Makanya, dengan jumlah dana tersebut, transaksi yang dilakukan oleh investor ritel biasanya belum sanggup "menggoyang" pasar saham.
Sebaliknya, investor institusi mempunyai kondisi yang berbeda. Walaupun jumlahnya terbilang lebih sedikit, dalam kapasitas modal investasi, investor ritel lebih unggul.Â
Maklum, investor ini umumnya memiliki dana kelolaan yang sangat besar, mulai dari miliaran hingga triliunan rupiah. Oleh sebab itu, jangan heran jika setiap transaksi yang dilakukan oleh investor institusi bisa memengaruhi pasar saham.
Hal inilah yang terjadi ketika saya berinvestasi saham. Sebagai investor ritel, ketika awal-awal terjun ke pasar modal, saya hanya memegang dua saham saja. Pada kesempatan berikutnya, jumlahnya bisa bertambah, bergantung apakah saya berhasil menemukan saham yang layak dibeli atau tidak.
Alhasil, jika dihitung dari jumlahnya, maka sejauh ini, paling banyak saya memegang enam saham, sementara paling sedikit tiga saham. Jumlah tersebut memang terkesan sedikit.Â
Namun, entah mengapa, saya lebih nyaman mengelola sedikit saham di portofolio ketimbang menyebar modal saya ke banyak saham. Saya merasa, semakin banyak saham yang dimiliki, maka semakin banyak keruwetan yang bakal dialami.
Hal ini bisa dimaklumi mengingat saya wajib mengamati kinerja setiap perusahaan di baliknya. Alhasil, agar investasinya berlangsung dengan lancar, saya mesti rajin membaca laporan keuangan terbaru, mengetahui perkembangan perusahaan, atau mengikuti acara yang diselenggarakan perusahaan, seperti RUPS dan Public Expo.
Tentu saja kegiatan itu bakal menyita banyak waktu, tenaga, dan pikiran saya. Makanya, daripada nanti menjadi pusing sendiri, saya memilih mengelola portofolio saham dalam ukuran yang kecil.
Persoalan yang saya hadapi sebetulnya bisa diatasi dengan mudah oleh investor institusi. Maklum, selain modal jumbo, investor institusi juga mempunyai sumber daya manusia (SDM) yang banyak. Alhasil, dengan banyaknya SDM yang tersedia, investor institusi cukup leluasa menganalisis beragam jenis saham di Bursa Efek Indonesia.
Oleh sebab itu, jangan heran jika jumlah saham yang dikelola oleh investor institusi umumnya lumayan banyak, bisa lebih dari 30 saham. Jika investor institusi menerapkan prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi, maka saham-saham yang dipilih tentunya bukan "saham kaleng-kaleng".