Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

"Kontrarian", Strategi Investasi Saham ala Rambo

5 April 2021   07:00 Diperbarui: 5 April 2021   10:17 1231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi investasi. Sumber: SHUTTERSTOCK via KOMPAS.COM

Terkadang saya sering merasa "gemas" terhadap strategi investasi yang dijalankan oleh teman saya. Sebab, ia kerap telat menjual saham, dan sering gagal memaksimalkan keuntungan yang sudah berada di depan mata.

Contohnya, belum lama ini, ia bercerita bahwa ia ingin melepas saham BBCA yang sudah disimpannya selama berbulan-bulan. Alasannya? Karena saham tersebut sedang dalam fase downtrend (turun).

Hal ini tentu saja membikin nilai keuntungannya menjadi tipis, mengingat ketika IHSG melaju kencang sepanjang bulan November 2020-Januari 2021, nilai keuntungan dari saham BBCA yang digenggamnya sanggup tembus 5 juta rupiah.

Namun, sekarang, karena harga saham tersebut terus ambyar ke level 31 ribuan, maka potensi keuntungannya tergerus hingga tersisa beberapa ratus ribu saja!

Sekiranya kasus demikian memang sering menimpa investor yang menggunakan strategi "trend following".

Strategi yang dijalankan dengan cara "membeli saham ketika investor lain ikut membeli, dan menjual saat yang lain ikut menjual" tersebut memang hanya akan menyisakan sedikit sekali keuntungan bagi siapapun yang telat melakukan "profit taking" (ambil untung).

Alhasil, jika terlambat sedikit saja, maka potensi keuntungan besar yang sudah berada di depan mata bisa "menguap" dalam waktu yang begitu cepat.

Ilustrasi Rambo. Sumber: KOMPAS.COM
Ilustrasi Rambo. Sumber: KOMPAS.COM
Sejujurnya saya kurang menyukai strategi tersebut. Alasannya? Karena tidak ada yang tahu persis posisi terbaik untuk membeli dan menjual sebuah saham. Jika mengikuti strategi tersebut, maka bisa saja, investor salah mengambil keputusan.

Mungkin saja investor yang bersangkutan membeli saham justru di posisi puncak, sehingga tidak lama kemudian, harga sahamnya jatuh dan investor tadi rugi besar.

Mungkin pula investor tadi malah menjual saham terlalu dini. Hanya karena harga sahamnya naik cepat, maka investor tergiur cepat-cepat melepas sahamnya.

Apesnya, setelah dilepas, alih-alih turun, harganya justru lanjut naik, sehingga investor tadi melewatkan kesempatan emas untuk meraup keuntungan yang lebih besar.

Hal itulah yang membuat saya enggan berinvestasi di "saham panas". Saham demikian memang begitu menarik, sebab dalam waktu singkat harganya bisa naik puluhan hingga ratusan persen.

Siapapun yang berinvestasi di dalamnya sangat mungkin memperoleh keuntungan atau kerugian yang besar, bergantung pada posisi beli atau jual yang dilakukan. Makanya, berinvestasi di saham demikian sangat cocok bagi investor yang punya nyali besar.

Saham Panas/ sumber: https://www.nasdaq.com
Saham Panas/ sumber: https://www.nasdaq.com
Sebaliknya, karena kurang tertarik pada saham panas, maka saya lebih berminat berinvestasi di "saham dingin". Saham ini sebetulnya bukan saham yang jelek. Sejatinya ia adalah saham bagus, yang sedang mengalami masalah yang sifatnya sementara.

Masalahnya bisa berupa kinerja yang menurun atau tersangkut kasus yang masih bisa diselesaikan dengan baik. Karena terkena masalah tersebut, maka ada banyak investor yang menjauhinya. Alhasil, harga sahamnya pun turun, dan pada sebuah titik, harganya tidak ke mana-mana ("membeku") dalam jangka waktu yang lama.

Saham-saham inilah yang saya incar. Sebab, apabila suatu saat, masalah tadi dapat terselesaikan, maka harganya bisa bangkit seperti sebelumnya. Nanti, saya hanya perlu menjualnya kepada investor lain yang "berlomba" ingin membelinya.

Strategi ini sering disebut sebagai "kontrarian". Dalam sejumlah artikel dan buku, strategi ini kerap diterapkan oleh sejumlah investor hebat. Sebut saja Lo Kheng Hong, Warren Buffett, dan Peter Lynch. Dengan melakukan analisis secara cermat dan mengambil keputusan yang begitu berani, strategi ini sukses menghasilkan cuan jumbo bagi mereka.

Walaupun begitu, bukan berarti strategi ini bebas dari risiko. Salah satu risiko yang mesti ditanggung ialah kesiapan untuk menerima situasi terburuk yang mungkin saja muncul.

Hal ini bisa terjadi bukan tanpa alasan. Sebab, secermat apapun analisis yang sudah dilakukan investor, tetapi kalau masalah yang dialami perusahaan justru berkepanjangan dan bertambah buruk, sehingga perusahaan tersebut kemudian terancam mengalami kebangkrutan, maka alih-alih naik, harga sahamnya bakal terkapar di level terendah.

Jika "skenario" ini terwujud, maka investor yang bersangkutan harus siap kehilangan modal investasinya dalam jumlah yang besar!

Makanya, strategi ini belum tentu cocok diterapkan oleh semua investor. Risikonya cukup besar, sebanding dengan hasilnya. Oleh sebab itu, strategi ini mesti dijalankan dengan begitu hati-hati.

Ada berbagai cara yang bisa dilakukan supaya strategi ini bisa dijalankan dengan prinsip kehati-hatian. Salah satunya ialah berinvestasi di saham yang mempunyai neraca yang kuat.

Neraca semacam ini ditandai dengan jumlah utang yang lebih rendah dari ekuitasnya (Debt to Equity Ratio di bawah satu kali). Berinvestasi di perusahaan yang utangnya terkendali relatif lebih aman. Sebab, seperti kata Peter Lynch, perusahaan yang tidak punya utang tidak akan bangkrut.

Hal itulah yang membuat investor yang menerapkan strategi "kontrarian" bisa berinvestasi dengan tenang. Sebab, investor tadi sudah tahu bahwa selama jumlah utangnya terjaga, perusahaan yang sahamnya dibeli tidak akan ambruk, dan apabila kondisinya sudah membaik, maka harga sahamnya bisa terbang.

Berdasarkan uraian di atas, strategi "kontrarian" dalam berinvestasi saham sekilas mirip dengan Rambo. Karakter prajurit tangguh yang diperankan dengan begitu apik oleh Sylvester Stallone ini memang dikenal memiliki "nyali baja". Betapa tidak, ia berani masuk ke hutan sendirian, dan bertempur dengan banyak musuh!

Tentu saja, aksi Rambo boleh dibilang nekat. Namun, jika mengikuti alur ceritanya, maka akan terlihat, bahwa sebetulnya ia tidak hanya mempunyai keberanian yang besar, tetapi juga kecermatan dalam menganalisis situasi. Saya kira, tanpa keahlian demikian, sepertinya ia mustahil mampu menyelesaikan misi dengan baik.

Demikian pula "investor kontrarian". Investor tersebut tentunya tak hanya berani membeli saham yang diabaikan banyak orang, tetapi juga cukup terampil melakukan analisis.

Investor tersebut tahu hal itu lumayan berisiko, tetapi karena mampu mengelola saham-sahamnya dengan baik, maka risiko yang ditanggung bisa ditekan seminim mungkin. Makanya, jangan heran, ia sanggup menuntaskan misi investasinya dan meraup keuntungan yang jumbo.

Salam hangat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun