Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Tapering Off The Fed Bikin IHSG "Merinding"?

27 September 2021   07:00 Diperbarui: 27 September 2021   15:28 776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wacana kebijakan tapering off yang bakal dilakukan oleh Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) mulai menemui “titik terang”. 

Pada rapat bulan September, The Fed sudah memberikan sinyal kuat bahwa kebijakan tersebut akan diumumkan pada bulan November dan baru dimulai pada bulan Desember nanti. 

Walaupun kebijakan tadi bakal diterapkan dalam waktu yang begitu dekat, namun anehnya pasar saham bereaksi biasa-biasa saja! Mengapa bisa terjadi demikian?

Sebelum mengulik lebih dalam, ada baiknya kita mengetahui apa yang dimaksud dengan kebijakan tapering tersebut. Seperti diketahui, tapering adalah upaya The Fed untuk mengurangi pembelian obligasi (surat utang) yang diterbitkan oleh Pemerintah Amerika Serikat. 

Pengurangan tadi dilakukan secara bertahap setiap bulan, hingga pada titik tertentu The Fed stop membeli obligasi sama sekali.

Kebijakan tapering diambil karena The Fed melihat bahwa kondisi ekonomi Amerika Serikat sudah cukup stabil dan pulih. Kondisi ini jelas berbeda dengan kondisi tahun sebelumnya, yang mana ketika pandemi Covid-19 muncul, perekonomian AS cukup terpukul. 

Ketua The Fed Jerome Powell/ Sumber: https://www.beritasatu.com
Ketua The Fed Jerome Powell/ Sumber: https://www.beritasatu.com

Guna meningkatkan perekonomian yang tengah lesu, Pemerintah AS kemudian menerbitkan obligasi, yang kemudian dibeli oleh The Fed dalam jumlah yang besar. Uang hasil penerbitkan obligasi tadi kemudian dipakai oleh Pemerintah AS untuk mengatasi pandemi, menyalurkan bantuan sosial, dan sebagainya.

Oleh karena situasi ekonomi sekarang sudah membaik, maka The Fed merasa tidak perlu lagi dilakukan pembelian obligasi secara masif seperti sebelumnya. Alhasil, porsi pembelian pun bakal diminimalkan sedikit demi sedikit.

Biarpun kebijakan tapering dilakukan di Amerika Serikat, namun efeknya bisa terasa sampai ke negara lain, termasuk Indonesia. Sudah beberapa bulan sebelumnya, isu tapering tadi bikin investor di pasar saham Indonesia cukup “merinding”. Alasannya? Dikhawatirkan akan terjadi arus dana keluar dari investor asing dalam jumlah yang cukup masif, mengingat investor asing boleh jadi bakal lebih memilih menanamkan uangnya di obligasi di Amerika Serikat ketimbang di pasar saham tanah air.

Maklum, setelah dilakukannya tapering, biasanya suku bunga acuan juga bakal dinaikan, sehingga ini bakal mendongkrak nilai kupon obligasi yang diterbitkan di AS. 

Alhasil, daripada mempertaruhkan banyak uang di pasar saham yang cenderung fluktuatif, maka akan lebih aman jika investor asing menyimpan uangnya di obligasi, yang relatif lebih stabil dan tinggi nilai kuponnya.

Sesuai Prediksi Pasar

Kembali ke pertanyaan di awal: jika sudah tahu tapering bakal diterapkan dalam waktu yang relatif dekat, mengapa investor saham hanya beraksi normal-normal saja? Mengapa tidak ada reaksi “panic selling”, yang bisa menyebabkan pasar saham rontok?

Jawabannya, jauh-jauh hari investor tampaknya sudah memprediksi bahwa kebijakan tersebut memang bakal diambil The Fed. 

Mereka sudah mengetahui kalau The Fed bakal mengurangi pembelian obligasi dan menaikkan suku bunga acuan pada tahun depan, sehingga mereka sudah melakukan sejumlah antisipasi jauh sebelum semua itu terjadi. 

Makanya, jangan heran, sewaktu berita tersebut disiarkan, pasar saham justru berperilaku sebaliknya: alih-alih anjlok, pasar saham malah naik begitu kabar tadi disampaikan!

Alasan lainnya, bank sentral di sejumlah negara, termasuk di Indonesia, sudah melakukan beberapa langkah antisipasi guna meredam dampak tapering yang terjadi. Langkah tadi diambil supaya efek buruk tapering pada tahun 2013 silam tidak terulang.

Pada waktu itu, pasar saham di Indonesia memang longsor begitu dalam akibat terjadinya kepanikan pasar. 

Alasannya? Tidak seperti sekarang yang mana The Fed secara terang-terangan menyampaikan rencana dilakukannya tapering, pada tahun 2013, tidak ada kejelasan dari The Fed tentang “jadwal” dilakukannya tapering tadi. 

Alhasil, daripada tapering diumumkan secara mendadak dan bank sentral di negara lain dibuat tidak siap, maka lebih baik investor asing memutuskan keluar dari pasar saham terlebih dulu. Inilah yang kemudian menyebabkan IHSG terperosok.

Strategi Investasi

Tapering jelas bukan isu yang sepele, mengingat kebijakan ini bakal berdampak kuat terhadap pergerakan IHSG. Makanya, perlu dilakukan strategi khusus untuk menghadapinya. 

Strategi awal yang mesti diperhatikan ialah menyediakan uang tunai yang cukup. Alasannya? Jika tapering ternyata menyebabkan harga saham bergelimpangan seperti yang terjadi pada tahun 2013 kemarin, maka investor masih mempunyai modal untuk membeli saham bagus di harga bawah.

Tidak ada patokan yang pasti untuk menentukan besaran uang tunai yang mesti disiapkan. Namun, kebijakan yang diterapkan oleh Warren Buffett dalam mengelola portofolio investasinya bisa dicontoh. Yaitu alokasikan uang tunai sekitar 15% dari total aset yang diinvestasikan. Contohnya, jika seseorang menginvestasikan uang sebesar 100 juta di pasar saham, maka ia mesti menyiapkan uang 15 juta sebagai cadangan. Uang tadi hanya didiamkan saja, selama tidak terjadi sesuatu yang buruk di pasar saham. Uang tersebut baru akan digunakan manakala ia ingin melakukan averaging down, atau membeli saham tertentu yang sedang terdiskon.

Strategi lainnya adalah melakukan rotasi terhadap portofolio. Sewaktu terjadi penurunan IHSG, saham-saham yang tergolong komoditas dan punya utang yang besar umumnya bakal jatuh cukup dalam. 

Penurunannya bisa mencapai 50% atau bahkan lebih! Makanya, jika tidak ingin menanggung loss yang dalam, maka investor sebaiknya mengurangi atau menjual saham-saham demikian. Uang hasil penjualannya kemudian dibelikan saham lain yang cenderung defensif, supaya investasinya bisa bertahan menghadapi masa-masa sulit.

Tapering The Fed sebetulnya bukan isu yang mesti ditakuti. Pada tahun-tahun sebelumnya, The Fed sudah pernah melakukan kebijakan tersebut, dan bukannya mustahil kebijakan tadi pun bakal diterapkan manakala terjadi krisis lain pada masa depan. 

Biarpun begitu, setelah tapering berlalu, toh pasar saham masih terus berkembang dari waktu ke waktu. Jadi, daripada terus dibayangi rasa takut, lebih baik investor menjalani kegiatannya seperti biasa saja, sambil terus bersikap antisipatif dan waspada.

Salam.

Referensi: 1

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun