"Kami tidak habis pikir kok mereka dirugikan. Kalau memang belum keluar hadiahnya ya tunggu. Kan namanya hadiah."
Sony Rizal tampak kecewa dengan keputusan pemerintah yang memblokir website dan aplikasi MeMiles beberapa waktu lalu. Baginya, hal itu dilakukan tanpa "alasan" yang kuat.
Bersama member lain, ia kemudian menuntut pemerintah untuk mengaktifkan kembali aplikasi tersebut karena merasa bahwa MeMiles bukanlah investasi bodong, sebagaimana dituduhkan sebelumnya.
Protes yang dilayangkan Sony cukup beralasan. Sebab, ia sudah merasakan sendiri hadiah yang dijanjikan Memiles, berupa ponsel hingga umrah. "Alhamdulilah kami pernah dapat umrah sejak bergabung pada Juni 2019," katanya, seperti dikutip dari cnnindonesia.com.
Namun, protes tersebut tampaknya tak menghalangi pengusutan kasus Memiles. Sampai tulisan ini dibuat, Polda Jatim telah menahan tersangka berinisial KTM (47) dan FS (52).
Kedua tersangka adalah manajer PT Kam And Kam, perusahaan yang menjalankan operasional Memiles.
MeMiles sejatinya adalah aplikasi iklan, yang menjual slot dengan nominal tertentu. Member Memiles bisa membeli slot iklan tersebut dengan variasi harga yang berbeda-beda, bergantung pada ukuran iklan yang dibutuhkan.
Agar menarik minat banyak orang, manajemen MeMiles kemudian memberi iming-iming hadiah berupa ponsel, emas, hingga mobil. Hadiah tersebut disesuaikan dengan nominal yang disetor.
Misal, jika member MeMiles melakukan top-up uang sebesar Rp 400 ribu, bonusnya adalah ponsel, sementara kalau topup Rp 5 juta, member tersebut bisa mendapat mobil. Meskipun terbilang menggiurkan, sayangnya, hadiah tersebut tidak bisa langsung diterima, karena baru akan dikirim dalam jangka waktu 21-180 hari.
Selain itu, manajemen MeMiles juga memberikan komisi bagi member yang berhasil menggaet member baru. Cara kerjanya mirip dengan sistem "multi level marketing", sehingga semakin banyak member baru yang ditarik, semakin besar komisi yang diperoleh.
Skema Ponzi
Biarpun "dikemas" sebagai aplikasi pemasangan iklan, MeMiles boleh jadi dijalankan dengan skema ponzi. Skema ini umumnya dipakai dalam investasi bodong, yang mana member memperoleh keuntungan dari nominal yang disetorkan oleh member lain yang baru bergabung.
Tentu saja hanya member awal inilah yang menikmati keuntungan. Oleh karena sudah merasakan bonus yang dijanjikan sebelumnya, mereka menjadi "juru kampanye" yang vokal bagi perusahaan, sehingga ada banyak orang yang tertarik mengikuti jejak mereka.
Sayangnya, orang-orang yang belakangan bergabung itulah yang sering menjadi "korban". Sebab, kalau tak ada lagi member baru yang bisa direkrut, secara otomatis, komisi akan macet, dan sudah pasti hadiah yang dijanjikan akan hangus.
Perilaku Ikut-ikutan
Skema ponzi yang diterapkan oleh perusahaan investasi bodong biasanya memanfaatkan "perilaku ikut-ikutan", atau yang dalam istilah psikologi disebut "herd behavior". Perilaku ini sejatinya adalah bawaan naluri manusia yang sejak dulu sudah tertanam dalam pikiran bawah sadar.
Tak hanya dalam berinvestasi, perilaku tersebut juga bisa ditemukan dalam ranah lain. Saya ingat pernah terjerumus ke dalam perilaku ini sewaktu berbelanja oleh-oleh di Bandung beberapa tahun lalu. Oleh karena belum terlalu mengenal daerah tersebut, saya hanya mencermati toko oleh-oleh yang ramai dikunjungi.
Alasannya? Karena saya berasumsi bahwa toko itu sudah pasti menyediakan oleh-oleh yang enak. Buktinya, ada banyak orang yang berbelanja di situ.
Atas dasar itulah, saya kemudian memutuskan membeli oleh-oleh di toko tersebut, dan mengabaikan toko lain yang relatif lebih sepi, meskipun di sana kualitas dan harga oleh-oleh yang ditawarkan mungkin sama dengan toko yang saya kunjungi!
Perilaku ini bisa menjadi "jaminan keamanan", sekaligus "racun", terutama dalam membikin sebuah keputusan investasi. Orang-orang yang hanya mengikuti perilaku orang lain tanpa didasari oleh alasan yang jelas biasanya akan menjadi sasaran empuk bagi oknum yang menjalankan praktik investasi bodong.
Bias
Biarpun berisiko, perilaku ini sulit sekali ditangkal. Pengaruhnya begitu kuat. Secermat apapun sikap kritis kita sebelumnya, sikap kita bisa berubah terutama ketika kita melihat sebuah bukti nyata yang membikin logika kita menjadi bias.
Misal, kalau ada orang asing yang menawarkan produk investasi dengan imbal hasil fantastis, katakanlah 30%, logika kita mungkin meragukan hal tersebut.Â
Kita jadi bertanya-tanya, apakah masuk akal tawaran yang diberikan tersebut, sehingga kita menunda atau bahkan menolaknya karena hal itu dianggap tidak masuk akal.
Namun, kalau ada orang lain, apalagi yang sudah kita kenal, yang sudah terbukti memperoleh keuntungan setelah membeli produk tersebut, "iman" kita bisa saja goyah. Kita jadi mulai percaya dan tergoda, hingga ujung-ujungnya kita pun membeli produk tersebut.
Makanya, perusahaan investasi bodong yang menerapkan skema ponzi biasanya melaksanakan promosi secara "getok tular" alias "dari mulut ke mulut". Promosi ini dianggap lebih ampuh menjaring member dengan cepat karena praktiknya murah dan mudah.
Cukup berikan hadiah besar yang dijanjikan kepada member awal, dan mereka akan menjadi "corong" bagi perusahaan untuk menggaet anggota baru.
Anomali
Meskipun sudah dibawa ke wilayah hukum, sejumlah member MeMiles masih memprotes tuduhan tersebut, karena mereka merasa bahwa hadiah yang dijanjikan sebelumnya sudah diterima, sehingga tuduhan tersebut dilayangkan tanpa dasar yang kuat.
Selain itu, mereka juga masih memperjuangkan nasib member lain yang sudah telanjur melakukan topup, tetapi belum mendapat hadiah, sehingga "pemakzulkan" MeMiles berisiko menghanguskan uang yang sudah disetorkan.
Hal itu tentu bisa dimaklumi karena kejadian ini menyangkut kepentingan orang banyak. Kalau sampai terjadi apa-apa, tentu akan ada banyak pihak yang dirugikan. Makanya, mereka kukuh membela Memiles.
Meskipun begitu, mereka yang masih memperjuangkan MeMiles mungkin belum melihat ujung dari permainan. Sebab, kalau betul bahwa manajemen MeMiles menerapkan skema ponzi, akhirnya tentu sudah bisa ditebak: kehancuran finansial yang hebat! Jadi, agar hal itu bisa dihindari, pihak berwajib kemudian bertindak cepat dengan menyetop MeMiles.
Salam.
Referensi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H