Awal bulan seperti saat ini biasanya disambut dengan penuh sukacita. Wajar, awal bulan adalah masa-masanya orang terima gaji. Setelah bekerja selama sebulan, akhirnya orang-orang bisa menikmati hasil jerih payah yang sudah dilakukan, dan itu tentu menimbulkan kegembiraan.
Meski demikian, hal itu sepertinya tidak berlaku untuk pemegang saham LPPF alias PT Matahari Departement Store. Awal bulan justru menimbulkan "petaka" untuk mereka.Â
Pasalnya, sehari setelah perusahaan merilis Laporan Keuangan Tahunan 2018, harga saham LPPF langsung amblas 22%. Saham LPPF yang tadinya dihargai Rp 5.300-an/lembar "terjun bebas" menjadi Rp 4.200-an/lembar pada perdagangan 5 April 2018.
Hal itu sebetulnya di luar taksiran investor. Memang sepanjang tahun 2018, harga LPPF terus longsor sebagai akibat turunnya laba yang dicetak perusahaan. Saham LPPF yang dihargai 11.000-an pada bulan Januari 2018 meluncur menyentuh angka Rp 4.000-an pada bulan November 2018.
Pada bulan Desember 2018, sempat ada sentimen positif yang "mendongkrak" harga saham LPPF. Sentimen itu ialah libur akhir tahun.Â
Pada masa libur, penjualan Matahari diprediksi akan "menggelembung". Jelang pergantian tahun, diperkirakan akan ada begitu banyak orang yang membeli pakaian di gerai-gerai Matahari.
Maklum, pada waktu tersebut, Matahari biasanya memberi diskon besar-besaran untuk setiap produknya dan hal itu tentu menarik minat konsumen untuk berbelanja. Kalau banyak yang memborong pakaian di gerainya, tentu pendapatan perusahaan akan bertambah. Labanya pun akan ikut naik.
Atas dasar itulah banyak investor yang kemudian berspekulasi. Mereka berasumsi bahwa kinerja perusahaan akan lebih baik pada akhir tahun lantaran meningkatnya angka penjualan. Setidaknya itu akan menjadi semacam "katalis" untuk memperbaiki kinerja perusahaan sepanjang tahun.
Tanpa data yang jelas, investor kemudian berbondong-bondong mengoleksi saham LPPF. Harga saham LPPF yang tadinya sempat terpuruk berangsur-angsur melejit hingga menyentuh Rp 7.000-an/ lembar pada bulan Januari 2019.
Dari laporan keuangan kuartalan tahun 2018, terlihat bahwa laba yang berhasil dibukukan perusahaan terus turun. Biarpun Return on Equity (ROE)-nya masih di atas 50%, dan itu terbilang besar, tetapi kalau labanya anjlok, hal itu akan berpengaruh pada harga sahamnya.
Makanya, jangan heran, dari bulan ke bulan, harga saham LPPF pun ikut-ikutan luruh seiring turunnya laba perusahaan. Saya tidak berani beli saham yang trennya sedang turun begitu walaupun harganya sudah sangat murah. Sebab, kalau saya boyong, risiko kerugian yang saya tanggung jauh lebih besar.
Kemudian, saya juga "menerawang" prospek perusahaan pada masa depan. Dari penerawangan tadi, saya "merasa" perusahaan masih sulit memperbaiki kinerjanya.Â
Maklum, persaingan yang sedemikian ketat menjadi salah satu sebabnya. Perusahaan tak hanya bersaing sengit dengan perusahaan ritel lain, tetapi juga terus "digempur" oleh bisnis online yang berkembang sedemikian masif.
Apalagi, kini memang sedang menjamur toko online yang menjajakan produk fashion, seperti Zilingo dan Salestock. Dari toko tersebut, konsumen bisa mendapat nilai lebih. Dengan berbelaja di situ, mereka dapat menemukan barang yang variatif dengan harga yang kompetitif.
Biarpun para seller belum punya situs sendiri, Instagram menyediakan "lapak" kepada mereka untuk mengenalkan barang dagangannya. Dari situ mereka juga bisa langsung menerima tanggapan dari calon konsumennya.
Harga barang yang ditawarkan mungkin jauh lebih murah daripada di toko-toko offline. Namun, bukan berarti kualitasnya jauh lebih rendah. Buktinya, saya sempat beli sandal di sebuah toko online, dan produk yang saya dapat kualitasnya cukup bagus, tidak kalah dengan produk yang ditawarkan di tempat lain.
Situs-situs seperti itulah yang menjadi saingan utama bagi Matahari Departement Store. Kalau perusahaan bersikap pasif tanpa melakukan inovasi, konsumen perusahaan bisa hijrah membeli produk dari situs-situs tadi.
Makanya, untuk mengikuti tren beli masyarakat, beberapa waktu lalu, manajemen Matahari menutup divisi mataharimall.com, lalu meleburnya dengan situs matahari.com. Tujuannya jelas. Manajemen ingin lebih fokus mengelola kanal penjualan online-nya. Sayangnya, kanal tersebut belum menyumbang dampak positif bagi kinerja perusahaan. Beberapa tahun ke depan mungkin baru terasa dampaknya, tetapi tidak sekarang.
Jadi, kalau saya membeli saham LPPF sebelumnya, berarti saya telah berspekulasi, dan alih-alih untung, spekulasi semacam itu bisa berujung rugi. Biarpun harganya sempat naik, saya biarkan saja, karena saya anggap kenaikan itu bersifat "semu", dan pada awal bulan Maret ini, hal itu terbukti.
Sebab, begitu perusahaan mencantumkan penurunan laba sebesar 42% dalam laporan keuangan tahunannya, harga sahamnya langsung hancur, dan ada banyak investor saham yang rugi kalau ia beli sahamnya dengan harga tinggi sebelumnya. Sungguh bukan minggu yang baik untuk investor saham LPPF!
Salam.
Adica Wirawan, founder of Gerairasa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H