Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

"Circle of Competence", Kunci Memenangkan Kompasiana Award

25 November 2019   11:05 Diperbarui: 25 November 2019   11:25 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dari kiri ke kanan: Yonathan, Pak Agung, Noval, Linda, dan Adica dalam Acara Kompasianival 2019 (sumber: dokumentasi pribadi)

Kompasianival 2019 barangkali menjadi ajang yang "spesial" untuk Pak Agung Han, Yonathan Christanto, Mbak Leya Cattleya, Pringadi Abdi Surya, dan Arako. Sebab, di acara "kopi darat" blogger terbesar di Indonesia ini, mereka berhasil menyabet penghargaan Kompasiana Award untuk masing-masing kategori.

Pak Agung terpilih sebagai "Kompasianer of The Year", Yonathan sebagai "Best in Spesific Interest", Mbak Leya sebagai "Best in Opinion" dan "People's Choice", Pringadi sebagai "Best in Fiction", dan Arako sebagai "Best in Citizen Journalism".

Saya pribadi mengucapkan selamat kepada teman-teman Kompasianer yang meraih penghargaan tersebut. Semoga penghargaan itu bisa memantik inspirasi bagi Kompasianer lain, sekaligus memompa semangat untuk terus berkarya dan berbagi.

Saya percaya bahwa prestasi itu diraih bukan dalam waktu satu malam. Biarpun penghargaan tadi diserahkan dalam satu hari saja, tetapi kalau kita melihat prosesnya, terdapat "perjalanan panjang" yang mesti dilalui untuk sampai ke titik itu, dan perjalanan tadi belum tentu mulus.

Sebut saja pengalaman Yonathan dalam meraih penghargaan "Best in Spesific Interest". Saat saya memberitahu bahwa ia terpilih menjadi nominee di kategori tersebut, ia sempat tidak percaya.

Yonathan mengira bahwa kesempatannya sudah lewat. Maklum, pada tahun 2018 silam, ia juga masuk nominasi untuk kategori yang sama, tetapi belum beruntung. Penghargaan Kompasiana Award untuk kategori tersebut pada waktu itu diraih oleh Dokter Posma. Makanya, ia berpikir namanya tidak bisa dicalonkan lagi pada tahun ini.

Biarpun akhirnya namanya muncul sebagai nominee, Yonathan sempat pesimis akan meraih penghargaan tersebut. Ia melihat kandidat lain lebih "menjanjikan" baik dari kualitas konten, jaringan pertemanan, maupun keaktifan mengikuti acara Kompasiana. Meski begitu, ia tetap datang ke acara Kompasianival, dan hasilnya sudah kita ketahui bersama.

Hal yang sama juga dilalui oleh Pak Agung Han. Pak Agung sudah banyak berkiprah di Kompasiana. Ia ikut mengelola KOMIK, aktif menghadiri acara Kompasiana, dan meraih sejumlah penghargaan. Catatan dedikasi Pak Agung selama berkiprah di Kompasiana sulit terbantahkan.

Begitu terpilih sebagai salah satu nominee untuk kategori "Best Spesific in Interest", Pak Agung juga "gencar" melakukan kampanye. Secara rutin, ia memposting "kenangan-kenangan" dalam acara Kompasiana yang pernah diikutinya, tentu bukan bermaksud pamer, melainkan mengenalkan diri lebih dekat. Sampai batas waktu voting, ia telah mengerahkan semua upaya terbaik yang bisa dilakukannya.

Walaupun demikian, kita tahu, penghargaan itu akhirnya jatuh ke tangan Yonathan. Saya ingat, Pak Agung tampak berdiam diri setelah tahu namanya tidak terpilih. Ia hanya memain-mainkan ponselnya. Mungkin pada saat itu, ia sudah pasrah tidak akan meraih apapun.

Namun, "keajaiban" sering terjadi justru ketika kita tidak berharap terlalu besar, dan "keajaiban" itu muncul ketika MC membacakan nama Kompasianer of The Year.

Nama Agung Handoyo tiba-tiba muncul di layar, dan Pak Agung kaget mengetahui hal itu. Wajahnya yang tadinya datar berubah sumringah. Ia pun mendapat ucapan selamat dari Kompasianer lain, lalu naik ke panggung untuk menerima penghargaan.

Cerita yang serupa mungkin juga dialami oleh Kompasianer terpilih lainnya, yakni Mbak Leya, Pringadi, dan Arako. Mungkin ada yang merasa canggung. Mungkin ada yang deg-degan ketika pengumuman dibacakan. Mungkin ada juga yang tetap bersikap santai. Biarpun reaksinya berbeda-beda, setidaknya itu bisa menjadi satu pengalaman unik dalam mengikuti kompasinival.

Circle of Competence

Kesuksesan meninggalkan jejak, kata Anthony Robbins. Dengan mengenali dan meniru jejak-jejak tadi, seseorang berpotensi akan meraih kesuksesan yang sama dengan yang didapat orang lain.

"Rumus" dari Anthony Robbins tadi bisa dipakai untuk apapun, termasuk untuk meraih Kompasiana Award. Jika menggunakan rumusan ini, yang mesti kita lakukan sederhana saja.

Kita cukup menganalisis "rekam jejak" Kompasianer yang terpilih sekarang, lalu dengan tulus mengikuti cara yang sudah mereka lakukan agar kita berpeluang menyabet prestasi yang sama pada tahun depan.

Menganalisis "rekam jejak" tadi memang agak sulit, tetapi bukan berarti mustahil dilakukan. Kita hanya perlu meluang waktu untuk membaca artikel yang pernah dibikin oleh Kompasianer tersebut. Dari situ, baru kita bisa mengetahui kunci keberhasilannya.

Kalau menganalisis pola-pola tulisan yang tampak, kita akan menemukan bahwa Kompasianer terpilih tadi mempunyai "Circle of Competence" alias "Lingkaran Kompetensi" dalam membuat sebuah karya.

Saya meminjam istilah ini dari gaya investasi yang dianut Warren Buffett. Investor kawakan dari "Negeri Uwak Sam" ini memang dikenal hanya akan berinvestasi di perusahaan yang sesuai dengan "Lingkaran Kompetensi"-nya. Di luar itu, ia enggan menyalurkan modalnya.

Hal itulah yang menyebabkan buffett sempat "anti" terhadap perusahaan teknologi tinggi dan internet. Biarpun pada tahun 1990-an, sektor teknologi sedang booming, dan harga saham yang berada di sektor itu naik gila-gilaan, Buffett enggan membeli satu lembar pun saham tersebut.

Alasannya? Karena Buffett tidak begitu paham mekanisme kerja perusahaan teknologi. Ia tidak mengerti bagaimana perusahaan-perusahaan itu bisa terus menghasilkan pendapatan dan keuntungan dalam jangka panjang. Singkatnya, semua itu di luar "Lingkaran Kompetensi"-nya, dan ia tidak ingin mengambil risiko dengan berinvestasi di perusahaan yang tidak diketahuinya dengan baik.

Kompasiner terpilih pun demikian. Rata-rata fokus menekuni satu topik. Pak Agung setia menulis topik tentang keluarga, Yonathan dengan ulasan filmnya, Mbak Leya dengan tema-tema sosial-budayanya, Pringadi dengan fiksinya, dan Arako dengan liputan-liputannya. Mayoritas berfokus menggarap satu topik karena topik itulah yang menjadi "Lingkaran Kompetensi"-nya.

Karena Kompasianer tadi menulis sesuai "Lingkaran Kompetensi"-nya, jangan heran, tulisan-tulisan yang dihasilkan pun kaya informasi. Hal itu menjadi tanda bahwa Kompasianer tadi begitu menguasai bidangnya. Tanpa pengetahuan yang dalam seperti itu, sepertinya mustahil tercipta karya tulis yang panjang dan runtut demikian.

Jadi, kunci untuk menjadi Kompasianer terpilih sebetulnya sederhana: milikilah "Circle of Competence".

Namun, wawasan yang luas tentang suatu topik belum cukup tanpa adanya konsistensi berkarya. Harus diakui, Kompasianer terpilih punya "napas yang panjang" dalam membuat artikel. Secara konsisten, mereka bisa terus membahas satu topik yang sama dalam banyak artikel yang berbeda.

Ibarat investor saham yang sukses, Kompasianer tadi memiliki "staying power" yang kuat, sehingga dalam situasi apapun, mereka bisa terus menciptakan karya-karya terbaru yang sejalan dengan "Lingkaran Kompetensi"-nya.

Apa yang membuat Kompasianer terpilih tadi begitu konsisten dalam berkarya? Saya kira, tidak ada hal lain yang bisa menyebabkan konsistensi semacam ini, kecuali "cinta". 

Tanpa cinta yang dalam, sepertinya mustahil Pak Agung dapat terus setia menulis soal keluarga dalam jangka panjang. Begitu pula dengan Yonathan dengan ulasan filmnya, Mbak Leya dengan tema-tema sosial-budayanya, Pringadi dengan fiksinya, dan Arako dengan liputan-liputannya.

Berbeda dengan "Circle of Competence" alias "Lingkaran Kompetensi", rasa cinta tadi tidak bisa dipelajari, tetapi hanya dapat ditemukan. Nah, hal inilah yang sering jadi persoalan. Sebab, tidak semua orang mengetahui apa yang dicintainya, dan mencintai apa yang dilakukannya.

Seseorang sepertinya perlu tersesat terlebih dulu, sebelum menemukan apa yang begitu dicintainya. Mungkin kalimat tadi agak berlebihan, tetapi demikianlah kenyataannya.

Saya pun begitu. Sebelum fokus menulis soal investasi seperti sekarang, dulu saya sering mengangkat beragam jenis tema di dalam tulisan. Tema apapun, asalkan sedang tren, akan saya tulis dan publikasikan.

Maka, jangan heran, dulu tulisan saya mirip "gado-gado" dan saya kerap kehabisan ide begitu tidak menemukan suatu topik yang saya cintai. Inspirasi saya lebih sering mandek dan tulisan yang sudah dibuat pun begitu-begitu saja.

Perkenalan saya dengan dunia investasi kemudian mengubah semuanya. Saya merasa menemukan dunia saya, dan saya menyukainya. Rasa cinta itu tak hanya sebatas sensasi batiniah, tetapi kemudian mewujud dalam bentuk tulisan.

Saya jadi lebih sering menulis soal investasi, untuk sekadar berbagi informasi dan pengalaman. Setelah bertahun-tahun "tersesat", akhirnya saya menemukan apa yang saya cintai, dan mencintai apa yang saya lakukan, dan hal itu pun berdampak positif untuk "Lingkaran Kompetensi" saya maupun konsistensi berkarya.

Sampai saat ini pun saya masih senang menulis topik tentang investasi. Bahkan, dalam tulisan ini pun, saya masih sempat menyisipkan perumpaman-perumpanaan investasi karena saya menemukan kesamaan di antaranya dan begitu menyukainya. Semoga istilah-istilah investasi tadi tidak begitu membingungkan.   

Sekiranya itulah kunci yang mampu mengantarkan para Kompasianer terpilih, yakni Pak Agung, Yonathan Christanto, Mbak Leya Cattleya, Pringadi Abdi Surya, dan Arako ke panggung Kompasianival 2019. 

Semua itu bisa terwujud karena mereka mempunyai "Circle of Competence" dan konsistensi yang dipicu rasa cinta dalam berkarya. Sekali lagi selamat untuk Kompasianer terpilih. Semoga terus berkarya dan berbagi inspirasi.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun