Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Manajemen Bermasalah, Harga Saham "Berdarah-darah"

25 Oktober 2018   10:09 Diperbarui: 25 Oktober 2018   14:46 1710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sewaktu saya mengikuti kelas analisis fundamental di sebuah perusahaan sekuritas pada hari Sabtu lalu, tutor saya sempat mewanti-wanti agar saya "menjauhi" saham sebuah perusahaan untuk sementara waktu. Pasalnya, perusahaan tersebut belum lama ini terjerat "skandal" yang menghebohkan masyarakat.

Dalam berita yang berseliweran di sejumlah media, oknum perusahaan itu disebut menyuap seorang bupati dan beberapa jajarannya untuk memuluskan sebuah proyek pembangunan, yang baru diresmikan pada tahun 2017 silam. Ternyata proyek itu sempat "terganjal" masalah perizinan. Makanya, terjadilah kasus suap-menyuap agar prosesnya dapat terus dilanjutkan.

Walaupun dalam transaksinya menggunakan kode-kode tertentu untuk merahasiakan identitas oknum-oknum yang bermain, KPK tetap mampu "mengendus" penyuapan tersebut.

Setelah melakukan pemantauan sekian lama, KPK kemudian menggelar operasi tangkap tangan, menyita sejumlah uang sebagai bukti, dan menetapkan oknum-oknum itu sebagai tersangka. Sampai saat ini, kasusnya masih diproses secara hukum.

Kasus itu ternyata berdampak sistemik. Sebab, berimbas juga pada perusahaan-perusahaan lain, yang notabenenya masih satu "saudara" di bawah naungan grup yang sama.

Makanya, saham-saham dari grup tersebut "kompak" anjlok beberapa minggu lalu. Sampai sekarang, sewaktu saya mengamatinya, nilainya masih belum beranjak dari "zona merah".

Tentu ada banyak pihak yang patah hati akibat peristiwa itu. Yang dikecewakan tak hanya pihak konsumen. Investor yang menanamkan uangnya di perusahaan itu pun "sebelas-dua belas" kondisinya.

Bisa dibayangkan, uang yang jumlahnya milyaran rupiah, yang sudah diendapkan selama bertahun-tahun di perusahaan tersebut akhirnya tergerus begitu saja dalam waktu singkat akibat ulah oknum manajemen yang berbuat tidak etis. Rasanya tentu sakit, "sakit yang tidak berdarah."

Tak hanya "mencoreng" nama baik perusahaan, peristiwa itu tentu merusak kepercayaan masyarakat. Kepercayaan yang sudah dibangun dengan susah-payah selama puluhan tahun akhirnya "dicederai" oleh perilaku amoral sesaat.

Seperti kata pepatah, butuh seratus tahun untuk membangun kepercayaan, tetapi hanya perlu satu hari untuk menghancurkannya.

Kalau sudah begitu, perusahaan tentu perlu lebih banyak waktu, dan tentunya uang, untuk memulihkan kepercayaan dari masyarakat. Makanya, dalam bisnis, kepercayaan itu jauh lebih mahal daripada uang. Bukankah kita akan lebih nyaman berbisnis kepada orang-orang yang kita percaya alih-alih sebaliknya?

Kepercayaan adalah segalanya; tanpa kepercayaan, sehebat apapun suatu bisnis, ia akan berakhir dengan cepat.

Kasus itu bisa juga menjadi pelajaran bagi semua investor saham. Investor seyogianya lebih selektif menilai kualitas saham terutama dari segi kecakapan manajemen yang menaunginya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun