Baru-baru ini, Forbes merilis daftar nama orang terkaya di Indonesia. Seperti sebelumnya, kecuali Eka Tjipta Widjaya yang namanya hilang dari daftar karena beliau meninggal dunia, urutannya nyaris tidak banyak berubah. Budi dan Michael Hartono masih berada di urutan paling atas orang tertajir di tanah air dengan taksiran kekayaan USD 37 miliyar alias 520 triliyun rupiah.
Hartono bersaudara mengungguli orang kaya lainnya, seperti Sri Prakash Lohia dengan kekayaan USD 7,3 miliyar, Keluarga Tahir (USD 4,5 miliyar), Chairul Tanjung (USD 3,7 miliyar), dan Prayogo Pangestu (USD 3,5 miliyar).
Kemunculan nama Donald yang terkesan tiba-tiba tersebut bukannya tanpa sebab. Hal itu bisa terjadi karena perusahaan yang digawanginya, yaitu PT Totalindo Eka Persada, melantai di bursa pada tahun 2017. Oleh karena saham perusahaannya ramai dikoleksi investor sehingga harganya membumbung, secara otomatis, kekayaan Donald pun meningkat drastis. Makanya, jangan heran, nama Donald kemudian "menyodok" ke urutan 21.
Tak hanya orang Indonesia, Forbes juga merilis daftar orang terkaya di Amerika Serikat. Seperti sebelumnya, Jeff Bezos masih duduk nyaman di posisi paling atas dengan kekayaan yang ditaksir mencapai 1.854 triliyun rupiah.
Meskipun saham Amazon yang diapitnya sedang "goyang" akibat "badai ekonomi" yang melanda Negeri Paman Sam dan kasus perceraiannya cukup menghebohkan warganet beberapa waktu lalu lantaran Bezos dikabarkan mesti berbagi sahamnya kepada mantan istrinya sebagai "harta gono-gini", laju kekayaan pria berkepala plontos tersebut nyaris tak terbendung.
Hal itu bisa jadi disebabkan oleh perusahaan investasi yang dimiliki Gates, yaitu Cascade Investment. Perusahaan itu ibarat "ladang minyak" baginya. Lewat sejumlah investasi yang dilakukannya, perusahaan itu banyak mengalirkan keuntungan ke "kantong" Gates. Jadi, jangan heran, sebanyak apapun nominal yang dihabiskannya, akan selalu ada nominal lainnya yang mengalir dari "tambang emas" tadi.
Urutan selanjutnya masih "dihuni" oleh investor Warren Buffett. Kekayaan Buffett ditaksir mencapai 1.167 triliyun rupiah. Kekayaan tersebut berasal dari capital gain, dividen, dan bunga obligasi yang didapat dari perusahaan miliknya, yakni Berkshire Hathaway.
Biarpun saham-saham yang digenggam Berkshire sedang down tren, sehingga itu "menggerus" cukup banyak nilai kekayaan Buffett, nyatanya, fundamental hartanya masih cukup kokoh. Sebab, jika "krisis" yang menerpa ekonomi di Amerika Serikat berlalu, dan saham-sahamnya bangkit, nilai kekayaannya bisa jadi akan naik kembali.
Sektor Konsumsi Versus Teknologi
Kalau kita membandingkan daftar orang terkaya di Indonesia dan Amerika Serikat, kita akan menemukan perbedaan yang cukup jelas, terutama sektor usaha yang dijalankan oleh masing-masing pihak. Sebagai orang terkaya di tanah air, Hartono bersaudara mempunyai perusahaan rokok, yaitu PT Djarum, yang bergerak di sektor konsumsi.
Sudah bertahun-tahun, rokok menjadi komoditas yang ramai diperdagangkan di Indonesia. Biarpun bea-nya besar dan harganya kini terbilang mahal, tetapi hal itu nyaris tidak "melunturkan" selera orang-orang untuk mengonsumsi rokok. Makanya, jangan heran, produsen rokok, seperti PT Djarum, bisa menuai untung besar lantaran konsumsi rokok terus bertambah di masyarakat.
Beberapa perusahaan rokok pun ada yang sudah melantai di Bursa Efek Indonesia. Oleh karena termasuk sektor unggulan, wajar kalau sahamnya dihargai tinggi. Sebut saja harga saham PT HM Sampoerna, Tbk. (HMSP) dan PT Gudang Garam Tbk. (GGRM) yang relatif mahal. Sampai tulisan ini dibuat, saham HMSP menyentuh harga Rp 3.820/ lembar, sementara GGRM Rp 91.300/lembar.
Kalau saham produsen rokok yang sudah melantai di bursa saja dihargai sedemikian tinggi, bisa dibayangkan kalau PT Djarum yang dimiliki Hartono bersaudara suatu saat IPO. Boleh jadi, kekayaan keduanya tentu akan naik tajam. Uang yang dimilikinya bisa bertambah berkali-kali lipat karena sahamnya besar kemungkinan dihargai mahal oleh para investor, sebagaimana saham HMSP dan GGRM.
Jika di Indonesia, sektor konsumsi, seperti rokok, tergolong sebagai sektor unggulan, di Amerika Serikat beda lagi. Di Negeri Paman Sam, sektor yang sedang "hits" justru adalah sektor teknologi. Buktinya, pemilik perusahaan teknologi mayoritas selalu masuk ke dalam daftar orang terkaya yang rutin dirilis Forbes. Sebut saja Jeff Bezos, Bill Gates, Larry Elison, Mark Zuckerberg Larry Page, dan Sergei Brin. Mereka semua ialah para wirausahawan yang mengelola bisnis di sektor teknologi.
Di Tiongkok pun "sebelas-dua belas" keadaannya. Kini "singgasana" orang terkaya di Tiongkok justru diduduki oleh Ma Huateng, pendiri dan pemimpin perusahaan Tencent, yang bergerak di sektor teknologi. Di urutannya berikutnya ada Jack Ma, pendiri ecommerce Alibaba, yang lagi-lagi merupakan wirausahawan di bidang teknologi.
Di kedua negara maju tersebut, daftar orang terkaya justru "dikuasai" oleh para wirausahawan dari bidang teknologi. Hal itu bisa terjadi lantaran ekosistem digital di sana sudah berkembang pesat. Wajar, kedua negara itu sudah mengalami "lompatan besar" di bidang teknologi, terutama internet, sejak puluhan tahun silam.
Pada waktu itu, ada begitu banyak perusahaan teknologi yang muncul, dan hal itulah yang kemudian membentuk ekosistem di masyarakat. Oleh sebab itu, wirausahawan yang ingin menjajal bisnis online lebih mudah menjalankan usahanya, sebab ekosistemnya sudah matang.
Berbeda dengan Indonesia, yang ekosistem digitalnya baru muncul satu dekade silam. Kalau orang Amerika dan Tiongkok sudah memakai ecommerce sejak tahun 90-an, orang Indonesia justru baru mengenalnya beberapa tahun belakangan.
Untuk urusan teknologi seperti itu, kita memang tertinggal jauh. Maklum, pada dekade 90-an, ekosistem di tanah air belum timbul. Saat itu, orang Indonesia lebih mementingkan urusan konsumsi (baca: makan) daripada teknologi. Makanya, belum banyak wirausahawan dari sektor teknologi yang merintis "jalan" bagi perkembangan ekosistem digital di masyarakat.
Namun demikian, kini ekosistem tadi sudah terbuka lebar, dan saya melihat bahwa wirausahawan di sektor teknologi berpeluang besar masuk daftar orang terkaya di Indonesia suatu hari nanti.
Para wirausahawan di bidang teknologi, seperti Nadiem Makarim (pendiri Gojek), William Tanuwijaya (Tokopedia), Achmad Zaky (Bukalapak), dan Ferry Unardi (Traveloka), bisa saja akan masuk jajaran triliyuner pada masa depan. Bahkan, bukannya mustahil, satu di antara mereka mungkin akan menduduki posisi teratas sebagai orang kaya di tanah air.
Hal itu tentu bukan sekadar khayalan belaka. Seiring berkembangnya industri digital, dan kesiapan masyarakat dalam menyambut era baru, sektor konsumsi yang selama ini menjadi unggulan di Indonesia bisa saja akan digeser dan digusur oleh sektor teknologi. Pada saat itulah, bisa jadi, akan muncul banyak wirawusahawan dari sektor teknologi yang mendominasi daftar nama orang terkaya di Indonesia.
Salam.
Adica Wirawan, founder of Gerairasa
Referensi:
Mengejutkan, Donald Sihombing Masuk Jajaran Orang Terkaya RI
 Orang Terkaya di China Ternyata Bukan Jack Ma, Siapa?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H