Selama beberapa bulan, meskipun sudah melepasnya, saya tetap memantau pergerakan harga saham tadi. Saya merasa penasaran apa betul yang dikatakan oleh analis sebelumnya akan terwujud. Hasilnya? Sungguh luar biasa! Harganya anjlok jadi Rp 1.100-an!
Setelah perusahaan merilis laporan keuangan kuartal 1 tahun 2019 yang memperlihatkan laba perusahaan turun sebesar 74%, seketika itu, aksi obral besar-besaran terjadi. Investor beramai-ramai melepas sahamnya dengan harga yang murah. Saham yang banyak direkomendasikan analis ini pun jatuh terjerembab seperti petinju yang dipukul K.O!
Saya membayangkan andaikan dulu terus menyimpan saham tadi, mungkin sekarang saya sudah rugi 50% lebih! Dengan penurunan sedrastis itu, hampir mustahil, harganya akan naik kembali.
Kasus lainnya juga unik. Ini soal saham perusahaan teknologi yang saya beli. Pada Bulan Oktober tahun 2018, saya memutuskan berinvestasi di emiten teknologi yang namanya jarang terdengar di bursa. Saya beli beberapa lot saja karena itu termasuk perusahaan kecil. Kapitalisasinya saja di bawah 2 triliyun! Jadi, terlalu berisiko kalau saya menanam banyak uang di sana.
Alasan saya membeli sahamnya adalah karena trennya sedang naik, labanya bertumbuh dari tahun ke tahun, dan perusahaan membuka pabrik baru di Cibitung untuk efisiensi pada akhir tahun. Saya menganalisis, laba perusahaan berpotensi akan naik dengan beroperasinya pabrik baru tersebut.
Saat itu, tidak ada satu pun analis yang merekomendasikan saham tadi. Mereka lebih sering kasih rekomendasi saham-saham "kelas kakap", macam INDF, ICBP, WIKA, CPIN, dan JPFA. Saham emiten teknologi tadi mungkin dipandang "sebelah mata", jauh dari jangkauan analis.
Meski begitu, saya tetap boyong sahamnya di harga Rp. 700-an. Beberapa bulan kemudian, kinerja sahamnya sungguh bagus sebab harganya naik dari 700-an ke 1.100-an (60% lebih)! Siapa sangka saham yang luput dari "radar" analis ini bisa memperlihatkan kinerja yang lebih unggul daripada saham ritel smartphone yang banyak direkomendasikan tadi.
Dari situ, saya belajar mengabaikan pendapat analis. Tidak semua rekomendasi mereka akan terwujud. Justru rekomendasi tadi lebih sering "meleset" daripada tepat sasaran. Makanya, jangan heran, Warren Buffett sempat bilang bahwa pasar saham itu sungguh misterius. Tidak ada yang bisa memprediksi arah pergerakannya.
Jadi, kalau investor terbiasa beli saham atas dasar rekomendasi, sebaiknya pikir ulang. Teliti kembali semua aspek rekomendasi tadi. Jangan langsung percaya. Kalau langsung beli tanpa diperiksa terlebih dulu, investor bisa celaka!
Seperti pertandingan antara Liverpool versus Barcelona, bursa saham memang kerap diwarnai dengan berbagai kejutan. Sebagus apapun analisis suatu saham belum tentu menjamin potensi keuntungan yang bisa diraih investor. Biarlah fakta dan kinerja perusahaan yang berbicara di lapangan.
Jadi, kalau ada rekomendasi saham yang bikin kita tertarik beli saham, sebaiknya segera "revisi" pikiran tadi seperti saya yang sedang merevisi prediksi saya atas laga antara Liverpool versus Barcelona.