Idul Adha kemarin, sejumlah mobil yang mengangkut sapi terlihat berseliweran melintasi halaman depan rumah saya. Mobil tadi tentunya sedang mengantar sapi ke tempat pelanggan.Â
Jelang HariKalau dicermati, semakin dekat Hari Idul Adha, semakin banyak sapi yang diangkut. Jika sebelumnya hanya 1 sapi, kini sebuah mobil bak terbuka bisa membawa 2-3 sapi sekaligus.
Hal itu menunjukkan bahwa animo masyarakat dalam membeli sapi untuk kurban terbilang besar. Beberapa minggu sebelumnya, masyarakat sudah mendatangi sejumlah lokasi untuk memesan sapi.Â
Masyarakat terlihat sibuk memilah sapi yang sesuai dengan kriteria. Kecermatan memang diperlukan dalam menyeleksi sapi yang akan dibeli. Masyarakat mesti memastikan bahwa sapi yang dibelinya berkualitas baik dan sehat.
Tentu ada beberapa pedoman yang bisa dipakai dalam memilih sapi yang unggul. Di antaranya adalah punya sertifikat kesehatan dari dinas terkait, tidak ada cacat fisik, dan berusia minimal 2-3 tahun. Kalau semua kriteria tadi terpenuhi, seekor sapi dikatakan sehat dan layak dibeli.
Cara memilih sapi tersebut sebetulnya mirip dengan cara menyeleksi saham. Sebab, keduanya sama-sama memerlukan ketelitian. Seperti memilih sapi, investor tentu ingin berinvestasi di saham-saham yang berkualitas baik dan sehat. Sebab, saham-saham jenis ini bisa memberikan banyak keuntungan bagi investor.
Dalam menyortir saham, saya lebih senang mencermati laporan arus kas daripada laporan laba-rugi. Menurut saya, laporan ini lebih "jujur" menampilkan kondisi keuangan terkini. Dengan melihat arus kas, saya bisa mengetahui apakah suatu perusahaan masih menyimpan cadangan uang tunai atau tidak.
Ketersedian uang tunai dinilai penting. Kalau memiliki cukup uang di rekening, perusahaan tentu mampu membayar kegiatan operasional, melunasi utang, menyetor dividen, dan melindungi diri kalau-kalau terjadi krisis.
Tak hanya ada, kalau bisa, arus kas tersebut juga bertumbuh dari waktu ke waktu. Sama seperti laba, investor mesti mencermati pertumbuhan arus kas. Secara tersirat, pertumbuhan itu memperlihatkan bahwa bisnis dikelola dengan baik dan berjalan dengan lancar.
Saham PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) bisa menjadi contoh. Perusahaan rokok terbesar di Indonesia ini mempunyai arus kas yang positif dan bertumbuh dari tahun ke tahun.Â
Pada kuartal 2 tahun 2019, HMSP menyimpan kas sebesar 11,2 triliiun rupiah. Sementara, dari tahun 2015-2018, arus kasnya bertumbuh dari 811 miliiar, 14 triliiun, 15 triliiun, dan 20 triliiun rupiah!
Hal itu dinilai berpengaruh pada valuasi HMSP yang menjadi salah satu "penghuni" indeks tersebut. Kalau bobotnya susut, jangan heran, harga HMSP pun turun di bursa.
Arus kas yang kuat tak hanya bisa ditemukan di saham bluechip, seperti HMSP, tetapi juga saham-saham second liner. Di bursa saham, saya sempat menemukan saham-saham yang berkapitalisasi kecil, tetapi mempunyai pertumbuhan arus kas yang baik dari waktu ke waktu.
Meskipun ada banyak yang meragukan kualitasnya, bukan berarti saham-saham jenis ini mesti dijauhi. Sebab, kalau disokong oleh arus kas yang kuat, bukan mustahil, saham-saham ini bisa bertumbuh menjadi "jawara" baru di bursa pada masa depan.
Kalau sapi yang sehat dinilai dari fisiknya, saham yang sehat dapat ditimbang dari kondisi arus kasnya. Semakin kuat arus kas yang dimiliki, semakin kokoh pula perusahaan itu dalam menghadapi berbagai situasi.
Jadi, selain neraca dan laporan laba-rugi, laporan arus kas juga layak ditelisik supaya investor bisa memilih saham yang unggul dan sehat, yang bisa memberi untung berlipat-lipat.
Salam.
Adica Wirawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H