Alasannya? Mereka terpengaruh oleh sentimen tahun pemilu yang akan berlangsung pada tahun 2019. Wajar, pada tahun pemilu, biasanya konsumsi masyarakat meningkat, dan hal itu diprediksi akan mendongkrak penjualan Indofood. Kalau penjualannya bertambah, harga sahamnya juga ikut-ikutan "terbang". Makanya, daripada telat, buru-buru investor memboyong sahamnya, sebelum harganya melonjak lebih tinggi lagi dalam beberapa bulan ke depan.
Kita bisa menggunakan strategi averaging down pada saham INDF. Biarpun harganya sedang dalam tren negatif, kita dapat mulai mengoleksinya sedikit demi sedikit. Semakin turun harganya, semakin gencar kita membeli sahamnya. Setelah pasar "lelah" menjual sahamnya, harganya akan kembali naik, dan pada saat itulah kita menuai untung.
Catatan lain yang perlu diperhatikan sewaktu kita akan menerapkan strategi averaging down ialah mencermati sektor usaha. Biarpun sama-sama tergolong saham bluechip, tetapi kalau sektor usahanya berbeda, bisa berbeda pula "nasib" sahamnya.
Sebut saja saham-saham di sektor consumer goods. Saham-saham unggulan di sektor ini rata-rata punya prospek yang bagus. Sebab, produk yang dihasilkannya selalu dibutuhkan dan cepat diserap pasar. Hal itu tentu berimbas pada kinerja perusahaan dan stabilistas harga sahamnya di bursa.
Makanya, jangan heran, saham-saham "jagoan" di sektor ini, seperti INDF, ICBP, UNVR, dan KLBE, menjadi langganan para investor. Investor menilai bahwa saham demikian menjanjikan pertumbuhan yang tetap dan kuat. Biarpun harganya jatuh, itu hanya sementara. Dalam waktu singkat, saham yang bersangkutan bisa naik lagi.
Beda kasusnya, kalau kita bicara tentang saham-saham di sektor pertambangan. Saham-saham jenis ini biasanya punya daya tahan yang "rapuh". Pendapatan perusahaan labil dari tahun ke tahun, seiring dengan berubahnya harga komoditas tambang.
Perhatikanlah saham-saham di sektor pertambangan, seperti INDY, BUMI, dan ADRO. Selama lima tahun belakangan grafiknya menyerupai roller coaster, yang naik-turunnya sangat tajam, dan besar kemungkinan lima tahun berikutnya pun akan terus begitu. Saham jenis ini bisa dibilang tidak punya prospek yang jelas pada masa depan.
Jadi, kalau membandingkan sektor usaha, kita tentu memilih saham di sektor consumer goods, yang jelas mempunyai pertumbuhan yang stabil. Strategi averaging down pun bisa diterapkan untuk saham di sektor ini. Sebab, harga sahamnya bisa langsung membaik begitu jatuh dalam waktu dekat. Tidak seperti saham-saham di sektor pertambangan yang belum tentu akan kembali naik, biarpun sekian lama kita terus menunggunya.
Salam.
Adica Wirawan, founder of Gerairasa
Referensi
Anjloknya Saham Apple Bikin Warren Buffett Girang, Kenapa?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H