Kesetiaan barangkali adalah sesuatu yang "langka" dalam dunia partai politik di tanah air. Maklum, di Indonesia, "ikatan emosional" terhadap partai terbilang rendah.Â
Seperti dikutip dari laman BBC, kedekatan psikologis dengan suatu partai hanya berkisar 11%, kalah jauh dibandingkan dengan negara-negara lain. Jadi, jangan heran, selera masyarakat terhadap sebuah partai seperti "cuaca", yang bisa berubah sewaktu-waktu.
Hal itulah yang kemudian melahirkan istilah swing voter. Swing voter adalah kelompok pemilih yang pada pemilu sebelumnya mendukung partai A, tetapi pada pemilu berikutnya dapat berubah mendukung partai B.
Ada sejumlah alasan yang menyebabkan swing voter. Di antaranya, pemilih yang bersangkutan mungkin memandang bahwa partai yang dulu dipilihnya tidak lagi satu visi dengannya.
Kalau dulu partai tersebut mengusung pemerintahan yang bersih, jujur, dan amanah, tetapi karena belakangan beberapa "oknum" dari partai tadi "terciduk" melakukan korupsi, boleh jadi, pemilih tersebut akhirnya hijrah ke partai lain. Si pemilih menilai bahwa partai yang dulu dibelanya sudah "ingkar janji" atau berubah haluan, sehingga tidak ada alasan lagi baginya untuk terus bertahan.
Alasan lain, keputusan pemilih bisa saja dipengaruhi oleh calon presiden yang akan bertarung di pemilihan umum. Oleh karena partai yang dulu dipilihnya enggan mendukung calon presiden favoritnya, boleh jadi, si pemilih memutuskan "bercerai" dengan partai yang bersangkutan.Â
Kharisma calon presiden yang diidolakannya tampaknya jauh lebih kuat, sehingga ia bersedia "membelokkan" dukungannya dari partai yang dulu pernah disukainya.
Dari situ terlihat bahwa swing voter cukup berpengaruh terhadap perolehan suara yang akan didapat suatu partai. Dalam pemilu sebelumnya, sebuah partai mungkin memperoleh suara paling banyak dari masyarakat, mendapat jatah kursi mayoritas di parlemen, dan memiliki kekuasaan yang besar.
Namun, akibat fenomena swing voter, kejayaan tadi belum tentu akan terulang. Hal itu jelas menjadi "pekerjaan rumah" bagi petinggi partai.Â
Untuk memenangkan pemilu, mereka mesti berpikir dan bekerja keras merebut simpati pemilih karena pemilih terdahulu belum tentu menyumbangkan suaranya untuk partai itu lagi.