Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menjajal Keampuhan "Resolusi Tematik"

2 Januari 2019   10:09 Diperbarui: 2 Januari 2019   10:32 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jelang pergantian tahun, orang-orang umumnya sibuk memikirkan resolusi yang ingin diwujudkan pada masa depan. Saya pun dulunya begitu. Sebelum tahun berganti, biasanya saya merencanakan target yang mau dicapai pada tahun berikutnya. Di antara sekian banyak keinginan, setelah memilah dan memilih dengan saksama, saya memutuskan tiga tujuan spesifik, yang hendak digapai.

Apakah semua tujuan yang sudah dirumuskan matang-matang itu kemudian bisa terwujud? Tidak juga. Di antara tiga resolusi yang saya bikin, paling banyak hanya dua yang bisa dicapai. Sisanya "gugur" di tengah jalan, atau lupa saya wujudkan. Walaupun sudah menetapkan tiga tujuan sejelas mungkin, ternyata tidak mudah untuk mencapainya.

Makanya, sejak beberapa tahun lalu, saya jadi "malas" memikirkan tujuan, sebab saya tahu, secermat apapun saya merumuskannya, kalau situasinya belum pas, tujuan itu belum tentu bisa diraih.

Jadi, apakah setiap awal tahun, seperti saat ini, hidup saya hanya "mengalir" tanpa tujuan yang jelas? Tentu tidak. Sungguh sayang kalau waktu yang saya miliki ini habis tanpa menghasilkan apapun. Makanya, saya tetap membikin resolusi, hanya saja strateginya sedikit berbeda daripada sebelumnya.

Saya menyebut strategi baru ini sebagai "resolusi tematik". Ide awal tentang resolusi tematik sebetulnya berasal dari buku Making The Giant Leap, yang ditulis Stanley S. Atmadja. Stanley dulunya adalah pendiri dan direktur Adira Finance, sebuah perusahaan pembiayaan. Dalam bukunya, Stanley sempat menyinggung soal strategic theme. Lewat konsep itu, Stanley merancang rencana bisnis sesuai tema tertentu.

Makanya, di bawah kepemimpinan Stanley, setiap tahun, Adira Finance mengusung tema bisnis yang berbeda. Contoh, pada tahun 2005, Adira mengambil tema Optimize Productivity. Tema itu kemudian menjadi "gravitasi" dalam menjalankan roda bisnis. Semua upaya perusahaan, mulai dari operasional hingga layanan purnajual, pun dipusatkan sesuai dengan tema tersebut.

Tahun berikutnya (2006) tema yang dipilih beda lagi, yakni Healthy Growth With Great People, dan perusahaan berkiblat menjalankan aksi yang selaras dengan tema tersebut.

Hal itulah yang kemudian mengilhami saya. Alih-alih sibuk merenungkan target spesifik, saya lebih senang merencanakan tema per tahun. Makanya, setiap tahun, saya memilih suatu tema tertentu, yang akan menjadi "kompas" dalam memandu setiap tindakan saya.

Misal, pada tahun 2018, saya memutuskan mengusung tema "investasi". Saya memilih tema tersebut karena saya melihat prospek yang bagus pada bidang investasi.

Makanya, semua tindakan yang saya ambil sepanjang tahun 2018 difokuskan untuk berinvestasi. Saya pun mulai mencoba berinvestasi pada beberapa instrumen yang belum pernah saya jajal sebelumnya.

Contoh, pada bulan Mei 2018, pemerintah menerbitkan Surat Berharga Ritel (SBR) seri 003 dengan bunga mengambang dan tenor selama dua tahun. Sewaktu mendengar kabar tersebut, saya langsung mencari tahu. Agar lebih mengenal obligasi tersebut, saya bahkan ikut menghadiri acara peluncurannya di kawasan Kuningan, Jakarta.

Alasan saya bersedia melakukan itu ialah karena hal itu sesuai dengan resolusi tematik yang sudah saya rumuskan pada awal tahun. Setelah memeriksa mekanismenya, dan ternyata cocok dengan profil risiko saya, tanpa ragu, saya pun langsung membelinya.

Begitu pun sewaktu saya mulai berinvestasi saham pada bulan Oktober 2018. Bagi saya, berinvestasi saham adalah sebuah pengalaman baru. Jadi, ketika ada kabar Festival Investasi di Summarecon Bekasi, saya memutuskan hadir, dan tertarik mendaftar di sebuah perusahaan sekuritas.

Kedua tindakan itu sejatinya berada di luar perkiraan saya. Pada saat membuat resolusi tematik, saya sama sekali tidak pernah menduga akan menjajal investasi lewat dua instrumen tersebut. Namun, oleh karena sudah menetapkan tema "investasi" untuk tahun 2018, mungkin, secara bawah sadar, pikiran saya "menuntun" saya untuk mencobanya.

Bagi saya, resolusi tematik lebih manjur daripada resolusi kejar target yang sudah pernah saya coba. Alasannya? Karena ia menawarkan fokus utama, yang memudahkan kita dalam melihat gambaran besar kehidupan dan mengingat resolusi sepanjang tahun.

Hal lain yang bikin resolusi tematik bisa sangat efektif ialah tiadanya beban target yang mesti diraih. Dengan merumuskan resolusi tematik, kita bebas menjalani hidup tanpa harus dipusingkan oleh tujuan tertentu.

Sebab, semuanya bergantung pada kesempatan yang datang. Kalau kita melihat sebuah kesempatan yang sesuai dengan resolusi tematik kita, kita bisa mengambilnya; jika tidak, lewatkan saja. Hanya sesederhana itu.

Beda ceritanya kalau kita mesti kejar target dalam bikin resolusi. Semua itu bisa menjadi beban tersendiri, sebab tidak semua keinginan kita terwujud. Kalau kondisinya belum cukup "matang", jangan harap cita-cita kita bisa diraih. Makanya, kalau kita memasang target tahunan tanpa melihat situasi, kita bisa-bisa kecewa lantaran harapan kita "berseberangan" dengan kenyataan.

Jadi, saya lebih cocok mengusung resolusi tematik alih-alih kejar target. Resolusi itu memberi saya sebuah fokus yang jelas dalam menjalani hidup tanpa terbebani mencapai target-target tertentu.

Kini tema yang saya putuskan untuk tahun ini berbeda dengan tahun lalu. Kalau sebelumnya, saya menggadang-gadang tema "investasi", sekarang saya memilih mengusung tema "fundamental". Saya tidak mengetahui peristiwa yang akan saya alami selama 365 hari ke depan, tetapi semua perbuatan saya sekarang sudah punya arah yang jelas: fundamental!

Selamat tahun baru para Kompasianers!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun