Pengalaman nyaris bangkrut, yang sempat dialami Sido Muncul pada tahun 2004, memberi pelajaran yang begitu berharga. Setelah sukses mengatasi masalah tersebut, manajemen jadi lebih bijak dalam berutang.
Agaknya pengalaman terlilit utang yang besar menyisakan "trauma" bagi manajemen sehingga mengambil utang dengan lebih cermat dan hati-hati. Makanya, jangan heran, setelah menggelar IPO pun, perusahaan tetap menjaga kebiasaan berutang yang sangat konservatif.
Pengalaman tersebut tak hanya dialami Sido Muncul, tetapi juga perusahaan lain. Ingat Grup Salim, yang pada tahun 1998 bisnisnya mengalami krisis parah? Pada waktu itu, utang-utangnya bertumpuk. Kolektor terus mengantre untuk menagih utang.
Kondisi keuangannya pun sangat kacau dan amburadul. Dengan kondisi demikian, perusahaan-perusahaan di bawah naungan Grup Salim berada di ambang kebangkrutan.
Untuk membayar utang-utangnya, Grup Salim terpaksa melepas sejumlah perusahaannya, seperti Bank BCA dan Indocement. Setelah bebas dari jerat utang, manajemen Grup Salim kemudian "kapok" mengambil utang dalam jumlah besar.
Jadi, jangan heran kalau kini hampir semua perusahaan yang dimiliki Grup Salim mempunyai rasio utang yang rendah. Agaknya inilah kebijakan yang telah "digariskan" oleh perusahaan induk agar peristiwa buruk yang terjadi pada masa lalu tidak lagi terulang.
Grup Ciputra juga pernah mengalami hal yang sama. Seperti Grup Salim, grup yang memayungi banyak perusahaan properti ini pun hampir kolaps dihajar utang. Tahun 1998 menjadi titik nadir bagi grup ini karena utang-utangnya menggelembung dalam waktu singkat.
Beruntung grup ini bisa bertahan setelah Ciputra berhasil meyakinkan krediturnya bahwa ia akan melunasi utang-utangnya secara bertahap. Para krediturnya setuju mengingat Ciputra adalah orang yang berintegritas. Ia tidak akan ingkar janji dan kabur dari tanggung jawabnya.
Dengan susah payah, akhirnya Grup Ciputra menata bisnisnya kembali. Utang-utangnya dibayar perlahan, dan selebihnya peristiwa itu menyisakan sebuah pengalaman berharga yang akan terus diingat para manajemen.
Seperti Sido Muncul dan Grup Salim, Grup Ciputra pun belajar mengendalikan utang-utangnya. Tidak heran kalau perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh ciputra umumnya mempunyai tingkat utang yang sangat rendah. Seburuk apapun situasi yang terjadi, manajemen tidak tergiur untuk meminjam lebih banyak uang dari bank.
Pengalaman buruk memang membikin kita menjadi lebih bijak. Pengalaman buruk dapat menjadi "guru" yang memberikan pelajaran yang berharga. Tanpa mengalami pengalaman yang buruk, sepertinya sulit bagi kita untuk terus bertumbuh. Jadi, seburuk apapun pengalaman yang didapat, kita bisa saja memetik sebuah hikmah, sehingga bisa berkembang lebih kuat pada masa depan.