Tanggal tua merupakan periode yang cukup “kritis”. Disebut demikian, lantaran uang simpanan biasanya sudah sangat tipis, sementara waktu gajian masih tersisa beberapa hari lagi. Alhasil, pada periode inilah, kesabaran seseorang bakal betul-betul “diuji”!
Meski begitu, tanggal tua tidak selalu menjadi momen yang jelek. Tanggal tua, seperti bulan ini misalnya, boleh dibilang merupakan momen yang bagus untuk masuk ke pasar saham. Alasannya? Pada bulan November nanti diperkirakan pasar saham bakal memasuki masa “window dressing”, yang ditandai dengan kenaikan harga saham secara signifikan!
Kenaikan tadi bisa terjadi bukan tanpa sebab. Terdapat sejumlah sebab yang melatarbelakanginya. Di antaranya ialah keinginan manajer investasi untuk mempercantik portofolio yang dimiliki.
Hal ini bisa dimaklumi, mengingat tidak semua saham yang dikelola menghasilkan cuan. Ada saja sejumlah saham yang berkinerja jelek, yang menekan imbal hasil portofolio.
Pada momen “window dressing” inilah manajer investasi umumnya mempunyai kesempatan untuk melepas saham berkinerja buruk tadi, dan kemudian membeli saham lain yang dinilai lebih menguntungkan. Dengan strategi ini, imbal hasil portofolio yang dikelola bakal lebih mendingan, sehingga sewaktu dilaporkan kepada investornya, tidak ada respon negatif yang muncul.
Tak cuma manajer investasi, manajemen perusahaan pun demikian. Hanya bedanya, yang “dipercantik” bukanlah portofolio investasi, tapi laporan keuangan. Tentu saja upaya tersebut bukanlah bentuk manipulasi laporan keuangan, sebab semuanya dilakukan sesuai dengan kaidah akuntansi yang berlaku.
Seperti halnya manajer investasi, upaya tersebut dilakukan untuk menyenangkan hati para investor. Maklum, kinerja bagus yang terlihat di laporan keuangan tentunya bakal berpengaruh terhadap pergerakan harga saham.
Semakin bagus kinerjanya, maka semakin naik harga sahamnya. Alhasil, kalau “skenario” ini terjadi, maka investor bisa mendapat cuan.
All Time High
“Window dressing” pada tahun ini memang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Sebab, pada momen inilah, IHSG diperkirakan sanggup menjebol “resistense”-nya, yang sudah terbentuk sejak awal 2018 silam. Pada waktu itu, IHSG mentok di level 6600-an, dan kemudian “sideway” selama 3 tahun.
Sewaktu tulisan ini dibuat, IHSG sudah “nangkring” di level 6600-an, sama dengan harga tertingginya. Jadi, jika IHSG sanggup melampai level tertingginya, maka “sky is the limit”!
Makanya, “window dressing” pada tahun ini adalah peristiwa yang langka. Investor mesti memanfaatkannya sebaik mungkin, sebab pada tahun berikutnya, kesempatan semacam ini belum tentu bakal terulang lagi. Ada sejumlah strategi yang bisa diambil, di antaranya, ialah sebagai berikut.
1. Memilih Saham yang Secara Historis Mengalami Kenaikan Harga pada Momen “Window Dressing”
Dalam pasar saham, sejarah kerap berulang, terutama dalam momen “window dressing”. Jika kita mencermati chart demi chart, maka kita akan menemukan kecenderungan bahwa ada sejumlah saham yang “rutin” naik harganya pada waktu “window dressing”.
Saham-saham inilah yang wajib diperhatikan dan dipilih. Sebab, kalau pada tahun-tahun sebelumnya harganya selalu naik, maka pada tahun ini pun, hal yang sama bisa terjadi lagi.
2. Abaikan “Saham Gorengan”, Yang Pergerakan Harganya Begitu Volatil
Meski umumnya hampir semua saham harganya ikut naik, namun ada saja saham-saham tertentu yang kenaikannya di luar batas kewajaran.
Saham jenis ini boleh dikategorikan sebagai saham gorengan, mengingat harganya bisa naik tajam, hingga auto reject atas berjilid-jilid.
Padahal, kalau dilihat dari laporan keuangan, kinerja perusahaannya sendiri sedang jelek, atau bahkan rugi. Jadi, apabila ada saham yang secara fundamental masih minus, tetapi harga sahamnya sudah plus-plus, maka hal ini tentu menimbulkan tanda tanya!
Oleh sebab itu, sebaiknya hindari saham demikian, meskipun harganya menyentuh ara berhari-hari, karena tingkat risikonya begitu tinggi.
3. Melakukan Diversifikasi Saham Secara Terukur
Biarpun kita sudah menemukan saham yang dari tahun ke tahun cenderung naik harganya pada momen “window dressing”, dan saham tersebut bukanlah saham gorengan yang pergerakan harganya tidak jelas, namun bukan berarti kita hanya membeli saham tersebut saja.
Hal itu jelas cukup berisiko, mengingat bisa saja, kita membelinya tatkala harganya sudah naik lebih dulu sebelum “window dressing” dimulai, sehingga sewaktu “window dressing” terjadi, harga sahamnya tidak ke mana-mana, atau bahkan turun akibat profit taking yang dilakukan oleh investor lain!
Untuk meminimalkan risiko demikian, sebaiknya kita melakukan diversifikasi. Belilah 3-10 saham yang berbeda, dengan porsi yang berimbang, sehingga jika ada saham yang underperfoam, masih ada saham lain yang harganya terbang. Dengan cara inilah, risiko yang ditanggung jadi lebih sedikit, sementara cuan yang bisa diperoleh jadi lebih besar.
Hampir semua investor, termasuk saya, menantikan momen “window dressing”. Sebab, setelah setahun berinvestasi di pasar saham, tibalah masa panen. Alhasil, selamat menikmati “window dressing”! Selamat menikmati cuan!
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H