Memegang saham BRI Syariah (BRIS) memang bisa bikin "sport jantung". Sebab, pada awal pekan ini, harganya mendadak "loncat" puluhan persen. Kenaikan ini terjadi bukan tanpa sebab. Jika diselidiki lebih dalam, maka baru diketahui bahwa pemicu melambungnya harga saham tersebut adalah rencana Menteri BUMN Erick Thohir untuk melakukan merger beberapa bank syariah milik pemerintah.
Merger tadi sejatinya bertujuan memperkuat industri perbankan syariah. Kalau beberapa bank syariah, seperti BRI Syariah, BNI Syariah, dan Bank Syariah Mandiri, dilebur menjadi satu, maka akan tercipta "super bank syariah" yang mempunyai aset jumbo, yakni sebesar 207 triliun rupiah! Dengan aset sebanyak itu, super bank tadi akan menjadi market leader di industrinya.
Lantas, bagaimana dengan prospek bisnisnya? Meskipun bisnis bank syariah mempunyai regulasi yang lebih ketat daripada bank konvesional lainnya, karena semua pengelolaan dan penyaluran kreditnya mesti memenuhi prinsip-prinsip syariah, namun, saya memandang bahwa prospek industri perbankan syariah cukup cerah.
Alasannya sebetulnya sederhana, karena Indonesia memiliki jumlah penduduk beragama Islam yang besar dan belum banyak penduduk yang memanfaatkan layanan perbankan syariah. Alhasil, pangsa pasar bagi perbankan syariah sebetulnya begitu luas, sehingga masih ada cukup ruang untuk berkembang pada masa depan.
Nah, kasus pertama bisa terjadi kalau salah satu bank syariah yang akan dimerger ditunjuk sebagai pengelola utama. Hal ini biasanya dipilih berdasarkan besaran aset yang dimiliki oleh masing-masing perusahaan. Perusahaan yang mempunyai aset terbesar umumnya akan menjadi "poros" bagi perusahaan lainnya dalam sebuah merger.
Jika ditelisik dari jumlah asetnya, maka Bank Syariah Mandiri-lah yang berpeluang menjadi pengelola utama dari super bank yang akan dibentuk. Maklum, Bank Syariah Mandiri memiliki aset sebesar 114 triliun rupiah, lebih banyak dari BNI Syariah (51 triliun) dan BRI Syariah (42 triliun).
Dengan aset sebesar itu, Bank Syariah Mandiri berpeluang menjadi perusahaan inti dari merger yang akan dilakukan. Alhasil, kalau hal itu terjadi, maka semua aset BNI Syariah dan BRI Syariah akan dialihkan ke bank mandiri syariah, dan keduanya akan berubah nama sesuai dengan induknya.
Sementara, kasus kedua terjadi manakala ketiga bank syariah tadi sepakat membentuk sebuah perusahaan baru. Apabila skenario ini yang berlaku, maka ketiganya akan berganti nama dengan perusahaan baru. Meskipun mampu meminimalkan konflik kepentingan, namun keputusan ini bukan tanpa risiko.
Risiko yang mungkin muncul di antaranya adalah kesulitan dalam membangun brand. Hal ini bisa dimaklumi, sebab sebelum marger, ketiga bank tadi sudah memiliki brand yang kuat.
Brand BRI Syariah misalnya begitu lekat dengan pembiayaan UMKM; BNI Syariah dengan pendidikan; dan Bank Syariah Mandiri dengan korporasi. Makanya, dengan menciptakan perusahaan baru, manajemen mesti merintis brand yang menjadi ciri khas dari bisnis yang dijalani.
Sementara, hal lain yang juga mesti diperhatikan adalah proses merger yang bakal dilaksanakan. Kalau ketiga bank tadi bukan perusahaan publik, maka proses merger tentu akan lebih mudah, sebab tidak perlu menarik semua saham yang beredar dan melakukan Go Private.
Namun, yang jadi persoalan, salah satu bank tadi, yakni BRI Syariah, sudah melepas sahamnya di Bursa Efek Indonesia. Oleh sebab itu, jika dimerger dengan bank lain, maka BRI Syariah mesti melakukan "tender offer".
"Tender offer" adala penawaran untuk membeli saham di atas harga pasar dengan pembayaran tunai, sekuritas, atau keduanya. Pembelian saham dengan harga premium tersebut mesti dilakukan agar investor mau melepas saham yang dipegangnya.
Kemungkinan terjadinya tender offer inilah yang kemudian membuat saham BRI Syariah begitu banyak "diserbu" investor. Kalau tender offer tadi jadi dilakukan, maka investor akan mendapat "capital gain" yang besar, karena BRI Syariah bersedia membeli sahamnya dengan harga yang lebih tinggi dari harga pasar.
Wacana merger bank syariah sebetulnya sudah mengemuka sejak era Menteri BUMN sebelumnya. Namun, karena satu dan lain hal, wacana itu belum bisa diwujudkan. Setelah sekian lama, wacana itu kembali diembuskan oleh Erick Thohir.
Biarpun kini rencana merger tadi masih dikaji, namun Erick tampaknya mempunyai tekad yang kuat untuk mewujudkannya. Jika tidak ada aral rintangan, maka pada tahun 2021, merger itu boleh jadi akan terlaksana, dan akan tercipta "super bank syariah" yang siap melayani masyarakat luas.
Salam.
Referensi:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H