Saya memberi petikan pada kata wajar di kalimat tadi karena itulah yang membedakan investasi sesungguhnya dan investasi bodong. Investasi sesungguhnya menawarkan imbal hasil yang wajar. Tidak ada janji yang muluk-muluk. Semuanya bisa dijelaskan dengan akal sehat dan hasilnya pun bisa diukur secara layak.
Beda dengan investasi bodong, yang kerap ditawarkan dengan iming-iming keuntungan fantastis. Investasi bodong lebih banyak menjual mimpi kepada masyarakat alih-alih penjelasan yang masuk akal dalam memperoleh keuntungan dari investasi.
Makanya, kalau ada orang yang datang kepada saya dan menawarkan investasi dengan cuan selangit, sudah pasti saya abaikan. Sudah pasti itu investasi bodong. Sebab, saya tahu bahwa keuntungan besar yang diperoleh dalam waktu singkat sukar terwujud. Peluangnya 1 banding 1.000, atau bahkan 100.000!
Juga kalau ada yang bilang bahwa produk investasi yang ditawarkan selalu untung. Itu juga tipu-tipu. Sebab, dari pengalaman, saya tahu bahwa berinvestasi itu tidak selalu cuan (untung).
Biarpun setiap investor selalu berharap mendapat profit (untung), bukan berarti investasi yang dilakukan bebas dari risiko. Profit dan risiko ibarat dua sisi mata uang, yang senantiasa hadir dalam berinvestasi. Hanya yang menjadi pembeda adalah cara investor dalam mengelolanya
Makanya, sebelum membikin keputusan investasi, investor semestinya mempunyai "pakem" yang jelas. Jangan karena terpincut oleh iming-iming untung besar, atau sekadar ikut-ikutan teman, investor langsung menyetorkan modal tanpa dipertimbangkan masak-masak.
Hal itu terlalu berisiko, karena bisa berujung pada kerugian materi dan penyesalan yang panjang.
Jadi, untuk menghemat uang dan "air mata", investor bisa berpedoman pada saran investasi dari Peter Lynch berikut.
"Know what you own, dan know why own it."
Biarpun kini kasus investasi bodong Kampung Kurma sedang diusut pihak berwajib, bukan berarti ada jaminan bahwa modal yang sudah ditanamkan investor bakal kembali seutuhnya.