Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

4 Cara Atasi Rasa Takut dalam Berinvestasi Saham

8 Agustus 2020   07:14 Diperbarui: 10 Maret 2021   10:48 2093
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengelola rasa takut dan lakukan analisis sebelum memutuskan berinvestasi saham| Sumber: Tribunnews/Irwan Rismawan.

Artikel ini sebetulnya "berangkat" dari pengalaman teman saya yang masih takut berinvestasi saham meskipun beberapa minggu sebelumnya ia sudah membuka akun di sebuah sekuritas. 

Alasannya sebetulnya cukup umum, yakni takut rugi. Ketakutan tersebut memang jamak terjadi, terutama bagi investor yang baru menjajal investasi saham.

Saya pun demikian dulu. Pada awal-awal berinvestasi saham, saya juga sempat risau dengan pilihan saham yang saya koleksi. Terpikir oleh saya, jangan-jangan saya keliru dalam memilih saham, sehingga alih-alih naik, nanti harganya malah turun. Kalau hal itu sampai terjadi, maka bisa minus uang yang saya tanamkan!

Meski begitu, seiring bertambahnya pengalaman, saya jadi terbiasa dengan fluktuasi harga saham. Jika dulu ketika harga saham yang saya beli minus 8%, jemari saya sudah "gatal" ingin memencet tombol "sell" di aplikasi sekuritas, maka sekarang selebar apapun minusnya, saya tetap kalem.

Hal ini bisa terjadi karena saya sudah mengerjakan "pekerjaan rumah" saya sebaik mungkin. Saya sudah membaca laporan keuangan. Saya sudah mencari semua informasi terkait perusahaan yang sahamnya akan saya beli.

Saya sudah memeriksa kualitas manajemennya. Saya sudah mengukur valuasi harganya. Singkatnya, saya sudah melakukan riset yang cukup mendalam, sehingga timbul keyakinan yang kuat dalam diri saya bahwa saham ini sangat layak dibeli.

Oleh sebab itu, meskipun setelah dibeli harganya ternyata malah turun, namun saya menganggap bahwa penurunan tadi bersifat sementara. Dalam jangka panjang, katakanlah dalam hitungan minggu atau bulan, harganya bakal naik seiring membaiknya fundamental perusahaan.

Alhasil, jika sudah melakukan riset sebelumnya, maka apapun kondisi pasar yang terjadi, kita tetap bisa tidur dengan tenang, tanpa khawatir memikirkan "nasib" saham yang kita pegang.

Beda ceritanya kalau kita beli saham hanya karena dapat rekomendasi dari orang lain, atau asal tebak saja. Maka, ketika pasar sedang bergolak, kita akan terus memikirkan kerugian yang bakal ditanggung atau salah mengambil keputusan yang ujung-ujungnya hanya bakal menyusahkan diri sendiri.

ilustrasi rasa takut/ sumber: https://www.bizjournals.com
ilustrasi rasa takut/ sumber: https://www.bizjournals.com
Nah, agar terhindar dari hal tersebut, kita mesti belajar mengelola rasa takut dalam berinvestasi saham. Berdasarkan pengalaman, setidaknya ada 4 cara yang bisa dicoba.

1. Berinvestasilah untuk Jangka Panjang

Mungkin ini terdengar agak "aneh", tapi semakin lama kita berinvestasi, maka semakin kecil risiko yang kita alami. Hal ini bisa terjadi bukan tanpa alasan, mengingat pertumbuhan sebuah perusahaan biasanya akan terlihat dalam jangka panjang.

Ada sebuah contoh sederhana yang menegaskan hal tersebut. Ingat pernikahan Idunk Ace Pradana yang sempat bikin heboh pada tahun 2017 karena yang bersangkutan menjadikan saham Sido Muncul sebagai mas kawin?

Pada waktu itu, Idunk membeli saham SIDO di harga Rp 555 sebanyak 500 lot (Rp 27 jutaan). Saham tersebut tak hanya berfungsi sebagai persyaratan pernikahan, tetapi juga instrumen investasi bagi keduanya.

Keputusan Idunk dalam memilih saham SIDO ternyata tepat. Sebab, dari tahun ke tahun, perusahaan ini mampu bertumbuh secara konsisten. Labanya meningkat secara berkala sehingga harga sahamnya pun terus naik.

Kini saham SIDO dihargai 1400-an. Itu artinya kalau Idunk dan istrinya masih menyimpan saham SIDO yang dibeli tiga tahun silam, maka mereka sudah mengantongi untung  sekitar 180% atau senilai Rp 50 juta lebih!

Dengan kenaikan harga sebesar itu, risiko investasi yang ditanggung Idunk dan istrinya nyaris nol persen. Sebab, dengan kinerja yang begitu ciamik seperti sekarang, hampir mustahil harga sahamnya balik turun ke harga Rp 555.

Makanya, jika ingin "mengusir" ketakutan dalam berinvestasi saham, milikilah horison investasi jangka panjang. Sudah terbukti bahwa dalam jangka panjang pertumbuhan saham mampu menghasilkan keuntungan yang besar dengan tingkat risiko yang sedemikian kecil.

2. Mulai dengan Modal yang Kecil

Saya bukan investor yang suka membeli saham sekaligus. Jika tertarik pada sebuah saham, maka biasanya saya membeli dengan cara mencicil. Modal awal yang saya pakai juga kecil. Saya baru akan menambah porsi saham yang saya punya jika harganya kemudian diapresiasi oleh investor lain.

Walaupun bisa mengurangi perolehan capital gain kalau harganya naik, namun cara ini merupakan bagian terpenting dari strategi saya. Saya lebih nyaman membeli saham secara bertahap karena hal ini bisa mengurangi kekhawatiran kalau-kalau harganya ternyata turun.

Selain itu, dengan cara ini, saya juga mempunyai kesempatan membeli lagi di harga yang lebih murah andaikan terjadi penurunan harga. Dengan demikian, saya bisa memperbaiki posisi beli sebelumnya, sehingga andaikan harganya kemudian naik, maka tingkat keuntungan yang saya dapat juga akan lebih besar.

3. Jangan Beli Saham Pakai Utang

Membeli saham sebaiknya memakai "uang dingin", yang memang sengaja didiamkan begitu saja. Hal ini jauh lebih aman daripada menarik utang untuk memborong saham.

Meskipun tidak ada aturan yang baku, namun menggunakan utang untuk berinvestasi saham hanya akan menimbulkan masalah yang serius, terutama kalau harga saham sedang turun dan pihak bank terus menelepon untuk menagih pembayaran utang. Oleh sebab itu, jangan memakai utang dalam berinvestasi saham.

Hal itulah yang menjadi "barometer" saya dalam mengelola portofolio saham. Andaikan harga saham yang saya pegang turun, dan saya tertarik membeli di harga bawah, maka alih-alih meminjam uang kepada orang lain, saya lebih suka melakukan rotasi terhadap saham-saham yang saya miliki.

Caranya, saya menjual saham tertentu yang kinerjanya menurun, lalu membelanjakan uangnya untuk membeli saham lain yang menurut saya layak dibeli tadi. Alhasil, dengan cara ini, saya hanya mengandalkan modal yang saya miliki tanpa perlu mempunyai utang, serta mampu menurunkan derajat ketakutan dalam berinvestasi saham.

4. Fokus pada Fundamental Perusahaan

Setiap hari perdagangan, harga saham cenderung berubah, terkadang naik, terkadang turun. Ini sebetulnya sesuatu yang wajar. Nah, yang bikin cemas adalah kalau naik-turunnya saham terjadi dalam waktu yang begitu cepat.

Bagi investor yang belum terbiasa mengalami peristiwa demikian, maka bisa saja timbul rasa waswas yang berlebihan. Investor yang bersangkutan mungkin saja khawatir kalau harga saham yang dibelinya akan turun dalam waktu singkat, dan ia bisa menderita kerugian karena telat menjual.

Untuk mengatasi persoalan tersebut, saran saya, abaikan saja fluktuasi harga yang terjadi. Fokuslah pada fundamental perusahaan, sebab kualitas fundamental inilah yang bakal memengaruhi harga saham dalam jangka panjang.

Oleh sebab itu, kalau harga sahamnya turun, sementara setelah kita analisis ternyata fundamental perusahaannya baik-baik saja, maka buat apa merasa cemas? Toh, penurunan tersebut sifatnya sementara, dan suatu saat akan berlalu. Pada akhirnya, harga saham akan mengikuti fundamentalnya.

Untuk itulah, perlu dilakukan analisis fundamental yang cermat sebelum kita membeli saham. Analisis inilah yang menjadi "lampu" yang memandu kita dalam mengarungi "samudra" perubahan harga di pasar modal. 

Tanpa berpedoman pada analisis ini, kita akan cenderung gegabah mengambil keputusan, sebab semua keputusan yang dilakukan lebih banyak dipengaruhi oleh kondisi pasar semata.

***

Seperti "pameo" yang sudah begitu sering digaungkan bertahun-tahun yang lalu, pasar saham umumnya hanya mengenal dua macam perasaan, yakni ketamakan dan ketakutan. Ketamakan umumnya muncul dalam pasar yang sedang bullish, sementara ketakutan hanya akan menebar teror tatkala pasar sedang bearish.

Dalam situasi demikian, orang-orang yang membeli saham tanpa melakukan analisis secara cermat biasanya akan mengobral saham yang dimilikinya untuk meminimalkan kerugian. 

Mereka khawatir harganya akan turun semakin dalam, biarpun belum tentu hal itu bakal terjadi. Alhasil, keputusan yang diambil dalam kondisi panik tadi umumnya hanya akan merugikan diri sendiri.

Supaya terhindar dari kerugian demikian, kita seyogyanya mesti mampu mengendalikan rasa takut. Hal ini memang agak susah dilakukan, mengingat perubahan situasi yang ekstrem di pasar saham bisa menciptakan kepanikan yang menyebar dengan begitu cepat.

Meski begitu, bukan berarti hal itu mustahil dilakukan. Asalkan sudah mempunyai jam terbang yang tinggi, sefluktuatif apapun kondisi pasar saham, maka investor yang bersangkutan bisa bersikap tenang dalam mengambil keputusan, sehingga kerugian yang dialami bisa saja dibalikkan menjadi keuntungan.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun