Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Tak Cuma Konten Kimi Hime, Saham Juga Bisa Kena "Suspensi"

26 Juli 2019   10:09 Diperbarui: 27 Juli 2019   07:29 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Youtuber Kimi Hime yang tiga videonya disuspen oleh Kemkominfo| Sumber: Instagram Kimi Hime|

Sepanjang minggu ini, Kimi Hime tampak "uring-uringan". Maklum, beberapa waktu lalu, Kominfo mensuspens tiga konten video di akun Youtubenya. Ketiga konten itu dianggap memuat unsur-unsur pornografi sehingga diblokir sementara penayangannya.

Sebagai kreator konten, Kimi jelas merasa keberatan atas suspensi tadi. Pasalnya, ketiga konten tersebut memiliki jumlah viewer yang besar dan alasan pengunciannya pun baru sebatas "anggapan". Kimi belum terbukti secara "sah" dan "meyakinkan" telah menyebarkan pornografi di konten tersebut.

Maka, jangan heran, youtuber yang jago main game itu sampai curhat kepada sejumlah orang. Lewat tayangan video, ia bahkan sampai meminta bantuan presiden untuk menyelesaikan permasalahannya.

Untuk meluruskan persoalan tadi, Kominfo kemudian memanggil Kimi Hime. Kominfo berharap Kimi bisa datang menghadiri panggilan tadi untuk menjelaskan persoalan yang terjadi. Langkah itu dilakukan agar kedua pihak bisa menemukan solusi terbaik untuk memecahkan permasalahan.

Upaya pemblokiran yang dilakukan Kominfo sebetulnya juga dilakukan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Kalau Kominfo berwenang mensuspensi konten di jagat maya, BEI berhak memblokir perdagangan suatu saham. 

Pemblokiran itu tak hanya dilakukan kepada saham-saham yang melanggar peraturan, tetapi juga yang "diduga" membahayakan kepercayaan investor.

Satu kasus yang bisa menjadi contoh ialah suspensi saham PT Kawasan Industri Jababeka, Tbk (KIJA). Saham tadi dihentikan sementara perdagangannya per 8 Juli 2019 karena perusahaan "diisukan" mengalami gagal bayar atas surat utang yang diterbitkan anak perusahaan, yakni Jababeka International B.V. Nilai utangnya terbilang besar, yakni Rp 4,2 triliyun.

Kawasan Industri Jababeka (sumber: https://photo.kontan.co.id)
Kawasan Industri Jababeka (sumber: https://photo.kontan.co.id)
Hal itu jelas bikin investor "ketar-ketir". Daripada terjadi kekacauan di pasar, lebih baik BEI menyetop perdagangan saham KIJA. Seperti Kimi Hime, BEI kemudian memanggil para pejabat perusahaan tersebut untuk melakukan klarifikasi.

Setelah semua pernyataan disampaikan, pada tanggal 18 Juli 2019, "gembok" yang membelenggu saham KIJA akhirnya dibuka. Saham KIJA bebas ditransaksikan kembali di bursa.

Meski demikian, belakangan masalah yang membelit perusahaan tersebut "berbuntut panjang". Yang paling baru, sejumlah investor saham KIJA mengajukan gugatan ke pengadilan atas Hasil Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang diselenggarakan pada tanggal 26 Juni kemarin. Yang dipersoalkan bukan tentang utang, melainkan perubahan susunan pejabat perusahaan, yang dinilai belum berkekuatan hukum tetap.

Gugatan tadi bisa jadi akan menyebabkan saham KIJA "dijebloskan" kembali ke kerangkeng suspensi. Kalau hal itu sampai terjadi, investornya tentu hanya bisa "gigit jari".

Untungnya saham-saham yang saya pegang belum pernah mengalami persoalan demikian. Yang terjadi hanya terkena Unusual Activity Market (UMA). Hal ini dialami oleh saham perusahaan komputer yang saya miliki beberapa bulan lalu. Saya ingat pada suatu hari, harganya naik tajam, hingga 8%! Padahal, perusahaan tidak melakukan aksi korporasi apapun.

Peristiwa tadi kemudian ditangkap oleh "radar" BEI. Direktur perusahaan pun dimintai keterangan. Untungnya, semua persoalan beres. Saham tersebut tidak sampai diblokir, seperti saham KIJA. Investasi saya pun bisa aman dan selamat.

Pemblokiran perdagangan saham memang bisa bikin para investor "jantungan". Pemblokiran ini biasanya dilakukan jika ada perusahaan yang tersangkut masalah, seperti "perang manajemen" dan gagal bayar utang.

Tentu masih hangat di ingatan kita tentang kasus yang menjerat PT Tiga Pilar Sejahtera (AISA). Kasus yang disebabkan perseteruan antara komisaris dan direktur tersebut tak hanya "menggoyang" kinerja perusahaan, tetapi juga merugikan investornya. Untuk mengantisipasi kekisruhan yang lebih besar, sahamnya pun kemudian "dikurung".

Meskipun sempat dibuka beberapa waktu lalu, nasib investornya masih terkatung-katung. Akibat belum adanya kejelasan hukum, serta "bayang-bayang" kerugian yang menggunung, hati investornya pun dibikin limbung. Kalau sudah begini, bukannya untung, investasi yang dilakukan justru berujung "buntung".

Pemegang Saham AISA (sumber: https://akcdn.detik.net.id)
Pemegang Saham AISA (sumber: https://akcdn.detik.net.id)
Memang itulah risiko yang mesti dihadapi oleh investor saham. Kalau investor membeli saham dari perusahaan yang dikelola oleh orang-orang yang tidak punya integritas dan kapasitas, serta doyan menimbun utang, jangan harap ada cerita investasi yang berakhir bahagia. Ujung-ujungnya, investor bisa terkena apes karena mengalami kejadian seperti yang disebutkan sebelumnya.

Makanya, dalam berinvestasi saham, saya sering memerhatikan tata kelola yang baik dan jumlah utang yang dimiliki perusahaan. Kedua hal tadi menjadi syarat yang penting untuk mengamankan investasi saya. Jangan sampai saya rugi memilih saham karena perusahaan terlilit banyak masalah dan utang.

Oleh sebab itu, saat akan membeli saham, yang terpikir oleh saya ialah keamanan dana saya. Soal keuntungan belakangan. Yang penting adalah keamanan. Sebab, kalau saya "menitipkan" dana di saham perusahaan yang bobrok, sebagai investor, saya bisa celaka.

Untungnya kini BEI telah mencantumkan notasi khusus untuk saham-saham yang bermasalah. Notasi tadi ditempelkan di kode saham tertentu sehingga investor tidak terjebak membeli saham tersebut. Semua itu dilakukan untuk mencegah kasus-kasus di atas tidak terulang pada masa depan.

Seperti Kominfo, alasan BEI melakukan pemblokiran perdagangan saham adalah untuk melindungi dan menjaga kepercayaan investor. Hal itu tentunya bisa memangkas potensi kerugian yang bisa ditanggung investor. Kalau rugi akibat capital loss, itu sudah biasa. Namun, jika rugi karena beli saham dari perusahaan yang bermasalah, itu tentu sungguh disayangkan!

Salam.

Adica Wirawan, founder of Gerairasa

Referensi:

Detik
Kontan
CNBC Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun