Itu artinya dengan membeli saham tadi di harga Rp 50, saya sebetulnya sudah untung Rp 5 atau 10% tanpa perlu keluar biaya apa-apa lagi!
Anehnya, biarpun bisa memperoleh keuntungan 10% secara gratis, namun, tidak ada satu pun investor yang tertarik membeli saham tadi. Buktinya, sampai tulisan ini dibuat, harga sahamnya masih belum beranjak ke mana-mana.
Hal yang sama juga berlaku pada semua saham yang nilai buku-nya di atas harga sahamnya. Saham-saham ini disebut "murah" karena banyak orang menilai terlalu rendah kualitas fundamentalnya, sehingga walaupun nilai bukunya besar, namun, orang hanya berani menawar sahamnya di harga bawah.
Bukankah ini sebuah peluang yang bagus untuk berinvestasi karena kita bisa mendapat diskon sebesar 90% atau memperoleh keuntungan secara gratis? Namun, hanya sedikit yang tertarik membeli saham demikian!
Oleh sebab itu, boleh dibilang, berinvestasi di saham demikian sebetulnya tidak untung-untung amat karena biarpun murah, ternyata pergerakan harganya malah stagnan.Â
Apalagi kalau disimpan dalam waktu yang lama, bisa-bisa investasi kita tidak bertumbuh dengan baik, sehingga kita bisa mengalami kerugian waktu dan materi.
Lewat uraian di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa ternyata tidak semua hal yang berbau kata "gratis" bisa memancing antusiasme berlebih dalam diri setiap orang. Untuk barang yang sifatnya fisik, mungkin iya, tetapi tidak selalu, di pasar saham.
Mungkin inilah secuil "anomali" yang terdapat di bursa saham, bahwa belum tentu semua yang murah atau bahkan gratis menarik dimiliki, sebab bisa saja itu hanyalah sebuah "ilusi" yang bisa menjebak kita dalam kerugian berinvestasi.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H