Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Jualan Uang Koin "Kelapa Sawit" Bisa Untung Rp 100 Juta?

19 Juni 2020   09:01 Diperbarui: 19 Juni 2020   15:39 994
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Uang koin Rp 1000 bergambar kelapa sawit| Sumber: kupang.tribunnews.com

“Gila! Uang koin kelapa sawit dijual seharga 100 juta Rupiah per keping?”

Demikian komentar yang terlintas di benak saya saat membaca berita tentang harga jual uang kuno tersebut di sejumlah ecommerce. Berita tadi memang lumayan ramai dibicarakan oleh para warganet, mengingat ada cukup banyak orang yang menjual koin pecahan 1000 Rupiah tadi dengan harga fantastis!

Mungkin “penggelembungan” harga tadi hanyalah sebuah “gimmick” yang sengaja diciptakan untuk mendongkrak nilai jual koin tersebut di pasaran. Maklum, kalau menjadi viral, maka bukan mustahil, akan ada banyak orang yang merasa penasaran dan tertarik memburunya. 

Alhasil, sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran, maka harga pasarannya pun berpeluang meningkat.

Namun demikian, jelas kenaikan harga tadi merupakan sebuah spekulasi yang cukup “berbahaya”. Jika hal ini berlangsung cukup lama, bisa saja, akan ada orang yang menjadi “korban” atas aksi spekulasi tersebut.

Jika berkaca pada kasus yang sudah-sudah, maka hal ini tentu mungkin saja terjadi. Ingat fenomena batu akik yang sempat bikin heboh beberapa tahun lalu? Pada waktu itu, saya ingat, batu akik begitu banyak dibicarakan dan digandrungi.

Penjual batu akik mendadak menjamur dalam waktu singkat, orang-orang ramai mengoleksi batu akik, dan harga batu akik pun sempat melambung tinggi. Mulai dari ratusan ribu hingga ratusan juta Rupiah!

batu akik/ sumber: finance.detik.com
batu akik/ sumber: finance.detik.com
Meskipun dulu begitu “fenomenal”, namun ternyata tren batu akik tidak bertahan lama. Seiring berjalannya waktu, selera masyarakat mulai berubah, batu akik pelan-pelan ditinggalkan, hingga akhirnya harga jualnya pun ikut merosot tajam.

Sampai tulisan ini dibuat, saya belum lagi mendengar kabar bahwa ada orang yang bersedia menggelontorkan banyak dana hanya untuk membeli sebuah batu.

Boleh jadi, koin kelapa sawit yang sekarang sedang nge-tren pun akan “bernasib” sama dengan batu akik. Popularitasnya melejit dalam waktu cepat, lalu surut secara perlahan, hingga akhirnya lenyap sama sekali.

Oleh sebab itu, fenomena ini bisa menjadi “alarm” bagi masyarakat untuk tetap bersikap rasional di tengah irasionalitas harga jual koin yang cukup gila-gilaan. Jangan sampai masyarakat membeli koin tadi dengan harga selangit dan terjerumus aksi spekulasi tersebut.

***

Namun demikian, di luar kenaikan harga tadi, ada satu hal yang cukup menarik dalam fenomena ini, yakni bahwa koin kuno tersebut ternyata masih ada nilainya. Bagi masyarakat tertentu (khususnya kolektor), koin tadi sepertinya punya “makna” tersendiri sehingga harga jualnya pun bisa lebih tinggi nilai riilnya.

uang koin kelapa sawit pecahan 1000 rupiah/ sumber: www.cnnindonesia.com
uang koin kelapa sawit pecahan 1000 rupiah/ sumber: www.cnnindonesia.com
Berdasarkan berita yang dikutip dari CNN Indonesia, misalnya, harga jual uang koin kelapa sawit tadi berada di kisaran 2000-5000 Rupiah per keping. Dalam rentang harga tersebut, ternyata masih ada orang yang mau membelinya.

Ini artinya kalau kita mempunyai satu keping saja, maka potensi keuntungan yang bisa dipetik bisa mencapai 100% lebih! Dari situ, kita jadi tahu bahwa mengoleksi uang kuno ternyata bisa menjadi “hobi” yang lumayan menguntungkan.

Boleh jadi besaran keuntungan yang dihasilkan dari penjualan koin kuno tadi bisa dibandingkan dengan keuntungan dari investasi saham. Maklum, investasi saham memang bisa memberikan keuntungan yang terbilang besar, mulai dari puluhan hingga ratusan persen.

ilustrasi keuntungan/ sumber: startups.co.uk
ilustrasi keuntungan/ sumber: startups.co.uk
Tingkat keuntungan sebesar itu pun pernah saya alami. Saya ingat beberapa bulan lalu membeli sebuah saham komoditas. Kebetulan saja, saham itu ada embel-embel “kelapa sawit” di dalamnya.

Alasan saya memilih saham ini sebetulnya sederhana. Kinerjanya pada kuartal 1 tahun 2020 terbilang moncer, dan harganya begitu murah. Alhasil, saya pun membelinya secara bertahap, mulai dari harga 5900 hingga 7000-an. Jika dirata-rata, maka posisi beli saya ada di harga 6300-an.

Seperti halnya kenaikan harga koin kelapa sawit, secara perlahan, saham ini pun terus meningkat nilainya. Ada begitu banyak investor yang berminat memilikinya. Meskipun pada waktu itu, bursa saham masih dibayangi Pandemi Covid-19, namun kenaikan harganya seolah tidak terbendung.

Alhasil, dalam waktu sebulan saja, saya bisa memetik keuntungan 30% dari saham tadi. Lumayan. Jarang-jarang ada saham yang mampu memberi capital gain sebesar itu dalam waktu singkat. Ternyata, tak cuma jualan koin kelapa sawit saja yang menguntungkan, tapi sahamnya juga demikian!

Biarpun sama-sama mampu menghasilkan keuntungan yang besar, namun, sesungguhnya ada perbedaan yang cukup mendasar dari keduanya, terutama soal cara untuk mengukur harga wajarnya. 

Harus diakui, menentukan nilai wajar dari koin kelapa sawit begitu sulit dilakukan, mengingat harganya sangat bergantung pada “kualitas fisik koin” dan “selera pembeli”.

Alhasil, penjual bebas mematok harga jual sesuka hati. Asalkan ada yang berminat membelinya, maka bukan mustahil penjual bakal melepas koin tersebut beberapa kali lipat dari nilai riilnya.

Lain halnya dengan saham. Dalam mengukur harga wajar sebuah saham, ada beberapa indikator yang bisa dipakai, seperti Price Book Value atau Price Earning Ratio. Dengan demikian, penentuan harga saham tidak bisa seenaknya.

Harganya pun selalu mengikuti kondisi perusahaan. Kalau kinerja perusahaan sedang bagus-bagus, maka harga sahamnya bakal diapresiasi. Demikian pula sebaliknya.

Berdasarkan hal di atas, maka kita bisa menarik kesimpulan bahwa jual-beli uang kuno sebetulnya lebih spekulatif daripada saham. Tidak ada tolok ukur yang bisa dipakai untuk menentukan harga wajarnya secara tegas. 

Semuanya begitu bergantung pada kesepakatan antara penjual dan pembeli saja. Makanya, jangan heran, di sejumlah penjual, harganya bisa berbeda-beda.

Dengan demikian, sebetulnya, sah-sah saja kalau ada penjual yang memasang harga tinggi, katakanlah sampai ratusan juta Rupiah untuk satu keping uang kuno. Tidak ada yang “salah” dengan hal tersebut. Yang salah adalah kalau kita sampai mau membelinya tanpa disertai pertimbangan yang matang.

Salam.

Referensi:

CNNIndonesia.com

detik.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun