Nama PS Store mendadak mencuat di jagat maya setelah pemiliknya, Putra Siregar, diciduk petugas Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan. Putra diduga melakukan tindak pidana kepabeanan dengan menjual ponsel ilegal.
Meskipun Putra menyangkal tuduhan tersebut karena merasa dirinya sudah "dijebak" sebelumnya, namun petugas tetap melanjutkan kasus tersebut ke ranah hukum.
Alhasil, sejumlah uang dan ponsel yang dijajakan di PS Store pun disita dan Putra dijadwalkan menjalani persidangan pada bulan depan.
Sebelum tersandung kasus tersebut, Putra dikenal sebagai pengusaha yang cukup sukses. Ia merupakan "bandar" ponsel premium yang sering membandrol miring barang dagangannya.
Dalam memasarkan dagangannya, Putra kerap menggunakan berbagai macam strategi. Tak hanya di sejumlah toko miliknya, ia juga cukup sering memberikan beragam promo menarik di akun media sosialnya.
Jika melongok akun medsosnya, maka kita akan menemukan "banjir" promo di setiap postingannya, mulai dari diskon hingga give away.
Selain itu, Putra juga sering "menggandeng" beberapa artis dan influencer dalam memperkenalkan produknya. Hal ini tentu saja mendongkrak popularitasnya dengan cepat.
Jadi, jangan heran kalau toko PS Store-nya kemudian jadi begitu terkenal dan sering diserbu oleh masyarakat yang ingin membeli "ponsel bintang lima" dengan "harga kaki lima".
Strategi marketing yang diterapkan oleh PS Store mengingatkan saya pada strategi marketing yang dilakukan Jouska dalam memasarkan produknya. Meskipun model bisnis keduanya berbeda, namun "jurus" marketing yang pakai ternyata mirip, yakni mengoptimalkan media sosial.
Ada berbagai media sosial yang digunakan oleh keduanya, mulai dari Instagram hingga Youtube.