Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

"Metamorfosis" Karier Jakob Oetama, dari Menjadi Guru SMP hingga Menjelma Pengusaha Media

9 September 2020   18:26 Diperbarui: 12 September 2020   08:15 1016
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jakob Oetama dan PK Ojong saat Mendirikan Intisari/ sumber: vik.kompas.com

Dalam menjalankan bisnis medianya, Ojong tampaknya begitu "berani". Buktinya, meskipun kedua media tadi cukup terkenal pada zamannya, namun nasibnya berakhir dengan pembredelan. Keduanya tidak disukai karena dianggap terlalu "vokal" mengkritik kebijakan Pemerintah Orde Lama.

Walau begitu, Ojong pantang menyerah. Pada tahun 1963, ia mengajak Jakob untuk mendirikan majalah Intisari. Majalah ini diterbitkan pertama kali pada tanggal 17 Agustus 1963.

Seperti "saudara tua"-nya yang sudah almarhum, konten yang terdapat di majalah ini pun cukup kritis. Namun demikian, karena terjadi peralihan kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru, majalah ini berhasil selamat dan terus berkembang.

Jakob Oetama dan PK Ojong saat Mendirikan Intisari/ sumber: vik.kompas.com
Jakob Oetama dan PK Ojong saat Mendirikan Intisari/ sumber: vik.kompas.com
Di sela kesibukannya dalam mengelola Intisari, PK Ojong dan Jakob turut merintis harian Kompas. Harian ini dibentuk menjadi media yang netral di masyarakat. Maklum, pada waktu itu, media-media yang tersedia umumnya hanya dipakai untuk menyuarakan kepentingan golongan tertentu.

Nyaris tidak ada media yang menyajikan berita secara faktual tanpa dibumbui oleh sebuah propaganda. Untuk mengimbangi banyaknya media tersebut, diterbitkanlah harian Kompas, yang mulai "menyapa" masyarakat pada 28 Juni 1965.

Harian ini kemudian berkembang cukup baik. Namun demikian, nasibnya ternyata belum begitu "aman" karena pada tahun 1978 sempat terancam diberangus karena kontennya dinilai "kelewat ketus" dalam menyoroti kebijakan pemerintah.

Pemberangusan mungkin menjadi "momok" yang menakutkan bagi pengusaha media, seperti Jakob. Namun, yang lebih dicemaskannya mungkin adalah kematian PK Ojong pada 31 Mei 1980.

Maklum, selama mengasuh Intisari dan Kompas, haluan bisnis yang dijalankan lebih banyak diatur oleh Ojong, sementara Jakob lebih banyak berkutat di wilayah redaksional. Alhasil, setelah sahabatnya tiada, maka Jakob mengemban tanggung jawab ganda.

Biarpun awalnya terkesan berat dilaksanakan, toh Jakob sukses menjalaninya. Bakatnya sebagai wirausaha mulai terlihat dan terasah. Sebagai seorang direktur perusahaan yang sedang berkembang, ia menyadari bahwa bisnis merupakan sesuatu yang "rapuh".

Meskipun penjualan terus meningkat, namun hal itu bukanlah jaminan kelanggengan bisnis Kompas. Ia mesti menerapkan sebuah strategi tertentu demi menjaga keberlangsungan usaha dalam jangka panjang.

Jakob pun melakukan diversivikasi bisnis. Ia mulai merambah bisnis lain di luar bisnis media. Diversifikasi ini sebetulnya sudah dilaksanakan sejak tahun 1970-an dengan mendirikan Toko Buku Gramedia pada 2 Februari 1970. Alasan pendiriannya terbilang sederhana. Jika Intisari dan Kompas dibredel, maka masih ada bisnis lain yang bisa menjadi sumber penghidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun