Sebuah berita yang "nyempil" di Koran Kompas tanggal 17 November 2018 segera "mengalihkan" perhatian saya. Sebab, berita itu menampilkan kasus dua "oknum" polisi yang diduga kuat telah melanggengkan aktivitas penambangan emas ilegal di Pulau Buru. Setelah selesai membacanya, saya pun tertegun sejenak. Pasalnya, setahu saya, penambangan emas di situ sudah lama dilarang oleh pemerintah.
Sejak tahun 2015, pemerintah memang telah menutup total penambangan emas di Pulau Buru dengan alasan keamanan dan kelestarian lingkungan. Namun, lewat kabar tadi, saya jadi tahu bahwasanya penambangan itu ternyata masih "berdenyut". Ternyata masih ada yang mencari butiran emas secara sembunyi-sembunyi di sana.
Sewaktu berbicara tentang penambangan emas di Pulau Buru, pikiran saya tiba-tiba "terpental" pada sosok Susyono. Seperti dilansir dari situs bbc.co.uk, Susyono menjadi orang pertama yang menyadari keberadaan emas di sana.Â
Uniknya, saat menemukan biji emas tersebut, lelaki yang sebelumnya berprofesi sebagai petani tomat itu tidak pernah melakukan riset. Ia juga tidak pernah belajar tentang teknik-teknik pertambangan.
![susyono menjadi orang pertama yang menyadari keberadaan emas di pulau buru (sumber:news.bbcimg.co)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/11/19/700img-1418-lr-5ymi5vl-5bf210746ddcae39911a7f05.jpg?t=o&v=770)
Kakek itu kemudian menawarkan Susyono sebuah boneka emas raksasa. Biarpun akan diberikan sebuah hadiah mewah, Susyono sempat ragu. Sebab, si kakek meminta "imbalan" kalau Susyono menerimanya. Susyono pun tidak jadi mengambilnya lantaran khawatir akan ada "tumbal" yang mesti diserahkannya sebagai akibat dari "transaksi mistis" itu.
Mimpi yang "ganjil" itu kemudian terputus begitu Susyono bangun dari tidurnya. Segera saja ia mendapat "firasat". Ia menafsirkan mimpi itu sebagai sebuah "petuah". Makanya, kemudian sempat ia berpikir, mungkinkah di sekitar tempat tinggalnya yang terletak di kawasan Gunung Botak terdapat "harta karun" berupa emas yang belum diketahui orang-orang?
Oleh karena merasa penasaran, Susyono kemudian pergi mengunjungi Gunung Botak. Dengan perlengkapan seadanya, ia berupaya mencari emas di situ. Setelah sekian hari menelusuri sana-sini, apakah kemudian ia berhasil menemukan emas? Ternyata tidak! Sebab, ia hanya pulang membawa "pasir" yang ditemukannya di sepanjang perjalanan.
Susyono kemudian teringat kepada seorang tetangganya. Tetangganya pernah bekerja sebagai buruh tambang di Sulawesi. Barangkali saja ia bisa membantu memeriksa pasir yang dibawanya hanya untuk memastikan kandungan di dalamnya. Setelah selesai mengecek butiran "pasir" tersebut, si tetangga sontak kaget. "Ini emas!" Serunya. "Di mana kamu menemukannya?"
Diam-diam Susyono dan tetangganya kemudian menambang emas di Gunung Botak. Mereka sengaja pergi pada malam hari supaya tidak ada seorang pun yang tahu letak "harta karun" yang ditemukannya.
Namun, "rahasia" mereka akhirnya terkuak setelah kepala desa setempat memergoki aktivitas penambangan yang mereka lakukan. Sejak saat itu, kabar tentang keberadaan emas di Pulau Buru menjadi viral.
Dalam waktu relatif singkat, kabar itu mampu "menyihir" penduduk setempat. Pasalnya, begitu tahu bahwa di Gunung Botak terkandung "harta karun", mayoritas penduduk yang bekerja sebagai petani tiba-tiba meninggalkan tugas harian mereka, dan berduyun-duyun pergi mencari bijih emas.
Penambangan emas ilegal pun mulai "menggeliat". Dengan peralatan sederhana, penduduk sekitar menghancurkan batu-batu, mengayak serpihan pasirnya ke dalam air, lalu menambahkan merkuri sehingga melebur dengan emas. Saat benar-benar ditemukan ladang emas, aktivitas penambangan pun bertambah gencar, hingga "wajah" alam di sekitar Gunung Botak pelan-pelan mulai berubah.
Merusak Alam Â
Seperti sempat disinggung di awal tulisan ini, aktivitas penambangan biji emas di Pulau Buru kemudian dihentikan total pemerintah. Aktivitas itu dinilai merusak alam. Betapa tidak! Oleh karena bernafsu mencari emas, penduduk setempat tidak lagi memerhatikan lingkungan.
Banyak lahan-lahan hijau di sana akhirnya "dikorbankan". Tanahnya dikeruk dalam-dalam dan bebatuannya banyak dihancurkan, hanya untuk mendapatkan butiran emas yang belum tentu berlimpah jumlahnya. Apalagi, para penambang juga sembarangan memakai merkuri untuk proses peleburan. Akibatnya, tak hanya tanah, air sisa peleburan pun ikut tercemar limbah merkuri.
Selain itu, sejumlah penambang juga dikabarkan tewas sewaktu aktif menggali tambang di sana. Semua itu terjadi lantaran mereka tidak memerhatikan keselamatan dalam bekerja. Mereka tidak menggunakan peralatan yang memadai, yang bisa menunjang keamanan saat mereka menggali tambang. Jadi, jangan heran kalau sampai ada "tumbal" akibat penambangan ilegal tersebut.
Atas dasar itulah pemerintah kemudian menyetop semua aktivitas penambangan di Pulau Buru. Namun demikian, larangan itu tampaknya hanya bersifat "sesaat". Buktinya, penambangan masih terus berlanjut, biarpun itu dilakukan secara "kucing-kucingan".
Pemerintah memang agak sulit "melumpuhkan" semua aktivitas penambangan di Pulau Buru. Sebab, penduduk setempat sudah telanjur mencicipi manisnya "buah" dari menambang emas. Berkat mencari emas, ekonomi mereka terangkat. Mereka yang tadinya belum punya motor mampu membeli motor. Mereka yang sebelumnya rumahnya bobrok bisa bangun tempat tinggal yang lebih layak.
Makanya, semua cara akan ditempuh asalkan penambangan masih terus dilakukan. Sebab, kalau dihentikan, kenyamanan materi yang sudah mereka peroleh dari aktivitas menambang akan lenyap, dan bisa-bisa mereka menjalani kehidupan seperti sebelumnya.
Terlebih lagi, kini harga emas juga cenderung mengalami peningkatan. Hal itu tentunya wajar. Pada saat kondisi nilai tukar rupiah melemah terhadap dollar seperti sekarang, orang-orang umumnya "mengalihkan" dananya dengan membeli emas.Â
Sebab, emas dianggap mampu "menyelamatkan" nilai kekayaan mereka dari inflasi. Jadi, jangan heran kalau orang-orang ramai memborong emas dan itu menyebabkan harga emas naik beberapa waktu belakangan.
Atas dasar itulah, aktivitas penambangan ilegal di Pulau Buru bisa-bisa tambah intens pada masa depan. Sebab, semakin tinggi harga emas di pasar, semakin semangat para penambang untuk mengeruk emas di sana.
Dari situ sebetulnya kita bisa menarik suatu simpulan. Bahwasanya penambangan emas di Pulau Buru menyisakan "dilema". Di satu sisi, keberadaan cadangan emas di situ mampu menyejahterakan kehidupan masayarakat lokal. Namun, di sisi lain, penambangan yang serampangan menyebabkan rusaknya alam sekitar.
Salam.
Adica Wirawan, Founder of Gerairasa
Referensi:
"Dua Polisi Diduga Terlibat di Gunung Botak", Harian Kompas, 17 November 2018.
https://www.bbc.co.uk/news/resources/idt-37e2a365-5e22-45ef-b85b-385bc03e8e2e
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI