan gaya seorang investor, maka begitu melihat harga saham turun, alih-alih membeli kembali di harga bawah, dia malah bisa cepat-cepat melakukan cutloss.
Sebaliknya, kalau seseorang yang berjiwa investor dipaksa melakukan trading harian, maka tatkala saham yang seharusnya dicutloss, malah dia hold, sehingga kerugiannya bertambah lebar! Andaikan hal ini terjadi, maka mungkin saja kedua orang tersebut bakal lebih banyak rugi ketimbang untung!
Untuk mengatasi persoalan tersebut, ada baiknya, sebelum masuk ke pasar saham, seseorang mesti menentukan jati dirinya, apakah dia lebih cocok jadi seorang investor atau seorang trader. Hal ini memang tidak mudah, tapi bukan berarti tidak bisa dilakukan.
Saya pribadi sudah melakukan hal ini jauh sebelum terjun ke pasar saham. Dari pengalaman yang didapat, saya lebih cocok jadi investor ketimbang trader. Bukan berarti saya "buta" sama sekali dengan jurus-jurus trading. Namun, saya merasa lebih nyaman saja memakai gaya investasi seorang investor.
Makanya, sejak awal berdagang saham, saya sudah mulai membaca laporan keuangan, serta memahami isinya sebaik mungkin. Saya mempelajari fundamental perusahaan, sebelum memutuskan membeli sahamnya.Â
Hal ini membikin saya agak tenang dalam berinvestasi. Sebab, walaupun harganya kerap berayun kencang, tetapi selama perusahaannya tidak terkena masalah apa-apa, saya masih aman memegang sahamnya.
Beda ceritanya jika saya memutuskan trading. Seperti halnya orang lain, saya pun dulu sempat tertarik mengeruk uang lewat trading harian. Biasanya saya masuk pada pagi hari, dan keluar pada siang hari. Hasilnya? Saya sukses mendulang kerugian! Hahaha. Pasalnya, meskipun sempat cuan, tetapi kalau dihitung-hitung, ternyata cuan yang saya peroleh ternyata kalah banyak dari loss saya!
Sejak saat itu, saya memahami batasan saya. Sampai sekarang, saya tidak lagi melakukan trading harian. Kapok. Selain analisisnya lumayan rumit, saya merasa tidak punya waktu, karena sekarang saya lebih fokus mengurus bisnis saya. Biarpun begitu, ternyata investasi yang saya lakukan lebih menghasilkan untung ketimbang trading.
Tentu saja itu hanya cerita saya saja. Cerita orang lain mungkin beda. Mungkin saja ada orang yang sejak awal sudah memutuskan menjadi trader. Jika memang baginya melakukan trading begitu menyenangkan dan sanggup memberikan cuan yang diharapkan, maka boleh jadi, menjadi seorang trader adalah "jalan ninja"-nya.
Dari uraian di atas tentu bisa dipahami bahwa investor dan trader sebetulnya mempunyai tujuan yang sama, yakni berharap memetik cuan dari pasar saham. Hanya strategi yang dipakainya saja, yang berbeda.Â
Alhasil, jika ditanya lebih enakan mana, jadi seorang investor ataukah trader saham? Jawabannya berpulang pada panggilan jiwa-nya masing-masing.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H