Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Bea Materai Rp 10.000 Bikin Trading Saham Tambah Mahal?

7 September 2020   07:05 Diperbarui: 7 September 2020   12:29 1803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keputusan pemerintah yang mengesahkan kenaikan bea materai pada tahun 2021 "menyulut" obrolan yang panjang di sebuah forum investor saham. Maklum, kenaikan tersebut bakal berdampak pada transaksi saham yang dilakukan oleh investor.

Sebab, investor, terutama yang "hobi" melakukan trading saham, mesti menyiapkan "uang ekstra" untuk membayar ongkos bea materai minimal 10 ribu rupiah untuk setiap transaksi saham yang bernilai di atas lima juta rupiah.

Bea materai itu mungkin terlihat "kecil" bagi investor yang mempunyai modal besar. Namun, bagi investor ritel, khususnya yang sehari-hari begitu aktif memperjualbelikan saham, biaya tersebut bisa terasa cukup "membebani".

Hal ini wajar terjadi mengingat dalam sehari, para investor yang suka trading saham secara "tiktok"-an bisa melakukan transaksi beberapa kali pada beberapa saham sekaligus. Dengan demikian, tinggal dihitung saja, seberapa banyak biaya materai yang mesti dikeluarkan atas transaksi tersebut.


Tentu saja bea materai ini akan menambah beban biaya, yang mesti ditanggung investor dalam berinvestasi saham. Pasalnya, di luar biaya materai tadi, masih ada lima biaya lain yang dikenakan, yakni sebagai berikut.

1. Transaksi Saham

Biaya pembelian atau penjualan sebuah saham disesuaikan dengan harga yang tercantum pada saat investor melakukan transaksi. Misalnya, dalam sebuah sesi perdagangan, saham ABCD ditransaksikan dalam rentang harga 900 s.d. 1100 rupiah per lembar.

Rentang harga ini wajar terjadi, mengingat penawaran dan pemintaan atas sebuah saham cenderung berganti dengan begitu cepat. Makanya, jangan heran, dalam sehari, harga saham bisa naik-turun dengan sangat dinamis.

Nah, katakanlah pada waktu itu, kita ingin membeli saham tersebut sebanyak 100 lot (10.000 lembar saham). Setelah mengamati pergerakan harganya, kita sepakat untuk memasang harga pembelian di angka 1000 rupiah.

Dengan harga tersebut, saham yang ingin dibeli belum tentu langsung diperoleh, selama belum ada investor lain yang ingin menjual sahamnya di harga tersebut. Agar bisa mendapatkan saham ABCD di harga yang diinginkan, kita bisa memilih apakah terus menunggu dengan sabar sampai ada investor yang sepakat dengan harga yang kita patok atau mengganti harga beli, sesuai dengan harga jual yang diinginkan oleh investor lain.

Singkat cerita, katakanlah kita memilih bersabar, dan ternyata ada investor lain yang "ikhlas" melepas sahamnya di harga yang kita pasang. Alhasil, terjadilah perpindahan saham senilai 1000 rupiah per lembar dari investor tersebut kepada kita.

Karena jumlah lot yang ditransaksikan sebanyak 100 buah, maka harga yang mesti kita bayar untuk membeli saham tadi sebesar 10 juta rupiah (10.000 lembar saham x 1000 rupiah).

Hal yang sama juga berlaku apabila kita menjual sebuah saham. Harganya pun disesuaikan dengan kesepakatan di antara pelaku pasar. Oleh sebab itu, besaran harga yang mesti kita bayar atau kita terima bergantung pada harga transaksi yang disepakati, bukan pada harga pembukaan atau penutupan sebuah saham. 

2. Commission (Komisi Pialang Saham)

Meskipun besaran nominalnya bergantung pada nilai transaksinya, namun biaya tersebut belum "bersih", karena masih ada ongkos komisi yang mesti kita bayar kepada pialang saham (broker). Komisi ini sifatnya wajib untuk setiap pembelian maupun penjualan saham.

Ilustrasi Komisi/ sumber: commissionly.io
Ilustrasi Komisi/ sumber: commissionly.io
Biarpun begitu, biayanya tidaklah besar, hanya nol koma sekian persen dari transaksi saham yang dilakukan. Tarif komisinya juga berbeda untuk setiap transaksi. Komisi untuk pembelian saham umumnya lebih kecil nilainya daripada penjualan saham.

Besaran tarifnya pun tidak mutlak untuk setiap pialang saham. Investor yang mempunyai modal besar, katakanlah miliaran rupiah, bisa melakukan negosiasi tarif komisi dengan pialang, sehingga berkesempatan memperoleh harga yang lebih murah daripada biasanya.    

3. Value Added Tax (Pajak Pertambahan Nilai)

Tak hanya di pusat perbelanjaan atau restoran, Value Added Tax alias PPN juga dikenakan untuk transaksi saham. Jika dibandingkan dengan komisi pialang saham, maka nilai PPN dalam transaksi saham lebih kecil, hanya 10% dari tarif komisi.

4. Idx Fee (Biaya Bursa Efek Indonesia)

Selain semua biaya di atas, sebagai investor, kita juga wajib membayar fee kepada Bursa Efek Indonesia (BEI). Fee tersebut dikenakan karena pada dasarnya, BEI juga merupakan sebuah perusahaan yang bertujuan mencari keuntungan.

Ilustrasi Bursa Efek Indonesia/ sumber: beritasatu.com
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia/ sumber: beritasatu.com
Dari keuntungan yang dipeoleh tadi, BEI bisa menjaga keberlangsungan bisnis dan melakukan ekspansi. Oleh sebab itu, fee yang disetorkan investor kepada BEI sebetulnya bermanfaat juga untuk kemajuan bursa efek di Indonesia. 

5. Selling Tax (Pajak Penjualan)

Sesuai namanya, Selling Tax hanya berlaku ketika investor menjual saham. Pajak ini wajib dibayarkan baik dalam kondisi investor jual untung maupun jual rugi.

***

Jika kita melihat daftar biaya yang sudah disebutkan sebelumnya, terdapat kesan bahwa untuk setiap transaksi saham yang dilakukan, ternyata "dana ekstra" yang mesti disiapkan oleh investor tidaklah kecil. Oleh sebab itu, kalau nanti sampai dikenakan biaya lagi untuk materai, maka boleh jadi jumlahnya bakal "membengkak".

Meski begitu, persoalan tersebut masih bisa disiasati dengan beberapa cara. Salah satunya adalah dengan meminimalkan aktivitas trading. Bagi investor yang telanjur keranjingan jual-beli saham dalam hitungan jam atau hari, mungkin hal ini sulit dilakukan. Namun, jika ingin menghemat biaya, maka mau-tidak mau hal ini mesti dicoba.

Cara lainnya ialah dengan melakukan transaksi di bawah 5 juta rupiah. Mungkin cara ini lebih cocok untuk investor yang bermodal kecil. Sebab, dengan bertransaksi saham secara kecil-kecilan, maka investor yang bersangkutan tidak perlu keluar uang untuk bayar ongkos materai. Alhasil, transaksi yang dilaksanakan pun bakal jauh lebih irit.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun