Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Saat Hasil Korupsi Jiwasraya "Parkir" ke Meja Judi

9 Juni 2020   09:01 Diperbarui: 9 Juni 2020   16:24 849
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi perjudian/ sumber: nbcphiladelphia.com

"Jangan sekali-kali berjudi, sebab orang tidak akan pernah jadi kaya dari perjudian!"

Demikian sebuah "petuah" yang sudah sering saya dengar sejak dulu. Meskipun "petuah" tadi terkesan begitu tegas, namun, sesungguhnya ada kebenaran di dalamnya.

Saya pribadi mengamini hal itu. Sampai sekarang, saya belum pernah melihat ada orang yang hidupnya makmur dari hasil berjudi. Yang ada justru sebaliknya. Orang-orang yang "doyan" menghabiskan banyak uang di meja judi hidupnya malah berantakan, hancur, dan morat-marit.

Setidaknya itulah yang bisa dilihat dari kehidupan para tersangka kasus Jiwasraya. Kasus yang sempat menggemparkan masyarakat pada tahun lalu ini sekarang memasuki tahap persidangan. Sejumlah tersangka pun didudukkan di "kursi pesakitan". Pada persidangan kali ini, jaksa menyampaikan sejumlah dakwaan.

kasus korupsi Jiwasraya memasuki tahap persidangan/ sumber: katadata.co.id
kasus korupsi Jiwasraya memasuki tahap persidangan/ sumber: katadata.co.id
Di antara sekian banyak poin yang disampaikan, ada satu yang cukup menarik, yaitu dakwaan bahwa dana hasil korupsi Jiwasraya dipakai untuk membayar sejumlah kasino, seperti Resort World Sentosa, Marina Bay Sands, dan Sky City. Oleh jaksa, pembayaran yang dilakukan sepanjang tahun 2013-2017 ini dianggap sebagai bentuk "pencucian uang".

Para tersangka diduga berupaya "menggelapkan" dana hasil korupsi ke beberapa kasino tadi sebab cara ini susah dilacak oleh pihak berwajib. Maklum, jika ditanya soal asal-usul kekayaan yang bersangkutan, maka, bisa saja para tersangka berdalih bahwa kekayaan yang dimilikinya merupakan hasil judi.

Lagipula, di sejumlah negara tertentu, perjudian adalah bisnis yang legal. Pihak berwajib jelas tidak bisa langsung campur tangan jika ada warga yang memutar uangnya di meja judi. Alhasil, pihak berwajib pun sulit melakukan penyitaan terhadap dana hasil korupsi yang sudah masuk ke kasino.

Meski begitu, bukan berarti tidak bisa dilakukan pengusutan. Lewat histori transaksi yang dilakukan sejumlah tersangka, terlihat ada sejumlah dana yang ditransfer ke beberapa kasino tadi. Alhasil, pihak berwajib pun mempunyai bukti bahwa ada upaya pencucian uang korupsi via beberapa kasino tersebut, dan hal itu sudah cukup menyeret para tersangka ke hadapan hakim.  

***

"Perjudian" lain yang juga dilakukan oleh para tersangka ialah membeli "saham-saham gorengan". Meskipun awalnya disebut sebagai investasi, namun, sesungguhnya pembelian tadi lebih mirip dengan perjudian, karena sifatnya begitu spekulatif.

Buktinya, jika memang tujuannya memperoleh "capital gain" secara wajar, lantas, mengapa para tersangka berinvestasi di saham-saham berkinerja buruk yang mempunyai tingkat risiko yang tinggi? Mengapa mereka tidak menanamkan modal Jiwasraya di saham-saham berkapitalisasi besar dan berfundamental bagus, yang secara historis, sudah terbukti menghasilkan keuntungan?

Lebih heran lagi, alokasi dana yang dipakai untuk membeli "saham gorengan" tadi ternyata lebih besar daripada "saham bluechip". Berdasarkan telusuran BPK, sebanyak 22,4% dari total aset yang dimiliki Jiwasraya ditempatkan di saham bervaluasi rendah dan berisiko tinggi. Sementara, hanya 5% yang diinvestasikan di saham LQ-45.

ilustrasi saham/ sumber: okezone.com
ilustrasi saham/ sumber: okezone.com
Jelas ini merupakan desain portofolio yang keliru. Seharusnya, untuk meminimalkan risiko, saham-saham LQ-45 mendapat proporsi yang lebih besar, mengingat saham-saham tadi umumnya mempunyai stabilitas yang baik. Jika terjadi krisis sekalipun, saham-saham inilah yang berpeluang bangkit lebih cepat.

Namun, kalau komposisi portofolionya begitu rapuh seperti yang dimiliki Jiwasraya, maka, jangan heran, ketika pasar saham sedang memasuki tren bearish, maka, loss yang didapat pun bakal membengkak.

Selain itu, harga "saham gorengan" yang dimiliki Jiwasraya bakal sulit pulih dalam waktu cepat, mengingat saham-saham tadi umumnya mengalami penurunan harga yang sangat tajam. Dengan penurunan sedalam itu, maka, jangan harap harganya akan cepat rebound ke posisi awal dalam hitungan minggu atau bahkan bulan.

***

Kalau dilihat dari cara berinvestasinya, maka, boleh jadi, para tersangka menyamakan pasar saham sebagai kasino. Pasar saham bukan lagi dianggap sebagai sarana investasi, tetapi lebih sebagai ajang perjudian. Cara bertransaksi saham demikian jelas perlu dijauhi. Sebab, risikonya begitu besar.

Untuk menghindari hal itu, agaknya nasihat dari Peter Lynch perlu disimak. Dalam buku Beating The Street, fund manager legendaris dari Fidelity itu menulis,

"If you don't study any companies, you have the same success buying stocks as you do in a poker game if you bet without looking at your cards."

Lewat pesan tadi, Lynch ingin menyampaikan bahwa investor sebaiknya menerapkan asas kehati-hatian dalam berinvestasi saham. Caranya? Menerapkan analisis yang mendalam terhadap saham yang ingin dibeli.

Jangan membeli saham atas dasar spekulasi semata, sebab, seperti kata Lynch, hal ini sama saja seperti investor bermain poker tanpa melihat kartu yang dipegang sama sekali. Jika hal itu dilakukan, maka, peluang menangnya tentu akan sangat kecil atau bahkan nol!

Salam.

Referensi:
satu, dua

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun