Seorang bapak berusia sekitar 80 tahun terlihat menyantap seporsi makanan di sebuah warung kecil. Penampilannya sangat sederhana. Ia hanya mengenakan kaos hijau berkerah.
Tidak terlihat jam tangan atau perhiasan mewah di tangannya. Makanan yang dinikmatinya pun tidak berbeda dengan makanan yang disantap oleh pengunjung lain.
Meski begitu, sewaktu seseorang memotretnya dari jauh dan mempostingnya di twitter, sesuatu yang "aneh" terjadi!
Postingan itu kemudian mendadak viral. Ada begitu banyak yang me-retweet dan mengomentarinya.
Mayoritas netizen mengapresiasi perilaku bapak tua ini. Mereka memuji bahwa biarpun telah jadi orang terkaya di Indonesia, bapak tua ini tidak gengsi makan di pinggir jalan.
Anda tentu sudah bisa menebak sosok bapak tua ini. Ia tak lain dan tak bukan adalah Michael Hartono, salah satu pemilik perusahaan rokok Djarum dan Bank BCA.
Peringkat ini sepertinya sulit digeser oleh orang lain karena setiap tahun, kekayaannya terus bertumbuh.
Kekayaan Hartono bersaudara berasal dari berbagai sumber. Salah satunya dari kepemilikan saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA). Di bank ini, Michael dan saudaranya tercatat menguasai 54% kepemilikan saham. Dengan kepemilikan sebesar itu, jangan heran, kekayaan Michael sangat besar dan terus bertumbuh!
Hidup Sederhana
Kalau dilihat dari jumlah kekayaannya yang mencapai ratusan triliun rupiah, sebetulnya Michael Hartono bisa menjalani hidup dalam kemewahan. Ia dapat menyantap makanan mahal, memakai pakaian bermerek, menggunakan jam tangan berlapis emas, dan mengenakan sepatu yang harganya bikin tercengang.
Namun, anehnya, dalam keseharian, Michael justru lebih senang tampil sederhana. Dalam sejumlah foto yang ditangkap awak media, jarang sekali ia muncul dengan tampilan glamor.
Semua terlihat wajar dan biasa saja. Makanya, dengan tampilan demikian, kalau sedang berada di tempat umum, ia mungkin sulit dikenali sebagai orang terkaya di Indonesia.
Perilaku orang kaya seperti ini mungkin "sukar" diterima oleh akal sehat. Maklum, dalam banyak film, orang-orang ber-"kantong tebal" biasanya ditampilkan sebagai sosok yang flamboyan: memakai pakaian yang super mahal, mengendarai mobil mewah, dan memiliki tempat tinggal seperti istana. Makanya, jika ada orang super tajir berperilaku apa adanya, orang-orang jadi "gagal paham".
Namun, saya sebetulnya tidak terlalu kaget atas perilaku demikian. Biarpun hidup bergelimang harta, tidak semua orang kaya ingin tampil serba "wah".
Mereka umumnya memilih tampil seperti orang biasa. Bagi orang-orang kaya ini, "menjadi kaya" mungkin jauh lebih penting daripada sekadar "terlihat kaya".
Sudah cukup banyak contoh orang kaya yang memperlihatkan perilaku demikian. Sebut saja Bill Gates.
Pendiri Microsoft ini diketahui senang memakai jam tangan yang harganya hanya ratusan ribu rupiah. Biarpun bisa membeli jam tangan bertahtakan berlian, nyatanya, ia tetap memilih memakai jam tangan tersebut.
Perilaku yang sama juga ditunjukkan oleh sahabatnya, Warren Buffett. Biarpun termasuk orang terkaya di dunia, sejak dulu, Buffett dikenal menyukai gaya hidup hemat.
Cara berpakaian dan tempat tinggalnya nyaris tidak berubah selama bertahun-tahun. Ia juga tidak gengsi menyantap makanan di kedai kecil di dekat rumahnya dan tetap mengendarai mobil tuanya ke kantor.
The Millionaire Next Door
Gaya hidup sederhana yang dijalankan oleh orang kaya ini sebetulnya sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Thomas Stanley dan William Danko.Â
Pada tahun 1990-an, mereka melakukan survei dan mewawancarai sejumlah orang kaya di Amerika Serikat. Mereka ingin mengetahui bagaimana orang-orang kaya tersebut menjalani hidupnya.
Setelah mengumpulkan dan menganalisis data yang ada, Stanley dan Danko agak kaget mengetahui bahwa ternyata gaya hidup orang-orang kaya yang mereka teliti sangatlah sederhana.
Perilaku mereka sangat jauh dari kesan mewah. Hal ini jelas bertolak belakang dengan bayangan awal di pikiran mereka bahwa orang-orang kaya biasanya menjalani hidup yang hedonis!
Hasil pengamatan mereka kemudian diterbitkan dalam bentuk buku. Judulnya The Millionaire Next Door. Dalam buku ini, mereka tak hanya membahas gaya hidup sederhana yang dilakukan orang-orang kaya, tetapi juga strategi yang diterapkan orang-orang tersebut dalam meraih kekayaan.
Sebuah Pilihan
Dari situ, saya jadi belajar untuk tidak menilai orang dari penampilannya semata. Belum tentu orang-orang yang penampilannya sederhana memiliki hidup yang (maaf) pas-pasan. Bisa saja, di balik tampilannya yang biasa-biasa saja, terdapat kekayaan yang luar biasa!
Soal penampilan sejatinya adalah pilihan. Ada orang yang fokus menjadi kaya, tanpa terlalu merisaukan penampilan. Orang-orang seperti ini biasanya tampil apa adanya, sehingga orang-orang sampai susah mengenalinya sebagai orang kaya.
Sementara, ada pula yang senang terlihat kaya. Orang-orang seperti ini suka tampil mewah, meskipun isi rekeningnya "berdarah-darah". Mereka bersedia mengeluarkan banyak uang atau bahkan sampai berutang supaya tetap tampil kaya.
Nah, pilihan itu akhirnya berpulang pada selera masing-masing. Kita tinggal memilih ingin jadi yang mana, yang betul-betul kaya ataukah yang sekadar ingin terlihat kaya?
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H