Aku Ingin
aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya debu
aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
Tak hanya puisi, Sapardi juga diketahui menulis novel. Salah satu novelnya yang sudah diterbitkan ialah Hujan Bulan Juni. Novel ini terinspirasi dari puisi ciptaannya yang berjudul sama.
Novel ini mengupas kisah percintaan dari sejoli bernama Sarwono dan Pingkan yang berbeda suku. Perbedaan inilah yang memicu konflik dan menggulirkan alur di dalam novel tersebut.
Jika dicermati, perbedaan yang terjadi antartokoh di novel tadi ibarat "anomali" dalam puisi Hujan Bulan Juni. Seperti diketahui, bulan Juni merupakan salah satu periode pada musim kemarau. Jarang sekali turun hujan pada bulan tersebut. Jadi, kalau ada hujan yang turun pada bulan itu, maka peristiwa itu dianggap sebagai sesuatu yang "aneh".
Meski begitu, di tengah "anomali" tadi, ada sebuah keintiman yang "tercipta". Bahwa di tengah perbedaan, masih ada sesuatu yang bisa menyatukan, yakni cinta, seperti yang terlukis dengan begitu "dalam" pada baris-baris lirik berikut.
Hujan Bulan Juni
tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
Sayangnya, kita tidak bisa lagi meresapi puisi-puisi Sapardi yang sangat kalem itu. Sebab, setelah sebulan kondisi kesehatannya menurun, Sapardi berpulang pada hari ini.Â