Pada hari Senin kemarin (12/11), salah satu saham yang saya koleksi, yaitu MTDL, tiba-tiba naik tajam nilainya. "Gelombang" kenaikannya sebetulnya sudah mulai "terendus" sejak hari Jumat pada minggu lalu. Namun, saya masih menganggapnya wajar. Pasalnya, ia hanya naik 4%. Sama seperti harga saham lainnya pada hari itu.
Akan tetapi, kemarin, sewaktu saya memantau kembali harga saham tersebut, saya agak heran. Sebab, bukannya turun, harganya justru semakin naik. Pada saat itulah saya menemukan "anomali". Tidak biasanya sebuah saham melonjak drastis harganya dalam satu-dua hari.
Sepanjang hari saya terus mengamati kinerja saham tersebut. Dari situ saya melihat bahwa pasar tampaknya sedang "bergairah" pada saham itu. Ada begitu banyak orang yang ingin membelinya daripada menjualnya. Hingga, akhirnya, setelah sesi perdagangan ditutup, saham saya menyentuh harga Rp 800/lembar saham atau naik 10% sejak saya beli sebulan lalu.
Oleh karena merasa penasaran, saya kemudian mencari tahu penyebab naiknya harga saham itu. Setelah melihat sana-sini, saya menemukan satu artikel yang sekiranya "dianggap" memengaruhi harga saham itu.
Artikel yang berasal dari sebuah media bisnis kredibel itu memang menyiarkan kabar baik tentang saham tersebut. Sebagaimana diberitakan, perusahaan yang menaunginya, yaitu PT Metrodata Electronics Tbk, memang mencatatkan laba yang baik pada triwulan ketiga tahun 2018. Dalam pemaparannya, manajemen juga optimis bisa melampaui angka penjualan dari tahun sebelumnya.
Kini saya sadar bahwa sebuah kabar baik dari media seperti itu ternyata bisa memengaruhi pergerakan harga saham. Pasalnya, berkat pemberitaan dari media, orang-orang jadi tahu kalau perusahaan berhasil membukukan keuntungan yang lebih besar dari tahun lalu, hingga mereka pun tertarik memborong sahamnya. Makanya, jangan heran kalau dalam beberapa hari saja, harga sahamnya langsung "melesat".
Lewat kasus itu, kita bisa melihat bahwa media ternyata mampu memberikan "sihir" yang berdampak pada harga saham. Berita bernada positif yang disiarkan sebuah media dapat memengaruhi keputusan investor untuk membeli saham. Makanya, harga sebuah saham bisa lansung "loncat" begitu "disinari" kabar bagus.
Pun sebaliknya, kabar buruk tentang "skandal" sebuah perusahaan yang diberitakan secara masif juga bisa langsung menjatuhkan harga sahamnya. Contohnya banyak. Sebut saja saham sebuah perusahaan konstruksi yang beberapa waktu lalu sempat melorot drastis harganya akibat ulah manajemennya yang tersandung kasus suap.
Pemberitaan yang gencar atas kasus tersebut menyebabkan kepanikan di pasar, membuat para investor buru-buru menjual sahamnya lantaran takut harganya terlanjur anjlok pada masa depan.
Meskipun media dapat memengaruhi sentimen pasar, seyogyanya kita jangan menjauhi saham-saham yang ramai diberitakan. Seharusnya kita perlu mempertimbangkan saham yang "dekat" dengan media. Pasalnya, kalau jauh dari media, pergerakannya cenderung lambat, tidak secepat kalau ia sering diberitakan oleh media.
Hanya saja, kita perlu memilih saham-saham yang punya fundamental yang bagus supaya kabar yang disiarkan lebih sering adalah kabar yang baik-baik. Dengan demikian, saham-saham yang dimiliki pun akan cepat naik nilainya.
Salam.
Adica Wirawan, founder of Gerairasa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H