Terkadang saya sering merasa "gemas" terhadap strategi investasi yang dijalankan oleh teman saya. Sebab, ia kerap telat menjual saham, dan sering gagal memaksimalkan keuntungan yang sudah berada di depan mata.
Contohnya, belum lama ini, ia bercerita bahwa ia ingin melepas saham BBCA yang sudah disimpannya selama berbulan-bulan. Alasannya? Karena saham tersebut sedang dalam fase downtrend (turun).
Hal ini tentu saja membikin nilai keuntungannya menjadi tipis, mengingat ketika IHSG melaju kencang sepanjang bulan November 2020-Januari 2021, nilai keuntungan dari saham BBCA yang digenggamnya sanggup tembus 5 juta rupiah.
Namun, sekarang, karena harga saham tersebut terus ambyar ke level 31 ribuan, maka potensi keuntungannya tergerus hingga tersisa beberapa ratus ribu saja!
Sekiranya kasus demikian memang sering menimpa investor yang menggunakan strategi "trend following".
Strategi yang dijalankan dengan cara "membeli saham ketika investor lain ikut membeli, dan menjual saat yang lain ikut menjual" tersebut memang hanya akan menyisakan sedikit sekali keuntungan bagi siapapun yang telat melakukan "profit taking" (ambil untung).
Alhasil, jika terlambat sedikit saja, maka potensi keuntungan besar yang sudah berada di depan mata bisa "menguap" dalam waktu yang begitu cepat.
Mungkin saja investor yang bersangkutan membeli saham justru di posisi puncak, sehingga tidak lama kemudian, harga sahamnya jatuh dan investor tadi rugi besar.
Mungkin pula investor tadi malah menjual saham terlalu dini. Hanya karena harga sahamnya naik cepat, maka investor tergiur cepat-cepat melepas sahamnya.