Bagi saya, awal Ramadhan selalu menghadirkan "atmosfer" yang berbeda. Sebab, momen tersebut sering "diwarnai" dengan Tradisi Munggahan. Sebuah tradisi yang sudah dilakukan oleh masyarakat Sunda sejak zaman dahulu.
Saat Munggahan, mayoritas warga, terutama yang menjalankan ibadah puasa, akan menghentikan aktivitasnya sejenak. Warga umumnya memanfaatkan waktu luang untuk membaca kitab suci, mendengar khotbah, mengunjungi sanak keluarga, atau pergi berziarah. Semua itu dilakukan untuk mawas diri dan silaturahmi.
Biarpun bermanfaat, sayangnya, munggahan tidak berlaku di bursa saham. Pada awal puasa, pasar saham tetap buka dan transaksi berjalan seperti biasa. Semua tampak normal-normal saja. Selain kabar bahwa IHSG "melorot" sekitar 1% akibat sentimen negatif, sepertinya tidak ada yang "spesial" pada sesi perdagangan 6 Mei kemarin.
Meski begitu, bukan berarti tidak ada pelajaran yang bisa dipetik. Kalau dicermati lewat "kacamata" yang berbeda, ternyata kita bisa menemukan hubungan antarabulan puasa dan perilaku investor. Bahwa seperti masyarakat pada umumnya, investor saham ternyata juga belajar "berpuasa". Hanya saja, cara berpuasanya agak berbeda.
Berpuasa sejatinya adalah upaya untuk mengendalikan hawa napsu. Orang yang berpuasa belajar menahan godaan yang datang. Saat rasa lapar, haus, atau amarah muncul di dalam hati, ia mencoba bersabar. Pada saat berpuasa, kesabaran seseorang memang benar-benar diuji, terutama dalam menghadapi emosi-emosi negatif.
Hal itu juga berlaku bagi investor saham. Investor yang piawai tak hanya jago memilih saham, tetapi juga harus andal mengelola emosi. Maklum, di dunia saham, ada dua macam emosi yang sering melanda hati para investor, yaitu takut dan tamak.
Kedua emosi itulah yang sanggup menggoyang pasar saham. Saat rasa takut dikalangan investor muncul, harga saham berguguran. Sebaliknya, ketika rasa tamak berkuasa, pasar saham bisa "diselimuti" euforia gila-gilaan.
Investor yang berpengalaman biasanya mampu berpikir jernih saat terjadi kehebohan semacam itu. Investor yang bersangkutan jelas punya kecerdasan emosi yang baik sehingga segaduh apapun kondisi pasar saham, ia sukar terpengaruh.
Kemampuan dalam mengelola emosi tadi tidak muncul secara tiba-tiba. Investor tersebut tentu sudah terbiasa "berpuasa" sebelumnya. Boleh jadi, ia sudah sering "berpuasa" menahan emosi takut dan tamak yang muncul di dalam bursa. Makanya, jangan heran, ia bisa tetap tenang memegang sahamnya biarpun harganya sudah "berdarah-darah", dan juga mampu berpikir waras ketika kondisi pasar sedang dilanda kegilaan!
Dalam situasi demikian, kesabaran seorang investor memang akan dites. Berbagai situasi, susah maupun senang, sering datang silih berganti di bursa saham. Sebagai investor, saya sudah pernah mengalami semua situasi tadi sehingga "panas-dingin"-nya bursa saham sudah jadi hal yang biasa.