Makanya, jangan heran, dari bulan ke bulan, harga saham LPPF pun ikut-ikutan luruh seiring turunnya laba perusahaan. Saya tidak berani beli saham yang trennya sedang turun begitu walaupun harganya sudah sangat murah. Sebab, kalau saya boyong, risiko kerugian yang saya tanggung jauh lebih besar.
Kemudian, saya juga "menerawang" prospek perusahaan pada masa depan. Dari penerawangan tadi, saya "merasa" perusahaan masih sulit memperbaiki kinerjanya.Â
Maklum, persaingan yang sedemikian ketat menjadi salah satu sebabnya. Perusahaan tak hanya bersaing sengit dengan perusahaan ritel lain, tetapi juga terus "digempur" oleh bisnis online yang berkembang sedemikian masif.
Apalagi, kini memang sedang menjamur toko online yang menjajakan produk fashion, seperti Zilingo dan Salestock. Dari toko tersebut, konsumen bisa mendapat nilai lebih. Dengan berbelaja di situ, mereka dapat menemukan barang yang variatif dengan harga yang kompetitif.
Biarpun para seller belum punya situs sendiri, Instagram menyediakan "lapak" kepada mereka untuk mengenalkan barang dagangannya. Dari situ mereka juga bisa langsung menerima tanggapan dari calon konsumennya.
Harga barang yang ditawarkan mungkin jauh lebih murah daripada di toko-toko offline. Namun, bukan berarti kualitasnya jauh lebih rendah. Buktinya, saya sempat beli sandal di sebuah toko online, dan produk yang saya dapat kualitasnya cukup bagus, tidak kalah dengan produk yang ditawarkan di tempat lain.
Situs-situs seperti itulah yang menjadi saingan utama bagi Matahari Departement Store. Kalau perusahaan bersikap pasif tanpa melakukan inovasi, konsumen perusahaan bisa hijrah membeli produk dari situs-situs tadi.
Makanya, untuk mengikuti tren beli masyarakat, beberapa waktu lalu, manajemen Matahari menutup divisi mataharimall.com, lalu meleburnya dengan situs matahari.com. Tujuannya jelas. Manajemen ingin lebih fokus mengelola kanal penjualan online-nya. Sayangnya, kanal tersebut belum menyumbang dampak positif bagi kinerja perusahaan. Beberapa tahun ke depan mungkin baru terasa dampaknya, tetapi tidak sekarang.
Jadi, kalau saya membeli saham LPPF sebelumnya, berarti saya telah berspekulasi, dan alih-alih untung, spekulasi semacam itu bisa berujung rugi. Biarpun harganya sempat naik, saya biarkan saja, karena saya anggap kenaikan itu bersifat "semu", dan pada awal bulan Maret ini, hal itu terbukti.
Sebab, begitu perusahaan mencantumkan penurunan laba sebesar 42% dalam laporan keuangan tahunannya, harga sahamnya langsung hancur, dan ada banyak investor saham yang rugi kalau ia beli sahamnya dengan harga tinggi sebelumnya. Sungguh bukan minggu yang baik untuk investor saham LPPF!