Sebelumnya ia masih menggenggam saham BRIS, yang dibelinya di harga 1400-an. Dengan menggunakan strategi "averaging up" yang tepat, ia mampu menambah porsi saham BRIS di portofolionya secara bertahap.
Dengan cepat, harga saham BRIS turun mengikuti laju IHSG. Pada titik itulah, ia mulai takut dan khawatir kalau-kalau penurunan harga yang tajam bakal menggerus atau bahkan menghilangkan potensi keuntungan yang sudah didapatnya. Alhasil, ia pun berkata pada saya, bahwa ia ingin menjual saham BRIS secepatnya.
Saya menyarankan supaya ia tetap menahan atau bahkan membeli lagi sahamnya di harga bawah ketika harganya turun, mengingat ketika peristiwa itu terjadi, fundamentalnya baik-baik saja.Â
Tidak perubahan yang negatif pada fundamentalnya, sehingga sebetulnya tidak ada alasan untuk melego sahamnya hanya karena IHSG sedang "sempoyongan". Namun, ia tidak mengikuti nasihat saya. Ia tetap menjual sahamnya, dan hanya menikmati keuntungan sekitar 20% saja.
Nah, yang menarik, pada hari ketika ia melepas semua sahamnya, IHSG malah rebound. Saham BRIS yang dijualnya mantul hingga di atas 10%. Andaikan lebih bersabar, tentu saja ia tidak akan mengalami "premature exit".Â
Ia memang sudah meraup untung dari saham tersebut, tetapi sayangnya, kalau saja ia menjualnya tepat ketika harganya naik kembali, bukankah keuntungannya bakal jauh lebih besar?
"Premature exit" yang dialami teman saya sebetulnya bisa dihindari atau diminimalkan jika ia membuat keputusan menjual saham dengan berpijak pada fundamental perusahaan.Â
Apabila fundamental perusahaan masih dalam kondisi oke, maka tidak ada alasan bagi kita untuk menjual saham hanya karena pasar saham sedang mengalami bearish. Lebih baik abaikan saja. Setelah situasinya menjadi tenang, maka harganya bakal kembali naik.
Meski begitu, membuat keputusan untuk menjual saham berdasarkan fundamentalnya bukan jaminan bahwa kita bisa terhindar dari "premature exit". Saya menjual INKP karena fundamentalnya terlihat melemah, tapi INKP malah terus melaju kencang beberapa kemudian. Saya tetap mengalami "premature exit", meski sudah membikin keputusan dengan berpijak pada fundamental.Â
Namun demikian, cara ini masih jauh lebih baik daripada menjual saham karena terbawa emosi sesaat. Sebab, dengan menggunakan strategi ini, kita mempunyai alasan yang jauh lebih kuat dalam memutuskan sesuatu ketimbang hanya berdasarkan emosi semata.Â