Walaupun sudah beberapa tahun meninggalkan pasar cryptocurrency, namun pasar tersebut ternyata masih "membayangi" hidup saya sampai sekarang. Buktinya, beberapa waktu yang lalu, obrolan dengan seorang teman memantik kembali kenangan tentang trading cryptocurrency yang sempat saya lakoni pada tahun 2017 silam.Â
Obrolan tadi sebetulnya terjadi tanpa disengaja. Tiba-tiba saja, seorang teman menyapa saya via chat WhatsApp. Setelah sedikit berbasa-basi, ia kemudian bertanya kepada saya apakah saya masih "bermain" di pasar cryptocurrency. Saya jawab sudah tidak lagi berinvestasi di sana. Sebab, sekarang dana yang saya miliki mayoritas ditanamkan di pasar saham.Â
"O, gitu ya, gue baru masuk ke pasar crypto soalnya. Gue pikir lu ada main di crypto juga. Emang sih ini gue baru main tiga hari. Gue lihat di sini naiknya by issue aja. Kayak kemarin Elon Musk ada invest di Dogecoin. Naiknya langsung gila-gilaan, tapi kemudian drop gak lebih dari setengah hari," katanya lagi.
Saya kemudian menerangkan bahwa begitulah yang terjadi di pasar cryptocurrency. Pergerakan harganya cenderung dipengaruhi oleh sentimen semata, sehingga lumayan sulit memperkirakan tren harganya dari waktu ke waktu.Â
Makanya, kepada teman tadi, saya hanya memberi saran supaya berhati-hati, sebab setahu saya, pasar cryptocurrency sangat volatil, liar, dan kejam. Apabila lengah sedikit saja atau masuk pada waktu yang salah, maka ia bisa menanggung kerugian yang besar.
Obrolan tadi kemudian masih berlanjut ke topik lain, seperti broker yang dipilih, trend dalam jangka panjang, dan seterusnya. Namun, saya tidak akan membahasnya lebih lanjut di blog ini, sebab penjelasannya lumayan panjang dan agak teknis. Alhasil, dibutuhkan artikel tersendiri untuk memaparkannya.Â
Meski begitu, obrolan tersebut sudah cukup menguak sebuah pertanyaan yang cukup krusial:Â
"Apakah betul 2021 adalah tahun kebangkitan cryptocurrency, seperti Bitcoin, Dogecoin, dan sebangsanya?"Â
Pertanyaan tersebut lumayan sulit dijawab karena setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda tentang cryptocurrency.Â
Sebut saja Warren Buffett. Buffett adalah investor saham yang sangat terkenal dan cukup berpengaruh. Disebut demikian karena kata-kata Buffett lumayan sering dikutip dan dijadikan pedoman bagi banyak investor lainnya. Makanya, jangan heran, pandangan Buffett tentang sesuatu banyak didengarkan dan dipertimbangkan, sebelum seseorang membuat sebuah keputusan investasi.Â

Pandangan Buffett tadi tentu diutarakan bukan tanpa alasan. Pasalnya, kenyataan yang terlihat di "lapangan" memang demikian.Â
Harus diakui, Bitcoin cs memang tidak mempunyai fundamental yang jelas dan tidak bisa digunakan sebagai alat pembayaran, seperti sebelumnya, karena sejumlah negara sudah melarang penggunaan Bitcoin dalam transaksi apapun. Alhasil, kalau tidak punya fungsi apapun, maka bukankah Bitcoin dan sebangsanya tidak mempunyai nilai sama sekali?
Meski begitu, ada miliarder lain yang punya pandangan yang berseberangan dengan Buffett. Sebut saja Elon Musk. Bos Tesla dan SpaceX, yang saat tulisan ini dibuat, sedang duduk di puncak daftar orang terkaya di dunia ini malah menganggap bahwa Bitcoin memiliki prospek yang positif.

Pembelian tersebut tak hanya menjadikan Bitcoin sebagai instrumen investasi semata, tetapi juga sebagai akses transaksi bagi penjualan mobil listrik yang diproduksi Tesla. Oleh sebab itu, nantinya, mobil Tesla bisa dibeli dengan menggunakan Bitcoin.
Hal ini tentu saja "mengembalikan" fungsi Bitcoin sebagai mata uang. Namun demikian, keputusan Tesla tersebut belum banyak diikuti oleh perusahaan lain. Sejumlah perusahaan besar sepertinya masih ragu dengan kualitas Bitcoin. Alhasil, walaupun sudah diterima di Tesla, namun belum tentu pembayaran via Bitcoin bisa diakses di perusahaan lain.
Perbedaan pandangan di antara dua miliarder tersebut jelas menimbulkan kebingungan. Ibarat Drama Korea "Startup", perbedaan ini bisa membikin kalangan investor ikut "terbelah" menjadi dua kubu, yakni kubunya Buffett dan kubunya Musk.Â
Bagi kubu Buffett, Bitcoin cs bukanlah instrumen investasi yang baik, mengingat tidak ada nilai yang ditawarkan di dalamnya. "In terms of value: zero," tegas Buffett.Â
Lagi pula, sampai sekarang, belum ada negara yang melegalkan penggunaan Bitcoin sebagai mata uang, sehingga meskipun sudah terdapat perusahaan yang menerima Bitcoin untuk bertransaksi, namun kalau negara belum memberi "lampu hujau", maka bisa saja, sewaktu-waktu transaksi via Bitcoin dihapus oleh perusahaan tersebut.
Sementara, bagi kubu Musk, keberadaan Bitcoin jelas tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Alasannya sederhana. Kalau memang tidak ada nilainya seperti yang disampaikan oleh kubu Buffett, lantas mengapa Musk sampai berani mengeluarkan uang yang sangat besar untuk membeli Bitcoin?Â
Bukankah itu artinya ada suatu "potensi besar" dalam Bitcoin yang dilihat Musk untuk jangka waktu yang panjang, mengingat ia dikenal sebagai pebisnis futuristik karena berupaya menciptakan produk yang mendahului zamannya?
Alhasil, perbedaan inilah yang membikin prospek Bitcoin menjadi sulit diterka. Jadi, kalau ingin mengetahui prospeknya, maka sebaiknya kita tunggu saja perkembangannya lebih lanjut.
Salam.Â
Referensi:
CNBC
CNN Indonesia
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI