Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Di Balik Diorama "Krismon 98" Museum Bank Indonesia

28 Oktober 2019   09:01 Diperbarui: 28 Oktober 2019   11:26 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Museum Bank Indonesia di Kawasan Kotatua (sumber: dokumentasi Adica)

Mengunjungi museum tak hanya bisa menambah wawasan, tetapi juga mengenang "luka lama". Itulah kesan yang saya dapat sewaktu saya menyusuri Museum Bank Indonesia, yang terletak di Kawasan Kota Tua. Lewat berbagai macam diorama yang ditampilkan di dalamnya, saya bisa mengetahui persoalan ekonomi yang pernah menjerat Indonesia pada masa lalu.

Sebut saja peristiwa krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 silam. Krisis tersebut tak hanya menghancurkan perekonomian Indonesia, tetapi juga menyebabkan kerusuhan besar.

Satu ruangan di selasar Museum Bank Indonesia memperlihatkan peristiwa tersebut. Di sana terdapat sebuah sepeda motor yang digantung di dinding. Kondisinya sudah hancur, tampak hitam karena terbakar.

Sepeda motor/dokumentasi pribadi
Sepeda motor/dokumentasi pribadi

Mesin ATM yang dirusak dalam peristiwa Kerusuhan 1998 (sumber: dokumentasi Adica)
Mesin ATM yang dirusak dalam peristiwa Kerusuhan 1998 (sumber: dokumentasi Adica)

Belum lagi mesin ATM "jadul" (zaman dulu) yang terpajang di dekatnya. Nasibnya pun "sebelas-dua" belas dengan sepeda motor tadi: hangus, rusak, dan retak. 

Kedua barang tadi menjadi "saksi bisu" betapa ganasnya kerusuhan yang terjadi pada tahun 1998.

Pengalaman itu seperti menjadi "kepingan puzzle" yang melengkapi kenangan masa kecil saya. Saya berusia 8 tahun ketika kerusuhan itu berkecamuk. Sejujurnya, tak ada banyak hal yang bisa saya ingat dalam kejadian itu.

Saya hanya ingat salah seorang paman saya terkena PHK. Pabrik tempatnya bekerja terpaksa gulung tikar akibat disapu krisis ekonomi. Kehidupan jadi serba sulit pada masa itu.

Kemudian saya juga ingat betapa sepinya jalanan di depan rumah saya karena tak ada kendaraan yang berani lewat. Orang-orang lebih banyak mengunci dirinya di dalam rumah sebab situasi sangat darurat.

Suasana begitu mencekam. Pusat-pusat niaga di dekat rumah saya dibakar. Anarki terjadi di mana-mana. Pengrusakan terjadi hampir di semua titik kota! Barangkali pemandangan itu lebih horor dari puluhan film hantu yang pernah saya tonton!

Setelah melihat diorama krismon 1998 tadi, saya jadi lebih paham bahwa persoalan ekonomi ternyata bisa merembet ke semua bidang. Dampaknya sangat luas karena itu menyangkut hajat hidup orang banyak.

Makanya, Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) di tanah air perlu dijaga sebaik mungkin agar krisis ekonomi yang pernah menghantam Indonesia bisa diantisipasi dan diminimalkan.

Menjaga SSK adalah salah satu tugas yang diemban Bank Indonesia. Tugas ini memang tidak mudah dilaksanakan, sebab lingkup sistem keuangan begitu luas, seperti perbankan, pasar keuangan, dan rumah tangga.

Makanya, dalam menjalankan tugasnya, Bank Indonesia mesti bekerja sama dengan lembaga lain, seperti Lembaga Penjamin Simpanan, Kementerian Keuangan, dan Otoritas Jasa Keuangan. Bersama lembaga-lembaga tersebut, Bank Indonesia berupaya menjaga SSK semaksimal mungkin.

Meskipun penting, konsep SSK belum tentu dipahami banyak orang. Maklum, selain cakupannya luas, konsep ini begitu teknis, karena kerap dijelaskan dengan menggunakan istilah-istilah ekonomi yang "kurang akrab" di telinga.

Hal itu pun sempat disinggung oleh Retno Ponco Windarti dalam acara Kumpul Rame Sore-Sore (Kursor) bersama Kompasiana pada tanggal 25 Oktober kemarin. 

Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia tersebut menerangkan bahwa konsep Stabilitas Sistem Keuangan memang agak sulit dibahasakan. Diperlukan sarana dan kerja sama dengan pihak lain agar konsep itu dapat dimengerti oleh masyarakat.

Retno Ponco Windarti, Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia (sumber: dokumentasi Adica)
Retno Ponco Windarti, Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia (sumber: dokumentasi Adica)

Dalam Acara Kursor, hadir pula dari kiri ke kanan: Junanto Herdiawan (Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia), Adhi Nugroho (Analys Team Bank Indonesia), dan Nurulloh (COO Kompasiana) (sumber: dokumentasi Adica)
Dalam Acara Kursor, hadir pula dari kiri ke kanan: Junanto Herdiawan (Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia), Adhi Nugroho (Analys Team Bank Indonesia), dan Nurulloh (COO Kompasiana) (sumber: dokumentasi Adica)

Jadi, jangan heran, Bank Indonesia kemudian menggandeng Kompasiana dalam menyosialisasikan konsep tersebut kepada masyarakat. Dengan menyelenggarakan blog competition bertema Stabilitas Sistem Keuangan, masyarakat diharapkan lebih mengenal, memahami, atau bahkan menerapkan semua hal untuk mendukung terwujudnya SSK.  

Sewaktu mengikuti blog competition itu pun, saya sempat bingung. Sebab, latar belakang pendidikan saya bukanlah ekonomi. Saat saya membaca informasi seputar SSK, saya menjumpai beragam istilah ekonomi yang belum saya pahami dengan baik. Istilah-istilah tadi begitu abstrak dan jlimet. Saya perlu membaca berulang-ulang untuk menangkap esensi SSK.

Meskipun begitu, untungnya, saya cukup terbantu dengan pengalaman saya sebagai investor saham. Pasar saham yang saya geluti ialah salah satu "tiang" yang menopang SSK. Pemahaman tentang pasar saham itulah yang akhirnya menjadi titik awal dalam mendalami SSK.

Persoalan belum berhenti sampai di situ. Masalah yang muncul berikutnya ialah membahasakannya. Nah, hal ini membikin saya "berpikir keras". Saya khawatir konsep ssk yang "luas" dan "dalam" sulit disampaikan karena terhalang oleh istilah-istilah teknis.

Akhirnya, untuk mengatasi permasalahan tadi, saya memutuskan menyampaikan konsep tersebut dengan menggunakan cerita dan perumpamaan. Walaupun alurnya santai, cara ini dinilai lebih efektif. Orang mungkin akan bosan kalau membaca tulisan yang dihiasi istilah-istilah yang ruwet, tetapi tidak jika menyimak sebuah cerita. 

Lewat bercerita, hal-hal yang mengganjal bisa lancar diungkapkan.

Sampai sekarang, kalau ada yang bertanya tentang konsep SSK, saya akan menjawab dengan perumpamaan bahwa SSK itu ibarat sebuah cuaca. Kalau cuacanya bagus, tanaman-tanaman di bawah naungannya pun akan bertumbuh dengan baik.

Sementara, Bank Indonesia dan lembaga-lembaga terkait seperti "pawang hujan", yang bertugas mempertahankan stabilitas cuaca tadi. Dengan demikian, hasil panen dapat berlimpah, dan masyarakat yang menikmatinya jadi lebih sejahtera.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun