Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Mencari Manajer "Setangguh" Juergen Klopp di Bursa Saham

18 Desember 2018   10:09 Diperbarui: 18 Desember 2018   21:54 1812
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Juergen Klopp. (PAUL ELLIS/AFP)

Untuk mengatasi persoalan itu, sebetulnya kita bisa berkunjung menemui manajer perusahaan secara langsung. Kunjungan itu ibarat "studi tur", yang bertujuan mengenali perusahaan lebih baik. Dari situ, sedikit-banyak investor bisa menguak "rahasia dapur" perusahaan.

Namun, oleh karena dibatasi waktu dan jarak, tidak semua investor punya kesempatan untuk masuk melihat kegiatan operasional perusahaan. Jadi, tidak adakah indikator yang bisa dijadikan pegangan untuk menilai tata kelola sebuah perusahaan tanpa harus berkunjung secara langsung? Ternyata ada. Biarpun belum pernah bertemu dengan para manajernya, ternyata kita bisa menilai apakah perusahaan tersebut dijalankan dengan baik atau tidak.

Satu pedoman yang biasa dijadikan patokan penilaian ialah kebiasaan berutang suatu perusahaan. Sebagai investor, hal itulah yang biasa saya cermati pada awal menganalisis sebuah saham. Saya cenderung menyukai perusahaan yang rendah tingkat utangnya (rasio debt to equity-nya di bawah 1 kali).

Menurut saya, perusahaan yang tidak doyan berutang banyak bisa "lari" lebih kencang di bursa. Mengapa bisa begitu? Sebab, manajemen akan lebih sibuk memikirkan strategi mengembangkan usaha dan mencetak laba, alih-alih menyiasati utang yang mulai melilit perusahaan.

Kalau boleh kasih contoh, PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk. (kode emiten CPIN) bisa jadi rujukan. Sudah bertahun-tahun, manajemen Charoen Pokphand menjalankan tata kelola perusahaan yang baik. 

Mereka tak hanya mampu "menggenjot" bisnis, tetapi juga mengendalikan utang-utangnya. Buktinya, berdasarkan laporan statistik yang dirilis di situs idx.co.id, selama 4 tahun belakangan, rasio utangnya selalu di bawah 1 kali.

Jumlah utang yang kecil juga memberi perusahaan sebuah keuntungan, terutama saat situasi ekonomi sedang buruk. Sebab, dalam kondisi demikian, perusahaan bisa melunasi utang-utangnya dengan mudah, dan terus melanjutkan usaha tanpa dibebani oleh kewajiban-kewajiban tertentu.

Makanya, sewaktu Charoen Pokphand mengalami krisis ekonomi, yang menyebabkan nilai sahamnya jatuh di kisaran Rp 1.680 per lembar saham (21 Agustus 2015), hanya dalam tiga tahun, harga saham CPIN mampu bangkit kembali seiring membaiknya kinerja perusahaan. 

Buktinya, sewaktu saya menulis artikel ini (18 Desember 2018), harganya sudah menyentuh 6.750 alias naik 301% sejak saat itu!

pergerakan saham CPIN sepanjang 2018 (sumber: dokumentasi adica)
pergerakan saham CPIN sepanjang 2018 (sumber: dokumentasi adica)
Selain rasio utang, hal lain yang bisa dijadikan "barometer" ialah kepemilikan saham oleh jajaran direksi. Jajaran direksi yang percaya kepada kinerja perusahaan yang ditanganinya umumnya akan mengoleksi sahamnya dalam jumlah besar dan tetap menggenggamnya dalam krisis.

Makanya, untuk menilai tata kelola perusahaan yang baik, perhatikanlah daftar pemegang saham dan porsi saham yang dipegangnya. Kalau di situ tercantum nama jajaran direksi sebagai pemegang saham, kita boleh memberi checklist bahwa perusahaan tersebut bisa dipercaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun