"Maaf Mas Dica, untuk orang yang sudah 'berumur' seperti saya apakah masih tepat berinvestasi saham?"
Pertanyaan di atas cukup sering berseliweran di kolom komentar sewaktu saya menulis topik tentang investasi saham di Kompasiana.
Bagi saya, pertanyaan tadi cukup "sulit" dijawab, mengingat saya belum mengetahui latar belakang dari orang yang bertanya tersebut, sehingga saya hanya bisa menjawab ala kadarnya saja.
Saya cukup khawatir apabila langsung memberikan jawaban yang diambil dari sudut pandang saya sendiri, maka hal itu bisa saja menyebabkan seseorang salah membuat keputusan investasi yang bisa berujung pada kerugian.
Sehubungan dengan persoalan usia, memang ada "kecenderungan" bahwa orang-orang yang sudah berumur di atas 50 tahun umumnya menjauhi pasar saham. Ada berbagai alasan yang menyebabkan hal tersebut.
Satu di antaranya ialah faktor keamanan finansial. Bagi orang-orang yang telah memasuki usia tua, keamanan finansial mungkin menjadi hal krusial yang patut dipikirkan.
Maklum, dalam usia tersebut, seseorang tidak akan seproduktif sebelumnya. Akan tiba waktunya bagi seseorang pensiun dari pekerjaannya.
Saat hal itu terjadi, maka orang tersebut mungkin akan "mengetatkan" segala macam pengeluaran, agar mampu terus bertahan hidup dalam jangka waktu yang panjang.
Makanya, hal-hal yang dianggap bisa "mengganggu" keamanan finansial, seperti berinvestasi saham, biasanya bakal dihindari.
Alasan lainnya, tidak semua orang mempunyai pengetahuan soal investasi saham.
Bagi orang-orang yang mempunyai latar pendidikan ekonomi, hal tersebut sepertinya tidak akan menjadi masalah, karena sewaktu kuliah, yang bersangkutan pasti pernah mempelajari laporan keuangan perusahaan.
Tanpa kemampuan untuk memahami dan menganalisis laporan keuangan, seseorang mungkin saja keliru membeli saham, sehingga investasinya bukannya untung, tetapi malah bisa rugi.
Namun, bagaimana dengan orang-orang yang latar pendidikannya berbeda?
Inilah yang jadi persoalan. Memang betul keterampilan dalam menafsirkan laporan keuangan bisa dipelajari. Ada berbagai macam buku, artikel, atau bahkan konten di media streaming, yang membahas hal tersebut.
Namun demikian, dalam usia yang relatif sudah tua, mampukah seseorang mempelajarinya dalam waktu singkat?
Belum lagi, agar berhasil dalam investasi saham, seseorang juga mesti mempunyai "jam terbang" yang lumayan banyak. "Jam terbang" ini sejatinya dipupuk lewat serangkaian pengalaman, yang didapat selama berinvestasi saham.
Berdasarkan pengalaman pribadi, setidaknya butuh waktu minimal satu-dua tahun untuk belajar berinvestasi saham. Dalam rentang waktu tersebut, seseorang bakal belajar mengenal dirinya dengan lebih baik.
Yang bersangkutan akan jadi tahu apakah ia termasuk orang yang tetap "santuy" meski pasar saham sedang anjlok gila-gilaan, ataukah ia tergolong orang yang gampang grogi hingga susah tidur karena terus memikirkan portofolionya yang berdarah-darah.
Pengalaman-pengalaman tadi penting diperoleh supaya orang tersebut terbiasa menghadapi drama yang terjadi di pasar saham.
Tanpa pengalaman tersebut, seseorang bakal sulit mengendalikan emosinya manakala pasar saham sedang "bergejolak", sehingga cenderung membuat keputusan yang bisa merugikan diri sendiri.
Makanya, menurut saya, dalam berinvestasi saham, mempunyai pengalaman yang banyak sama pentingnya dengan memiliki pengetahuan yang mumpuni.
Namun demikian, persoalannya adalah apakah orang-orang yang sudah berusia "senja" masih sanggup menjalani semua pengalaman tersebut hingga menjadi cukup terampil dalam berinvestasi saham?
***
Atas dasar itulah, saya pikir, berinvestasi saham itu idealnya dilakukan sewaktu masih muda. Alasannya sederhana saja, yakni karena anak muda mempunyai cukup banyak waktu untuk belajar dan berlatih dalam berinvestasi saham.
Dengan demikian, orang-orang yang berusia muda mempunyai kesempatan yang jauh lebih baik daripada orang-orang yang berusia lanjut.
Contoh yang memperlihatkan hal ini bisa dijumpai dalam kehidupan Warren Buffett. Harus diakui, Buffett adalah salah satu investor yang paling terkenal dan terkaya di dunia.
Uniknya kekayaan buffett yang luar biasa besar tidak berasal dari berjualan suatu produk tertentu, tetapi dari berinvestasi saham. Sudah sejak lama ia "hobi" mengeruk banyak uang dari pasar saham.
Pada umur 11 tahun, ia telah mulai berinvestasi saham kecil-kecilan. Karena melihat sebuah prospek yang bagus, maka ia kemudian memutuskan menggeluti dunia saham sepanjang hidupnya.
Keputusan ini ternyata tidak keliru. Sejarah sudah membuktikannya.
Jika mencermati perjalanan hidup buffett, maka kita akan mengetahui bahwa keunggulan utama yang dimilikinya ialah ia telah mulai mengenal saham lebih awal dibandingkan anak-anak seusianya.
Saat anak-anak lain sibuk bermain, Buffett tekun mempelajari investasi saham. Selama bertahun-tahun ia terus menimbun pengalaman dalam berinvestasi, sehingga setelah menginjak umur 20-an, ia telah cukup "matang" sebagai investor yang andal.
Makanya, jangan heran kalau hal itulah yang kemudian membuatnya begitu sukses dalam investasi saham. Pengalaman-lah yang membedakan Buffett dengan investor lain. Andaikan ia begitu terlambat berinvestasi saham, maka hasilnya tentu akan sangat berbeda.
Kalau begitu, apakah tidak ada harapan lagi bagi orang yang sudah "berumur" untuk mendalami investasi saham? Jawabannya sebetulnya ada.
Kalaupun orang tersebut terhalang oleh usia, bukankah masih ada generasi penerus yang jauh lebih muda dan punya cukup banyak kesempatan untuk dikenalkan dengan investasi saham?
Alhasil, meskipun belum bisa berinvestasi secara langsung, namun dengan mengenalkan anak-cucuknya dengan dunia saham, maka secara tersirat, seseorang sebetulnya sudah mengajarkan sebuah kecerdasan finansial, yang mungkin saja dapat menolong kehidupan mereka kelak.
Dengan demikian, keterbatasan usia sebetulnya bukanlah halangan, asalkan ada kemauan yang begitu kuat untuk menyelami sebuah "samudera" yang bernama pasar saham.
Salam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI