Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

"Epic Comeback" Ronaldo Menurut Rasio PEG

13 September 2021   07:00 Diperbarui: 13 September 2021   17:26 845
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penyerang Man United, Cristiano Ronaldo, saat berlaga melawan Newcastle dalam laga Liga Inggris 2021-2022 di Stadion Old Trafford, Sabtu 11 September 2021.| Sumber: OLI SCARFF/AFP via Kompas.com

Penampilan gemilang yang diperlihatkan Cristiano Ronaldo ketika Manchester United (MU) menghadapi Newcastle menunjukkan bahwa usia hanya sekadar "angka". 

Disebut demikian, lantaran di usia 36 tahun, Ronaldo masih sanggup bermain dengan bagitu apik. Buktinya, ia mampu mempersembahkan dua gol, sekaligus membawa MU menang dengan skor yang cukup telak 4-1.

Hasil tersebut tak hanya mengukuhkan posisi MU di puncak klasemen Liga Inggris, tetapi juga menegaskan bahwa keputuskan MU untuk mendatangkan Ronaldo ke Stadion Old Trafford terbukti tepat. 

Alhasil, meskipun MU mesti mengeluarkan dana sebesar 25-30 juta Euro untuk merekrutnya, namun kontribusi Ronaldo terhadap tim terasa sepadan.

Bahkan, jika Ronaldo tetap konsisten bermain ciamik sepanjang musim, seperti yang diperlihatkannya dalam pertandingan tersebut, maka boleh jadi, harga yang dibayarkan MU untuk mendapatkan tanda tangan Ronaldo terkesan "undervalue". Tampaknya hal itu bukan tanpa alasan, mengingat Ronaldo adalah "mesin gol" yang produktif. Sepanjang kariernya, ia telah bermain di lebih 1000 pertandingan, dan sukses menimbun hampir 800 gol.

Alhasil, dalam pertandingan berikutnya, bukan mustahil lumbung gol Ronaldo bakal terus bertambah. Meskipun usianya sekarang sudah menyentuh angka 36 tahun, tetapi fisiknya masih sanggup bermain di level tertinggi, sehingga kesempatan untuk menambah jumlah gol masih terbuka lebar.

Cristiano Ronaldo/ Sumber: https://bola.okezone.com
Cristiano Ronaldo/ Sumber: https://bola.okezone.com

Price to Earning Growth (PEG)

Strategi yang dipakai MU untuk merekrut Ronaldo mengingatkan saya pada rasio Price to Earning Growth (PEG), yang biasanya dipakai untuk menilai mahal-murahnya saham yang mempunyai sejarah pertumbuhan laba yang konsisten. 

Rasio ini berupaya membandingkan antara Price to Earning Ratio (PER) dengan Compound Annual Growth Rate (CAGR). 

PER adalah rasio yang membandingkan antara harga saham dan nilai laba per saham (Earning Per Share), sementara CAGR mengukur persentase pertumbuhan laba yang berhasil dicetak dalam rentang tahun tertentu.

Penjelasannya bisa disampaikan lewat perumpamaan berikut. Katakanlah ada dua pemain sepak bola bernama Roni dan Naldo. Keduanya sama-sama berposisi sebagai striker. 

Meski begitu, dalam lima tahun berkarier, mereka mempunyai statistik gol yang berbeda. Per musimnya, Roni hanya mampu mengemas rata-rata 10 gol, sementara Naldo rata-rata 20 gol.

Jika keduanya sama-sama dihargai katakanlah 1 miliar, kira-kira siapakah yang bakal direkrut oleh klub elit? 

Sangat mungkin Naldolah yang terpilih, mengingat pertumbuhan gol yang bisa dicetaknya terbilang lebih tinggi dibandingkan Roni. Alhasil, investasi yang dikeluarkan untuk menghadirkan Naldo jelas bakal cepat balik modal, sehingga harga investasi tadi terkesan murah!

Demikian pula yang terjadi di pasar saham. Ada saham-saham tertentu yang mempunyai pertumbuhan jumlah "gol" (laba) yang bagus, ada pula yang tidak. 

Perusahaan-perusahaan yang memiliki pertumbuhan laba yang baguslah yang sebaiknya dibeli sahamnya. Perusahaan demikian bisa menjadi "mesin pencetak uang", yang mampu menyejahterakan investornya dalam jangka panjang.

Hanya saja, harga saham tersebut umumnya sudah mahal. Jarang atau bahkan tidak ada perusahaan bagus yang dijual dengan valuasi yang murah. Walau begitu bukan berarti tidak ada cara yang bisa dipakai untuk mengukur kualitas perusahaan tersebut, sekaligus menemukan sebuah "celah" untuk mengetahui valuasi sesungguhnya dari saham tadi.

Salah satunya, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, ialah dengan menggunakan rasio PEG. Sebagai contoh, mari kita tengok beberapa emiten yang harganya terkesan mahal, padahalnya sebetulnya tidak demikian. Sebut saja saham ARNA.

ARNA adalah sebuah produsen keramik. Sejumlah produknya yang terkenal adalah keramik merek Arwana dan Uno.

Jika dilihat dari laporan keuangannya, saham ini mempunyai fundamental yang baik. Utangnya rendah, labanya bertumbuh, dan arus kasnya positif. Maka, jangan heran, kalau valuasinya terbilang cukup mahal. Saat tulisan ini dibuat, Price to Earning Ratio (PER) dari ARNA adalah 13 kali, sementara Price to Book (PBV)-nya 4,3 kali.

Dalam investasi saham, nilai tersebut boleh dikatakan wajar atau bahkan mahal. Namun, jika menggunakan rasio PEG, harga saham ARNA ternyata masih murah. Sebab, CAGR-nya dalam lima tahun terakhir (2016-2020) sanggup mencapai 29%. Dengan nilai CAGR sebesar itu, PER wajar ARNA seharusnya 26 kali. Alhasil, harga saham ARNA semestinya 1500-1600-an, bukan 700-an sebagaimana yang dihargai sekarang.

Sebuah Hitungan Matematika Semata?

Tentu saja, perhitungan PEG di atas merupakan rumusan matematika semata. Tidak ada jaminan bahwa harga saham arna bakal meningkat mengikuti nilai CAGR-nya. 

Meski begitu, bukan berarti rasio PEG tidak ada gunanya. Rasio ini tetap bisa dipakai untuk memandu investor dalam menentukan harga wajar sebuah saham. Alhasil, biarpun rasio PER-nya terbilang tinggi, tetapi kalau nilai CAGR-nya berada di atas-nya, maka tidak ada alasan untuk mengatakan saham tersebut terlampau mahal.

Saya pribadi menggunakan rasio ini, khusus untuk saham-saham yang mempunyai pertumbuhan yang bagus. Bagi saya, nilai CAGR yang besar bisa menjustifikasi valuasi yang tinggi. 

Ibarat berdagang, barang yang memiliki kualitas bagus memang selalu di harga mahal. Demikian juga saham yang menunjukkan pertumbuhan yang baik dari tahun ke tahun. Pastilah kualitas sebuah saham bakal tercermin dari harganya.

Jadi, jika kita kembali menghubungkan konsep PEG dengan "epic comeback"-nya Ronaldo di MU, maka sebetulnya MU sudah menuai cuan jauh sebelum Ronaldo beraksi di atas rumput. 

Dengan harga yang terbilang "kecil", MU sukses mendatangkan pemain, yang tak hanya dapat menambah daya gedor tim, tetapi juga ikut mendongkrak pendapatan klub. Sebuah investasi yang brilian!

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun