Harus diakui, investor asing masih "mendominasi" Bursa Efek Indonesia. Biarpun kini jumlahnya mampu disaingi oleh investor lokal, kekuatan dana yang mereka miliki tetap sulit ditandingi. Pergerakan investor asing pun sering diawasi pelaku pasar.Â
Maklum, di bursa saham, mereka sering menjadi "bandar". Begitu mereka melakukan transaksi, akan ada pengaruh yang signifikan terhadap harga suatu saham.
Saya sendiri telah merasakan betapa kuatnya pengaruh investor asing terhadap pergerakan harga suatu saham. Akibat aksi jual-beli yang dilakukan investor asing, harga saham yang saya pegang bisa tiba-tiba melonjak atau justru sebaliknya menukik tajam.
Saya ingat pada bulan Januari-Maret lalu harga saham perusahaan elektronik yang saya punya tiba-tiba melesat dari kisaran Rp 900-an ke Rp 1.100 per lembar saham. Kenaikan itu tentu bikin saya senang. Saya bisa memetik potensi keuntungan sekitar 30% atas modal yang saya tanam.
Biarpun tingkat keuntungan tadi adalah sesuatu yang biasa terjadi di bursa saham, bagi saya, hal itu tetap terbilang besar. Sebab, kalau saya "eksekusi" pada saat itu, keuntungan yang bisa saya petik cukup untuk modal beli hp baru. Hahahaha.
Alih-alih langsung merealisasi profit, saya memutuskan tetap menahan saham tadi. Saya enggan menjualnya karena saya merasa akan ada keuntungan yang jauh lebih besar kalau saya memegangnya beberapa bulan lagi.
Lonjakan harga saham yang cepat tadi bukannya tanpa sebab. Setelah diselidiki, saya baru tahu, bahwa ada aliran "dana segar" yang masuk dari investor asing selama periode tadi. Jumlahnya pun tergolong banyak, bisa mencapai miliyaran rupiah. Makanya, jangan heran, harganya ikut "terdongkrak" begitu aliran dana dari investor asing masuk ke saham tersebut.
Sayangnya, aliran dana tersebut sempat "tersendat" pada penghujung bulan Maret. Saat perusahaan elekronik tadi merilis laporan tahun yang memperlihatkan kenaikan laba dari tahun sebelumnya, alih-alih naik, harga sahamnya justru anjlok! Dalam dua hari, harganya mendadak rontok hingga 6-7%. Akibatnya, potensi keuntungan saya pun mesti "turun kasta".
Hal itu jelas adalah sebuah "anomali". Saat perusahaan memperlihatkan kinerja yang moncer di laporan tahunannya, seharusnya, harga sahamnya melesat. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Harganya turun cukup dalam, dari yang tadinya 1.100 ke 1.050 dan itu terjadi secara berturut-turut.
Penyebabnya? Lagi-lagi itu ulah investor asing. Mereka "nge-gas" saham tadi hingga harganya terjerembab. Yang bikin saya heran, mengapa mereka justru jual saham tadi jelang perusahaan merilis laporan tahunan? Bukankah akan jauh lebih untung kalau mereka terus mempertahankannya?