"Rp 225 juta?"
Seketika saya takjub sekaligus heran dengan aksi seorang kolektor tanaman hias yang diketahui membeli dua buah Monstera King Variegata dengan harga yang begitu mahal dari Tawangmangu. Disebut demikian, karena harga tanaman tersebut bisa setara dengan harga satu unit mobil, atau bahkan satu unit rumah!
Saya pun dibuat cukup penasaran dengan keistimewaan tanaman itu, sehingga saya mencari informasi lain, yang bisa menjadi semacam "pembenaran" bahwa tanaman tersebut memang layak diganjar dengan harga yang mahal.
Jika dilihat sekilas dari segi wujudnya, maka Monstera King tampaknya dapat tumbuh cukup besar. Batangnya yang kurus bisa menjulur ke beberapa sisi, sementara daunnya yang terlihat tipis mempunyai bentuk hati yang tersayat di sejumlah bagian.
Bagi orang awam, tanaman ini mungkin terlihat biasa saja, tapi tidak bagi kolektor tanaman hias. Di mata kolektor tanaman hias, tanaman ini sepertinya memiliki kekhasan dan keindahan tertentu. Alhasil, jangan heran, tanaman ini sampai dibanderol dengan harga yang beragam, mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah.
Setelah mencari informasi di sana-sini, akhirnya saya tetap gagal menemukan barometer yang pas untuk menilai "harga wajar" tanaman tersebut. Agaknya harga yang terbilang premium, seperti Monstera bukanlah sebuah masalah, asalkan seseorang memang berminat cukup tinggi terhadap tanaman tersebut. Jadi, biarpun mesti mengeluarkan dana yang besar, asalkan bisa memberi kepuasan, maka seseorang tetap berani membelinya.
Kasus tersebut akhirnya mengingatkan saya pada cara menentukan valuasi sebuah saham. Menilai harga wajar sebuah tanaman hias dan saham memang bisa menimbulkan kebingungan tersendiri.
Pasalnya, terdapat sejumlah indikator yang dapat dipakai, dan sayangnya, masing-masing indikator tadi mempunyai kelemahan. Jadi, setelah saya pelajari secara saksama, sepertinya tidak ada indikator yang 100 persen benar dan 100 persen salah.
Meski begitu, menggunakan indikator tertentu dalam menimbang harga wajar sebuah saham tetaplah penting. Tanpa menggunakannya, seorang investor bisa salah mengambil keputusan investasi.Â
Kesalahan ini dapat saja membenamkan portofolio yang dikelola ke dalam kerugian yang besar. Jadi, walaupun jenisnya bermacam-macam, namun indikator tersebut bisa menjadi pemandu buat investor dalam bertransaksi saham.